Senin, 25 Juni 2018

Kajian Ahad Muhammadiyah Banyumanik

Kajian Ahad Muhammadiyah Banyumanik

RAMADHAN TELAH LEWAT LALU MAU APA.?

Tanggal : 10 Syawal 1439 H/ 24 Juni 2018

Nara sumber :  Dr. H. Haerudin, SE, MT

Bulan Ramadhan telah lewat,  lalu kita mau berbuat apa?  Puasanya sudah selesai atau belum? Kita mungkin telah merasa selesai lalu kembali seperti biasa.
Kejadian yang sama ketika naik Haji. Setelah selesai merasa puas,  sudah haji.
Padahal ada perintah :

فَاِذَا قَضَيْتُمْ مَّنَاسِكَـکُمْ فَاذْکُرُوا اللّٰهَ كَذِكْرِكُمْ اٰبَآءَکُمْ اَوْ اَشَدَّ ذِکْرًا

"Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka berzikirlah kepada Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyang kamu, bahkan berzikirlah lebih dari itu.." (QS. Al-Baqarah 200)

Setelah selesai ibadah kita diperintah untuk mengingat Allah seperti ketika kita ingat orang tua dan bahkan harus lebih dari itu. Bukankah jika kita bersusah payah untuk mudik, meskipun jalan macet kita tetap nekad,  itu semua adalah karena kita ingat orang tua, hanya ingin sungkem kepada orang tua.

Ketika Ramadhan pun sama,  tidak ada ibadah yang istirahat. Bahkan ibadah diperkuat,  ibarat obat nyamuk yang melingkar dan lingkarannya makin lama makin besar,  maka ibadah kitapun harus berkelanjutan dan makin kuat.

Khusus selama bulan Ramadhan kita dibiasakan dan membiasakan diri untuk teratur. Makan kita teratur. Ketika maghrib dan sahur. Ini adalah pendidikan. Bukan pada banyaknya atau kualitasnya,  tetapi waktunya. Kita teratur makan. Jam dan Waktu juga teratur. Siklusnya terasa cepat sekali selama Ramadhan.

Ramadhan ini adalah masalah hati, puasa atau tidak tak kelihatan. Orang bisa pura-pura lemas atau ikut buka puasa bersama meskipun tidak puasa. Orang lain tak tahu kondisi kita.
Apa yang harus kita lakukan dengan hati?  Selama Ramadhan kita merasa dekat dengan Allah. Buktinya meskipun lapar dan di rumah sepi kita tak mau mengambil makanan dari kulkas. Karena kita merasa ada Allah yang mengawasi..
Lalu sekarang bagaimana,  apakah masih merasa dekat dengan Allah?

Ada yang bilang Ramadhan musim ibadah,  musim shalat jama'ah, musim membaca Al Qur'an. Berarti setelah Ramadhan sudah tidak musim lagi.
Padahal Allah menyukai amalan yang kontinyu, meskipun jumlahnya tidak banyak.

اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ  الْمَلٰٓئِكَةُ اَ لَّا تَخَافُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَبْشِرُوْا بِالْجَـنَّةِ الَّتِيْ كُنْتُمْ  تُوْعَدُوْنَ

"Sesungguhnya orang-orang yang berkata, Tuhan kami adalah Allah kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka dengan berkata, Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang telah dijanjikan kepadamu." (QS. Fussilat 30)

Ada seorang sahabat mendatangi Rasulullah SAW dan kemudian bertanya :

يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِى فِى الإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ – وَفِى حَدِيثِ أَبِى أُسَامَةَ غَيْرَكَ – قَالَ « قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ ».

“Wahai Rasulullah SAW , ajarkanlah kepadaku dalam agama islam ini ucapan yang mencakup semua perkara islam sehingga aku tidak perlu lagi bertanya tentang hal itu kepada orang lain setelahmu [dalam hadits Abu Usamah dikatakan, “selain engkau”]. Rasulullah SAW bersabda, “Katakanlah: “Aku beriman kepada Allah“, kemudian beristiqamahlah dalam ucapan itu.” (HR Muslim)

Beriman kepada Allah,  kemudian istiqomah itu yang berat. Selama Ramadhan tidak terjadi Pembiasaan,  karenanya tidak menjadi Kebiasaan :
Shalat malam? - sudah banyak yang libur-
Membaca Al Qur'an?  -sudah banyak yang libur-
Jadi kembali seperti sebelum Ramadhan.
Berpuasa mestinya seperti puasanya ulat. Ulat itu menjijikkan, ulat itu merusak karena memakan daun-daunan. Ketika berpuasa menjadi kepompong. Dan ketika selesai dia menjadi kupu-kupu yang indah,  makanannya madu dan kupu-kupu membantu penyerbukkan bunga jadi buah. Jadi puasa menyebabkan ulat berubah jadi kupu-kupu yang bermanfaat. Tak ada yang setelah puasa kembali jadi ulat.

Ada perubahan sikap setelah puasa.Kitapun harus memilih untuk berhati-hati. Yang pertama Lisan, ini yang kadang sulit diatur. Kita harus memilih ucapan mana yang akan kita keluarkan. Ketika Ramadhan ada yang mau mengajak ghibah kita dengan tegas menolak : " Saya sedang Puasa".

Ada perubahan sikap, perubahan pola pikir. Ini yang harus terjadi.
Ketika di siang hari bulan Puasa,  kita alami rasa lapar dan haus dan seandainya boleh minum es alangkah nikmatnya. Semua makanan diingini, tetapi ketika waktu berbuka cukup dengan minum, ternyata semua keinginan pada siang hari tadi hilang. Maka ini mestinya jadi pembelajaran bahwa keinginan itu memang dimunculkan sebagai penggoda. Tetapi harus difahami bahwa keinginan bukanlah kebutuhan. Maka kita harus belajar dan membiasakan diri untuk menyaring mana keinginan dan mana kebutuhan.

Keinginan itu menimbulkan hawa nafsu, cinta dunia dan keserakahan. Kita banyak mengumpulkan koleksi barang hanya karena ingin. Tetapi lalu untuk apa? Uang banyak tersimpan di Bank. Yang memakai yang pinjam, bukan kita. Mobil punya banyak,  paling yang dipakai cuma satu. Ternyata kita terbatas,  kebutuhan kita sedikit tetapi keinginan tak terbatas. Kita tertipu oleh angan-angan yang kita buat sendiri seolah-olah kita harus punya ini punya itu. Maka puasa adalah pembelajaran menahan keinginan.

Kita sering mendengar bahwa dunia ini permainan (la'ibun)  dan dunia ini tipuan (ghurur). Bagi kita orang beriman, kehidupan sejati itu bukan di dunia tetapi nanti di akhirat.  Tidak ada keadilan sejati di dunia. Bekas koruptor mencalonkan diri dalam pemilu bisa menang. Hal itu kan aneh,  yang salah atau yang benar jadi tidak jelas. Demikianlah dunia,  penuh tipuan. Di akhirat jelas beda antara yang salah atau benar.

Di dunia ada yang kaya dan ada yang miskin itu sunatullah. Maka kita di bulan Ramadhan dididik,  jika kita memberi ifthar (makan buka puasa) kepada orang berpuasa mendapat pahalanya sama dengan pahala orang puasa tadi tanpa mengurangi pahalanya. Kenapa haditsnya tidak untuk Sahur?
Karena orang sahur bukan orang lapar. Orang makan sahur itu agar tidak lapar. Orang berbuka adalah gambaran orang lapar.

Ramadhan mendidik kita agar tidak berfikir untuk diri sendiri,  kita harus peduli pada orang lain. Ketika kita puasa tak diperbolehkan hanya makan dan tidur saja. Harus berfikir, mencari apa yang dapat dikerjakan dan memberi manfaat bagi yang lain.
Akhir Ramadhan diwajibkan membayar zakat fithrah berupa makanan pokok. Dan aturannya harus diberikan sebelum Hari Raya,  agar tak ada orang yang kekurangan makan pada saat Hari Raya.

Muslim yang bangun tidur ketika adzan subuh berarti dia tidak belajar. Sudah berkali-kali kajian betapa pentingnya untuk bangun tidur sebelum adzan subuh. Sudah tidak ada lagi istilah tidak tahajud,  shalat tahajud sudah melekat dalam kehidupan. Tak ada lagi istilah shalat Lima waktu,  karena bagi muslim yang baik shalatnya tidak Lima kali tetapi banyak sekali.

Maka bagi muslim yang baik,  Ramadhan tidak berhenti. Puasa tidak berhenti,  karena masih terus berlanjut. Banyak puasa sunah yang dapat dijalani.
Ada Puasa Syawal 6 hari yang bila dilaksanakan akan menjadikan kita dapat pahala puasa setahun.
Ada yang tanya Puasa Qadla dahulu atau Puasa Syawal dulu?  Jawabannya jelas bahwa Puasa Qadla diberi waktu selama 11 bulan,  sedangkan Puasa Syawal harus di bulan Syawal.

Maka untuk istiqomah itu perlu daya juang tinggi,  yaitu untuk meneruskan apa-apa saja yang kita lakukan di bulan Ramadhan. Ada hadits yang menyebutkan tentang manusia yang paling baik adalah yang memberi manfaat. Tetapi yang sering terjadi adalah pikiran yang terbalik :
"Nanti saya mendapat apa? " bukan "Apa yang bisa saya sumbangkan".
Bila kita istiqomah dalam ibadah mahdoh maka kita akan selalu ingin memberi manfaat kepada orang lain,  melapangkan dada orang lain,  membantu mengurai masalah orang lain.

Ketika kita memberi orang lain itu harus lepas,  tak perlu dipikir lagi. Itu namanya ikhlas. Namun apa yang terjadi?
Yang dipikir adalah uang yang disumbangkan. Ketika kita menyumbang 500 ribu dan kemudian tahu yang lain ternyata rata-rata 200 ribu,  merasa menyumbang terlalu banyak.
Ini termasuk tidak ikhlas,  apa yang sudah disumbangkan tak perlu dipikir lagi, karena artinya tugas - tanggung jawab kita terhadap uang itu sudah selesai.

Justru kita perlu khawatir dengan uang yang masih kita pegang karena akan diminta pertanggung-jawaban.
Akan ditanya asalnya dari mana dan dipergunakan untuk apa?  Maka kita perlu waspada terhadap uang kita, jangan sampai membawa ke arah maksiat.

ثُمَّ لَـتُسْئَـلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيْمِ

"kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan di dunia itu." (QS. At-Takasur -8)

Sungguh,  semua kenikmatan kita akan ditanya kelak. Maka ketika kita memberi sumbangan berarti tanggung-jawab kita lewat.

Menurut tradisi lama membantu orang lain itu dengan memberi makan. Namun hal ini tidak tepat saat ini karena tak memberi solusi.  Pola pikir harus diubah, memberi manfaat pada orang perlu dipikirkan bagaimana mengentaskan kemiskinan. Dari orang tak punya penghasilan jadi orang yang punya penghasilan. Maka ketika kita memberi jangan asal saja memberi. Kita perlu mencontoh Rasulullah.

Seorang pengemis datang meminta-minta kepada Rasulullah SAW. Lalu beliau bertanya :
“Apakah kamu punya sesuatu ?”
Pengemis itu menjawab, “Saya punya pakaian.”
Rasul langsung berkata, “Ambil dan serahkan ke saya!”
Lalu pengemis itu menyerahkan kepada Rasulullah, dan Rasulullah menjual kepada sahabat dua dirham. Rasulullah menyuruh pengemis itu untuk membeli makan, dan selebihnya untuk modal kerja.

Pemberian untuk konsumsi harus diubah menjadi pemberian barang modal. Itu namanya memberdayakan. Pemberian semacam ini berat bila dilakukan perorangan, maka harus dilakukan secara berjama'ah misal lewat Muhammadiyah. Harus melewati kajian ekonomi & wira usaha ,  wira usaha apa yang mungkin dikembangkan untuk dapat berjalan.
Maka in syaa Allah pasti bisa tiap bulan menargetkan memberdayakan satu orang. Memberdayakan itu selain memberi modal juga harus memberi pendidikan.

Dalam rangka pendidikan juga pemberian modal harus dengan model pinjaman yang harus kembali dengan dicicil. Ini untuk membentuk tanggung-jawab. Bila hal ini tak dilakukan maka bantuan akan habis tak ada manfaat. Habis untuk konsumtif.
Tentu saja hal ini tidak mudah. Kalau hanya membantu uang gampang, yang sulit adalah membantu memberdayakan orang. Maka sungguh berat perjuangan Persyarikatan. Kalau cuma anggota atau simpatisan pasti banyak, tapi belum tentu ada yang mau jadi Pengurus.

Rasulullah dimanapun berada selalu memberi manfaat. Maka pemahaman hadits di atas harus dimaknai lain :
"Orang yang terbaik adalah yang memberikan manfaat maksimum kepada orang lain".
Bagaimana mengukurnya?  Dikembalikan ke seberapa besar manfaat ekonomi bisa diberdayakan. Kita banyak mengkaji bahwa kemiskinan banyak, tapi jika cuma disebutkan saja percuma. Energi kita jangan dipakai untuk debat hal yang tak manfaat, hanya membikin capai. Harus ada gerakan atau tindakan.

Di Kendal ada gerakan berupa Pondok Wiraswata, yang mengadakan Muhammadiyah dan pesertanya tidak dibatasi,  bahkan Nasranipun boleh ikut. Karena ini gerakan kemanusiaan untuk memberdayakan orang. Tujuan utamanya memberi manfaat.

Kisah-kisah di atas adalah kisah tentang menolong orang. Lalu bagaimana dengan yang ditolong ?.

Nabi SAW bersabda,

لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ

“Tidak dikatakan bersyukur pada Allah bagi siapa yang tidak tahu berterima kasih pada manusia.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Bagaimana wujud berterima-kasih? Ketika dia dibantu dengan amanat untuk modal usaha maka dia harus melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab. Itu salah satu wujud berterimakasih.
Allah memberikan rezeki kepada kita itu berupa peluang,  tidak langsung datang begitu saja. Ada sunatullahnya yang mungkin melalui seseorang. Maka kedatangan orang tersebut sudah dalam ketetapan Allah. Kepada Allah pemberi rezeki kita bersyukur dan kepada orang yang menjadi perantara, kita berterima-kasih.

Ada kisah seorang ahli ibadah yang tinggal disuatu daerah. Terjadi banjir di daerah tersebut. Penduduk langsung mengungsi tetapi ahli ibadah tadi menolak ketika diajak mengungsi karena ia yakin pertolongan ALLAH akan datang.

Banjir semakin tinggi, kali ini sudah setinggi dada. Semua penduduk berusaha mengungsi tetapi Ahli ibadah itu tetap menolak untuk mengungsi, karena ia yakin pertolongan ALLAH akan datang.

Banjir tetap meninggi, kali ini sudah mencapai atap. Semua penduduk tersisa mulai terangkut dengan bantuan perahu. Tapi ahli ibadah  itu tetap menolak , karena ia yakin pertolongan ALLAH akan datang. Ahli ibadah itu kini jadi satu-satunya yang tersisa.

Banjir tetap meninggi, akhirnya sang ahli ibadah mati tenggelam. Di alam kematian, ia bertemu malaikat.
Ia protes, "Wahai Malaikat, aku mau bertemu ALLAH. Aku selalu beribadah dan percaya bahwa Sang Pencipta akan menolongku, tetapi kenapa tidak kunjung datang juga pertolongan itu?"

Malaikat menjawab, "Siapa bilang ALLAH tidak menolong. Ia telah mengirim pertolongan untuk menyelamatkanmu tiga kali tapi kamu acuhkan.Kesimpulannya, kamu memang ingin mati!"

Apa pelajaran yang bisa diambil? Pertolongan Allah atau rezeki itu melewati Sunatullah, bisa lewat manusia.
Allah menggerakkan hati seseorang untuk menolong. Ini yang juga kadang dilupakan,  berterima-kasih.
Berterima kasih itu adalah akhlak, bukan pekerjaan yang mudah. Kadang ada juga orang miskin tapi sombong. Tak mau berterima kasih. Ada yang dibantu dengan membayar uang sekolah,  tetapi dipakai untuk yang lain,  ini termasuk tidak berterima-kasih.

*Tugas-tugas setelah Ramadhan*

Maka setelah Ramadhan tugasnya adalah istiqomah :

-Tak ada cerita bagi lelaki shalat sendiri di rumah. Bagi lelaki shalat wajib harus berjama'ah di masjid. Shalat sendiri di rumah itu kondisi darurat. Untuk ibu-ibupun banyak hadits yang mengatakan keutamaan shalat di masjid.

-Tak ada lagi cerita ada masjid tak punya imam, karena semua umat berjama'ah, sehingga masjid benar-benar makmur.

-Tak ada cerita bagi muslim tak pernah shalat tahajud tiap malam, karena itu pasti dia bangun jauh sebelum subuh,  Bukankah ada alarm dalam HP ?

- Akibat puasanya makbul , tahajudnya kuat akan menjadi energi yang kuat untuk berinfak memberi manfaat kepada orang lain.

- Dengan memberi manfaat secara berjama'ah akan menambah semangat.

- Yang mendapat manfaat berterima kasih. Sehingga ada keseimbangan antara yang menolong dan yang ditolong.

Yang menolong bersemangat dan yang ditolong bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada manusia.
Dengan demikian Ramadhan yang dijalani in syaa Allah akan membekas 11 bulan ke depan. Jadi Ramadhan tidak tamat, tetapi berlanjut.

*TANYA-JAWAB*

Pertanyaan :

1. Apa ada hadits yang membolehkan wanita shalat jama'ah di Masjid. ?
2. ‎Ada kelompok yang protes kenapa ada ceramah di antara tarawih dan witir. Apa ini tidak bid'ah.?
3. ‎Kelompok tadi akhirnya memisahkan diri dan membuat jama'ah tarawih dan witir sendiri di rumah lengkap dengan adzan dan mengundang orang.

Jawaban :

1. Ada hadits yang menyebut bahwa ketika Rasulullah I'tikaf maka isteri-isterinya juga ikut I'tikaf dan tidak ditegur Rasulullah. Selain itu ada hadits yang menyatakan ada wanita bermakmum kepada Rasulullah dan tidak ditegur oleh Rasulullah. Kalau ibu-ibu lebih utama shalat di rumah,  kenapa ada hadits dimana seorang ibu bertanya kepada Rasulullah :

“Dari Musa bin Abdullah bin Yazid dari seorang perempuan dari Bani Abdul Asyhal, ia berkata. Aku berkata, wahai Rasulullah sesungguhnya kami memiliki jalan menuju masjid yang licin, apa yang kami lakukan jika turun hujan. Rasulullah Saw. menjawab: bukankah ada jalan selainnya yang lebih bagus. Perempuan dari Bani Asyhal tersebut berkata. Aku menjawab, ya wahai Rasulullah”. (Musnad Ahmad, Sunan Abî Dawûd, )

Hadits di atas menunjukkan keutamaan wanita berjama'ah di masjid,  walaupun ada persyaratan tidak memakai wewangian supaya tidak muncul fitnah.
Kenapa sering debat tentang ibu yang berjama'ah di masjid tetapi tak pernah diskusi hukum ibu-ibu yang belanja ke Mall,  padahal letaknya lebih jauh dari Masjid?

2. Tarawih itu banyak variasinya,  jumlah rakaat dan teknisnya bermacam-macam. Ada yang 11 rakaat,  23 rakaat bahkan di Mekkah total 33 rakaat. Ada yang 2-2 ada yang 4-4.
Saran saya dikaji semua agar ketika kita memutuskan hukumnya kita tahu dasar hukum yang lain. Semua ada haditsnya dan shahih semua.
Kalau Qunut dalam Witir ada yang beda pendapat tentang shahihnya hadits. Dalam hal ini kita ikut imam saja.
Tentang ceramah,  bila tak mau setelah Tarawih boleh saja diganti ke setelah Shalat Isya. Bila semua tak suka ya boleh dihapus,  tetapi kan sayang waktunya karena sulit memanfaatkan waktu untuk kumpul.

3. Dengan membentuk jama'ah sendiri dan memakai adzan ini tidak boleh karena menjadi Firqoh,  seperti masjid Dhiror yang dilarang.
Bila ini untuk memecah belah maka bahaya karena dianggap sebagai musyrikin.

وَلَا تَكُوْنُوْا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ مِنَ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَانُوْا شِيَعًا   ۗ  كُلُّ حِزْبٍۢ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ

"... dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka." (QS. Ar-Rum Ayat31-32)

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Minggu, 24 Juni 2018

Kajian Syawal Muhammadiyah Semarang

Kajian Syawal Muhammadiyah Semarang

DARI OPEN HOUSE SAMPAI HABLUMINANAS UNTUK MENUJU SUKSES

Tanggal : 9 Syawal 1439 H/ 23 Juni 2018

Nara sumber :  Dr. H. Abdul Mu'ti MEd
‎Sekum PP. Muhammadiyah

Berbicara tentang Silaturahmi Halal-bihalal adalah berbicara tentang Keislaman,  KeIndonesiaan sekaligus Kemanusiaan. Halal-bihalal itu suatu tradisi khas Indonesia,  sehingga nuansa kebudayaannya lebih kuat daripada nuansa keislaman dalam arti syariahnya. Tidak ada ajaran atau perintah halal-bihalal,  apalagi sampai mudik jarak jauh. Tapi tradisi yang bagus ini menurut historisnya sebenarnya memang muncul dari ikhtiyar ijtihad kreatif dari pendakwah islam di masa awal, bagaimana agar islam bisa diterima masyarakat dan agar nilai-nilainya itu membumi di masyarakat. Sehingga yang selama ini terjadi,  proses halal bihalal itu sesungguhnya kalau meminjam istilah Kuntowijoyo adalah bentuk universalisasi,  konkretisasi dan obyektivisasi ajaran islam.

Bagaimana ajaran agama islam itu dibahasakan dengan bahasa masyarakat sehingga kemudian menjadi ajaran universal yang diterima oleh masyarakat,  apapun agamanya. Kemudian diberikan contoh bagaimana pelaksanaanya atau konkretisasi dan kemudian diberikan bentuk bagaimana aktualisasinya sehingga membawa sebuah nilai yang membawa keluhuran harkat dan martabat manusia, sehingga ajaran agama islam dapat diterima masyarakat tanpa ada keberatan.  Sehingga halal-bihalal menjadi fenomena ke Indonesiaan yang tidak dapat ditemukan di belahan dunia lain.

Menurut saya tradisi ini baik,  menjadi sebuah contoh bagaimana islam itu ketika dimaknai dengan pemahaman yang komprehensive dan kemudian diimplementasikan secara kreatif ternyata melahirkan sebuah peradaban, kebudayaan dalam masyarakat yang menuju persatuan. Dalam konteks inilah maka Open House yang sekarang menjadi ciri dari halal-bihalal itu menurut saya merupakan bentuk perwujudan dari hadits Nabi :

Rasulullah صلى الله عليه و سلمbersabda,
"Sesungguhnya seorang tamu yang datang mengunjungi seseorang,membawa rezeki untuk orang tersebut dari langit. Apabila ia memakan sesuatu, Allah سبحانه و تعالى akan mengampuni penghuni rumah yang dikunjungi tersebut."

Rumah yang diberkahi Allah adalah rumah yang banyak tamunya. Maka dengan open house, adalah sebuah ikhtiyar agar rumah mendapat keberkahan.

Tetapi tak semua orang bisa open house . Ada beberapa hal yang dapat menunjang untuk open house :
-  Merupakan individu yang Open Mind
-  ‎Merupakan individu yang Open Heart

*1. Menjadi Open Mind*

Orang yang open Mind atau pikirannya terbuka mempunyai 3 ciri.

1.1. Memiliki ilmu yang luas.
Dengan ilmu yang luas maka dia bisa melihat sesuatu dari banyak sudut pandang. Dia bisa melihat dari banyak perspektif. Bila seseorang hanya bisa melihat sesuatu dari satu sudut pandang maka banyak hal menjadi susah, banyak hal menjadi sempit.

1. 2. Mau belajar dan mendengar orang lain.
Dengan mau mendengar maka dia mau mencari informasi baru untuk meningkatkan wawasannya. Sebab jika orang sudah merasa cukup dengan apa yang dia miliki maka dia akan menjadi orang yang Narrow Minded. Pikirannya sempit bahkan akan tertutup dan dia akan menjadi orang yang reaktif. Reaksinya kepada orang lain akan sangat emosional. Karena dia mempunyai keterbatasan ilmu maka dia langsung menghakimi dengan ilmunya yang terbatas. Merasa paling benar dan paling pintar.

1. 3. Menerima hal yang baru.
Kalau dalam Al Qur'an disebutkan

الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ اَحْسَنَهٗ

"yaitu mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya.." (QS. Az-Zumar 18)

Sehingga dalam diri mereka ada proses perubahan , meningkatkan kualitas.
Itu adalah ciri orang yang berkemajuan.
Maka orang kafir adalah orang yang closed Mind, menutup pikiran,  menutup telinga mereka

خَتَمَ اللّٰهُ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ وَعَلٰى سَمْعِهِمْ  ۗ  وَعَلٰىۤ اَبْصَارِهِمْ

"Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup..." (QS. Al-Baqarah  7)

*2. Harus Open Heart*

Hatinya harus lapang. Ada beberapa kunci untuk berhati lapang :

2. 1.Melihat dari sisi Positif
Dia mengabaikan sisi negatif. Ketika melihat dari sisi positif maka dunia menjadi indah. Dengan berfikir positif maka akan menghadirkan energi positif dan tubuh jadi sehat.

Maka Allah melarang prasangka buruk.

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّ ۖ  اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًا  

"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain." (QS. Al-Hujurat 12)

2.2 Memahami Manusia.
Kita harus faham bahwa manusia itu memiliki berbagai macam kharakter. Manusia dengan berbagai perbedaan sifat. Manusia itu individu yang berbeda, maka untuk mendekatinya juga secara unik.

يٰۤاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوْا

"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.." (QS. Al-Hujurat 13)

Al Qur'an menegaskan perbedaan dan bagaimana menyikapi perbedaan itu. Menyikapinya dengan cara kita berta'aruf. Dan itu pasti diawali dengan Khusnudzon dan diikuti dengan Khusnul khuluq.

Kita sering menonjolkan perbedaan, bukan persamaan. Padahal dibalik perbedaan ada banyak persamaan.
Ketika perbedaan bersifat politis maka yang sering terjadi justru mengkapitalisasi perbedaan.

2.3. Menjadi Pemaaf
Ciri orang yang bertakwa adalah orang yang memaafkan.

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّآءِ وَالضَّرَّآءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِ

"yaitu orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain.." (QS. Ali 'Imran  134)

Memaafkan itu dampaknya luar biasa, karena bisa menghapuskan hukum. Tetapi yang terjadi sekarang ini,  maaf itu semakin jauh dari kehidupan kita.
Bila ada kesalahan sedikit dan kebetulan  dari golongan yang berbeda, maka kemudian akan dikapitalisasi secara luar biasa.

*Perlunya membentuk Kesadaran Baru*

Inilah yang perlu , dimana iedhul fitri ini menjadi momen refreshing untuk rekonsiliasi. Kalau kita membaca grup-grup WA kebanyakan isinya marah-marah dan memarahi orang lain. Kalau sesama kelompok akan memuji dengan berlebihan,  alias "nggombali".
Kita ingat ketika kasus seorang ibu salah omong tentang jilbab dan konde, banyak  yang marah luar biasa.  Bahkan ketika saya menyarankan untuk dimaafkan saja dan tak perlu diperpanjang karena ibu itu kurang dalam pemahaman,  sayapun ikut dimarahi.

Ketika ada Pernyataan dari Muhammadiyah bahwa Muhammadiyah  tidak ikut Aksi 212,  muncul kritik bahwa Muhammadiyah gak jelas, tak mendukung perjuangan umat. Seolah yang namanya perjuangan itu hanya ada satu pintu saja. Padahal jalan perjuangan itu banyak,  tidak satu pintu.
Kalau menganggap gerakan hanya satu,  maka jika ada yang berbeda,  menempuh jalan perjuangan lain akan disalahkan. Padahal di aksi 212, Pak Haedar itu hadir sebagai Pribadi.

Umat ini sering terkooptasi oleh Mainstream Opini,  sehingga ketika ada pendapat berbeda dianggap berada pada kelompok yang lain, yang tidak sejalan. Padahal ada contoh ketika ayah nabi Yusuf mencari anaknya,  beliau berpesan agar masuk ke Mesir dari pintu yang berbeda.

وَقَالَ يٰبَنِيَّ لَا تَدْخُلُوْا مِنْۢ بَابٍ وَّاحِدٍ وَّادْخُلُوْا مِنْ  اَبْوَابٍ مُّتَفَرِّقَةٍ

"Dan dia (Ya'qub) berkata, Wahai anak-anakku! Janganlah kamu masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berbeda..." (QS. Yusuf 67)

"Masuklah dari pintu gerbang yang berbeda", maknanya adalah membuat strategi gerakan yg berbeda,  terencana dan tidak "grusa-grusu".

Namun umat lebih senang konfrontatif.
Dakwah yang konfrontatif diminati, padahal Muhammadiyah dalam Muktamar Yogya, memutuskan untuk dakwah lil-muwaja'ah yaitu dakwah dengan pendekatan intelektual dan pendekatan moral . Hal ini kurang diminati. Kalau tidak konfrontatif dianggap tidak serius perjuangannya, maunya head to head.

Kita merasakan itu, ketika ada musibah saudara kita di Rohingya,  saat itu dana terkumpul luar biasa banyaknya , Muhammadiyah bisa mengumpulkan dana sampai 22 Milyar. Mungkin akan terlampaui jika tidak distop. Semangatnya luar biasa. Tetapi ketika ada edaran untuk membangun Madrasah Diniyah atau membantu gaji guru madrasah,  semangatnya tidak sebesar itu.

Semangat membantu Rohingya bagus karena merasa ada yang harus diperangi. Lawannya kelihatan. Ini tidak jelek karena Muhammadiyah sampai saat ini tetap menempatkan Tim dokternya di Rohingya sampai akhir tahun 2018. Namun hal ini jangan sampai melalaikan hal-hal lain yang tidak kalah pentingnya seperti memerangi kemiskinan. Dalam masalah Rohingya,  Muhammadiyah juga mengadakan pendekatan kepada Pemerintah Myanmar,  namun ini dianggap tidak penting.

Kasus Palestina, berapa banyak yang ingin diberangkatkan untuk berjihad disana. Padahal menurut Perwakilan Palestina mereka tidak memerlukan bantuan tentara.Yang diperlukan mereka adalah dukungan spiritual dan politik terhadap perjuangan mereka.
Palestina tak dapat diselesaikan dengan perang karena hanya akan memperpanjang penderitaan rakyat. Penderitaan rakyat tidak hanya karena tekanan Israel saja tetapi juga karena Hamas dan Fatah yang tak bisa kerja sama.

Tidak semua orang Yahudi mendukung Zionisme Israel. Bahkan dalam perpektif gerakan ketika umat Muslim ini minoritas,  maka partner yang membantu Muslim ini dari Yahudi.  Itu terjadi di Denmark ketika umat Muslim mendapat penolakan dari Pegiat HAM ketika melakukan ibadah Khitan dan penolakan Aktivis Pembela binatang terhadap ibadah Qurban. Akhirnya atas bantuan Yahudi disetujui aturan Penyembelihan untuk kepentingan Spiritual.

Point yang ingin disampaikan adalah jangan memandang Perjuangan dari perspektif yang sempit. Ketika aksi 212 , PP Muhammadiyah mengambil jalan perjuangan lain. Muhammadiyah bersama NU dan MUI menemui Presiden.
Intinya mengusulkan tidak boleh ada intervensi Pak Presiden. Umat islam terpaksa turun ke jalan karena aspirasinya tidak tersampaikan. Itu adalah perjuangan melalui lobby, pendekatan. Pendekatan tidak hanya kepada Presiden tetapi juga kepada Tokoh Politik lain.

Jalan perjuangan ini adalah jalan perjuangan yang senyap,  tidak gegap gempita.  Perjuangan melalui pendekatan juga dilakukan oleh KH. AR. Fakhrudin,  beliau menyurati Pak Harto pada saat itu dengan memakai Jawa Kromo untuk melobby kepada Pak Harto.

Ketika Universitas Muhammadiyah Surabaya,  diresmikan dan mengundang Pak Wapres itu termasuk perjuangan yang lain. Secara tak langsung iklan bagi Muhammadiyah. Apalagi membuat menara At-Tauhid dengan tinggi menara 13 lantai yang oleh sebagian masyarakat dianggap tabu, masyarakat khawatir menara itu akan runtuh. Itu adalah perjuangan di bidang Tauhid. Menara runtuh jika konstruksinya salah, menara tak akan runtuh hanya karena tingkatnya 13.

Pada kesempatan Kajian Ramadhan di PP Muhammadiyah kita juga melaporkan rencana Muktamar Muhammadiyah di Solo tahun 2020. Kita membangun Rusunawa yang nanti setelah muktamar akan dipakai Mahasiswa. Kami melaporkan bahwa Muhammadiyah itu memiliki Fakultas Kedokteran terbanyak di Indonesia karena jumlahnya ada 12.
Point yang ingin disampaikan adalah : *Dalam situasi sosial politik seperti saat ini Muhammadiyah perlu tampil sebagai komponen Pemersatu Bangsa,  bukan sebagai komponen yang ikut bertengkar dengan berbagai elemen bangsa*

Kita boleh tidak suka pada seseorang,  tapi terhadap pemimpin, Muhammadiyah selalu bersikap Loyal tapi Kritis.
Kalau benar kita dukung, kalau salah kita koreksi. Ketika saya ditanya,  katanya Muhammadiyah tidak ikut terlibat demo,  tetapi kenapa menampung warganya yang demo di Kantor PP?  Maka jawaban kami adalah,  apalagi warga Muhammadiyah,  yang bukan warga saja boleh kok. Kita ini jangan jadi bagian yang bermusuhan. Semangatnya adalah mempersatukan. Dan jangan pula karena ingin dianggap toleran lalu meninggalkan maruah. Jangan karena ingin dianggap moderat lalu tak punya prinsip dalam beragama.

Kita ingin menjadi kelompok yang washatiyah. Tanpa kita sadari,  harapan dunia luar kepada Indonesia itu luar biasa. Kita ini diharapkan jadi Pemimpin negara Muslim karena keadaannya.Indonesia itu punya bonus demografi yang bila diikuti dengan pendidikan dan kesehatan yang bagus akan menjadi penentu dunia. Banyak potensi yang bisa dikembangkan oleh Muslim Indonesia.

Problem kita belum berjama'ah dalam bidang ekonomi. Kita baru berjamaah di bidang spiritual atau gerakan sosial, belum ke arah ekonomi produktif. Ini yang perlu , berjamaah dibidang ekonomi tanpa harus membenci atau memusuhi pihak lain.

Problem yang lain adalah terlalu banyak slogan tapi kurang dalam gerakan. Terlalu banyak gerakan megaphone, gerakan retorika daripada perbuatan. Kita lebih memerlukan gerakan struktural daripada slogan. Tiga hal yang akan kita perkuat,  Pendidikan,  Kesehatan dan Ekonomi. Kita hanya perlu terus bergerak,  tak banyak slogan.

Kita perlu melakukan Rekonstruksi dan Transformasi. Rekonstruksi atas tafsir ayat-ayat Al Qur'an dan kemudian melakukan gerakan-gerakan dengan Rekonstruksi Tafsir itu.
Kita contohkan :

ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ اَيْنَ مَا ثُقِفُوْۤا اِلَّا بِحَبْلٍ مِّنَ اللّٰهِ وَحَبْلٍ مِّنَ النَّاسِ

"Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang pada tali agama Allah dan tali perjanjian dengan manusia.." (QS. Ali 'Imran 112)

Ini ayat tentang orang Yahudi.
Pada bagian Hablu minannas, selama ini dimaknai kita menghormati aturan masyarakat,  mematuhi Norma-norma sosial yang berlaku,  membangun hubungan baik. Itu tidak keliru,  tetapi tidak cukup karena yang namanya Hablu minannas itu JEJARING ANTAR MANUSIA.

Kekuatan yang menunjukkan kita berperan atau tidak itu kekuatan jejaring,  kekuatan sharing, itu yang menentukan.
Kalau kita perhatikan bisnis online, anak-anak muda go-jek itu melakukan hablu minannas dengan pendekatan ekonomi. Ibu-ibu perlu apa,  siapa menghasilkan apa maka itu yang dikirim. Sunyi gerakannya tetapi besar manfaatnya.

Sekarang ini enciclopedia yang terbesar apa? Ternyata bukan Britanica atau Americana tetapi Wikipedia. Disana tak ada profesor,  yang ada adalah orang-orang yang berjejaring yang kemudian memiliki informasi dan disharing.
Mengapa kita tidak memulai : "Muhammadiyah kota Semarang" misalnya lalu kalau dicari muncul datanya.

Maka orang yang sukses itu adalah bukan mereka yang bisa menyelesaikan semua pekerjaan seperti Bandung Bondowoso,  tetapi mereka yang sukses ditentukan bagaimana kita membangun relasi dengan yang lain. Membangun hablu minannas dalam arti positif.
Era saat ini adalah era sharing atau berbagi, bukan era kapitalisasi untuk dimiliki sendiri.
Hakekat silaturahmi adalah seperti itu. Menyambung yang putus agar kita tidak mengalami dis-engagements. Orang yang gampang dihubungi pasti lebih banyak sahabat dibandingkan dengan orang yang sulit dihubungi.

Mudah-mudahan dengan semangat halal-bihalal kita bisa tampil dengan semangat memajukan Bangsa dan berfastabiqul Khoirat. Kita berdakwah lil muwaja'ah maka kita bisa membangun solidaritas sosial dan soliditas sosial. In syaa Allah Indonesia akan bisa menjadi negeri yang Baldatun Thoyibatun warabun Ghofur.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Minggu, 10 Juni 2018

Kajian Ahad Muhammadiyah Banyumanik

Kajian Ahad Muhammadiyah Banyumanik

IHTASABA WA SHOBARO

Tanggal : 25 Ramadhan 1439 H/ 10 Juni 2018

Nara sumber :  Dr. H. Saerozi, MA

Ada suatu periode di Jawa ketika agama dicampur dengan budaya. Bagi kita saat ini mungkin sangat menggelikan.
- Dulu sehabis maghrib, orang Jawa ada yang wiridan Jawa,  karena memang islam tersebar luas dalam bahasa Jawa.
- ‎Ada lagi mantera-mantera campuran,  Misal surat Al Falaq yang dibaca dan dicampur bahasa Jawa untuk menolak santet. Surat An Nas yang dipakai untuk mengobati sakit perut dengan cara dibaca dan ditiupkan ke perut.

Sampai saat ini masih tersisa budaya Jawa : "Mudunan". Ini kebalikan dengan "Punggahan" pada saat menjelang puasa.
Punggahan artinya adalah menaikkan, dimana Arwah-arwah nenek moyang menjelang Puasa dinaikkan ke atas dengan ritual "Punggahan" (menaikkan)  biar menghadap Allah. Anak cucunya akan puasa dan mendo'akan ketika arwah naik ke atas. Setelah sebulan puasa maka waktunya arwah pulang dengan cara diturunkan, maka ada ritual "Mudunan" (menurunkan).

Filosofinya adalah ketika arwah dinaikkan akan dicuci bersih dosanya. Kemudian setelah bersih diturunkan lagi.
Sayangnya yang memimpin ritual Jawa ini tidak Puasa.  Ritual berangkat ke kuburan , dengan sarung dan kopiah, tapi lengkap dengan merokok.. itu masih terjadi di sebagian desa.
Apakah dia berfikir bahwa Allah yang memberi ampunan itu beda dengan Allah yang memerintahkan Puasa. ? Karena dia ziarah makam untuk meminta Allah memberi ampunan, tapi dilain pihak dia tidak berpuasa, sesuai perintah Allah.

Ada islam campur Jawa. Maka ketika Kiyai Ahmad Dahlan berdakwah beliau mulai memberikan pencerahan :
"Aja kaya ngono...(jangan seperti itu).
Agama jangan dicampur dengan Budaya.Jika dicampur, lama-lama anak cucu kita tidak bisa membedakan mana Budaya dan mana Agama.
Ketika ada ritual pernikahan, ternyata masih ada yang tak tahu mana ritual agama dan mana budaya. Ritual ketika manten harus "diikat selendang" dan ditarik orang tua , dikira termasuk perintah agama. Padahal yang perintah agama hanyalah ijab qabul dan pemberian mas kawin. Terkadang justru budaya lebih diutamakan daripada agama.

Saat ini sudah akhir Ramadhan, alhamdulillah kita diberi sehat. Banyak yang pada bulan Ramadhan ini mereka terkapar di rumah sakit. Ada yang karena sakitnya berat malahan minta di doakan mati. Ini termasuk yang dilarang agama. Yang diperbolehkan adalah doa untuk tetap berharap hidup.

اللَّهُمَّ أَحْيِنِى مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِى، وَتَوَفَّنِى إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِى

‘Ya Allah, hidupkanlah aku (panjangkan usiaku), jika hidup itu lebih baik bagiku dan matikanlah aku jika kematian itu lebih baik bagiku’“.

Ada hadits dalam Musnad Ahmad yang intinya betapa kehidupan muslim itu menakjubkan Nabi SAW .
Ahmad ini adalah imam Ahmad bin Hambal yang kemudian dikenal sebagai imam madzab Hambali.
Nabi SAW bersabda :
“Sungguh mengagumkan keadaan seorang muslim. Jika dia mendapatkan kebaikan , maka ia memuji kepada Allah dan bersyukur...”

Hadits ini membedakan antara memuji dan bersyukur. Kita umat muslim jika bersyukur mengucap Alhamdulillah.
Orang-orang Kristen bersyukur mengucap ; " Puji Tuhan".

Kita perlu mengenal, ada 4 macam kafir :
Kufrun bi wujudillah : Kafir terhadap adanya Allah
Kufrun bi wahdatillah : Kafir terhadap keesaan Allah
Kufrun bi risalati Muhammad : Kafir terhadap diutusnya Nabi Muhammad.
Kufrun bi Nikmatillah : Kafir terhadap Nikmat Allah.

Saksi Jehova adalah bagian dari Kristen yang tidak mengakui tentang keTuhanan Yesus. Yesus adalah manusia biasa,  utusan Allah itu menurut mereka. Mereka tak punya Gereja,  punya mereka adalah Rumah Allah. Dosen saya orang Belanda mau bersyahadat : "Asyhadu an laa ilaaha ilallah", tapi dia tak mau meneruskan. Ketika ditanya kenapa tak mau meneruskan?  Katanya jika diteruskan, kan masuk islam?  Kita orang islam ini ternyata juga ada yang kafir,  yaitu kafir jenis keempat , kafir terhadap nikmat Allah.

Mereka yang tak mau bersyukur, tak mau mengucapkan Alhamdulillah termasuk kafir nikmat Allah. Dalam budaya Jawa, jika bersyukur harus dinyatakan dalam tiga hal : UCAP (Ucapan),  ULAT (ekspresi),  ULAH (perbuatan),  tiga hal ini harus menjadi satu untuk sempurna.
Contohnya,  bersalaman itu adalah Tanda Syukur, dengan Salaman (jabat tangan)  kita mengucap sesuatu,  tapi jika pandangan mata menatap ke arah lain itu tidak baik.  "Ucap" dan "Ulah" mungkin benar tapi "Ulat" salah.

Kembali ke hadits di atas,  masih ada lanjutannya :
" ... ketika mereka mendapatkan musibah, maka mereka "Ihtasaba wa shobaro "  (bermuhasabah dan bersabar)  ...."
Orang Jawa menyebut "nggagapi" ; ketika dirinya mendapat musibah maka mereka nggagapi :
" kok bisa koyo ngene iki mau piye jane.?"
Ini adalah Ihtasaba,  introspeksi - tidak mau menyalahkan orang lain tapi mencari kesalahan pada diri sendiri - ini adalah ciri orang yang besar jiwanya.
Mereka bermuhasabah.

Berikutnya " shobaro" mereka sabar. Sabar ini pendek tulisannya tapi panjang menjalaninya dan sangat sulit.
Ketika kita sakit , malam yang pendek rasanya panjang.  Bagi orang yang sehat,  malam yang panjang terasa pendek.
Ketika kita shalat , waktunya pendek tapi terasa panjang. Tetapi ketika nonton sinetron waktunya panjang terasa pendek.

Hadits tadi ditutup :
"..Orang muslim tadi akan mendapat pahala pada segala sesuatu yang dilakukan, bahkan sampai mengangkat makanan dari piring ke mulutnya,  itupun diberi pahala. "

Itulah kenapa kita selalu diingatkan untuk selalu bersyukur. Bersyukur terutama karena kita masih punya keimanan, masih diberi kesehatan.
Nabi SAW memberi contoh dengan beri'tikaf menjelang Lebaran. 10 hari lamanya ketika beliau berusia dibawah 63 dan ketika masuk usia 63 beliau I'tikaf 20 hari.

Alhamdulillah sekarang mulai ada gerakan untuk i'tikaf di masjid-masjid.
Ini gerakan perubahan yang baik, dari tidak sadar i'tikaf menjadi sadar untuk beri'tikaf. I'tikaf ini adalah dalam rangka untuk Ihtasaba tadi.
Pengajian yang kita lakukan seperti sekarang ini juga untuk Ihtasaba. Dengan pengajian maka hati akan lunak. Jika tidak pernah ikut pengajian, hati akan membatu , hati akan keras.
Bila kita ingin menjadi orang yang dikagumi Nabi SAW maka jadilah orang yang selalu Ihtasaba wa Shobaro,  bermuhasabahlah,  introspeksi-dirimulah dan bersabar.

*TANYA - JAWAB*

Pertanyaan 1 : (Bp. H. Asroh Handoko)

Di sekitar kita masih ada orang yang menyebarkan ajaran dengan mencampur antara agama dan budaya.
Bagaimana hukum terhadap orang yang menyebarkan hal ini.

Jawaban :

Ada istilah Sinkretisme,  yaitu mencampur-aduk antara budaya dan agama. Ada buku berjudul "Wali Songo" karangan Solihin Salam. Dalam buku tadi ada petikan dialog antara Sunan Bonang dan Sunan Kalijogo.

Sunan Bonang bertanya : " Kanjeng Sunan,  apakah Kanjeng Sunan tidak khawatir bila yang Kanjeng Sunan lakukan sekarang ini akan diteruskan oleh anak cucu nanti? "

Sunan Kalijogo menjawab : " Tidak usah khawatir,  generasi keturunan kita nanti akan lebih cerdas dari kita. Mereka akan bisa membedakan mana yang agama dan mana yang budaya".

Maka kita bisa menyimpulkan bahwa apa yang dilakukan oleh Wali songo adalah masa Transisi. Dakwah tidak bisa "sak-deg-sak-nyet" (seketika).  Dakwah butuh proses,  seperti turunnya Al Qur'an itu memerlukan waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari. Dimana ayat pertama turun di Gua Hira dan ayat terakhir di Padang Arafah.

Ada masa Transisi yang harus dan pasti akan berganti.  Seperti dulu ada pengobatan sakit perut dengan dibacakan Surat An Nas dan ditiupkan ke perut,  biarlah itu ada di masa lalu saja,  tak perlu diteruskan lagi.
Lalu bagaimana dengan hukum bagi yang sekarang masih mengajarkannya?
Kita pegang ayat ini :

اِلَى اللّٰهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَ

"... Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan," (QS. Al-Ma'idah  48)

Kita tidak pernah menghukumi orang,  kita serahkan pada Allah SWT.
Ketika kita ditanya tentang nasib orang yang lain agama, maka kitapun akan mengacu pada ayat, ketika Nabi Isa ditanya Allah tentang nasib kaumnya.

اِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَاِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۚ  وَاِنْ  تَغْفِرْ لَهُمْ فَاِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

in tu'azzib-hum fa innahum 'ibaaduk, wa in taghfir lahum fa innaka antal-'aziizul-hakiim

"Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana." (QS. Al-Ma'idah 118)

Maka memang mestinya ada perubahan dari masa Transisi seperti harapan Sunan Kalijogo,  jangan hanya berhenti pada tingkat pemahaman agama jaman itu. Jaman dulu ada Sinkretisasi untuk memudahkan dakwah, maka saat ini waktunya Purifikasi atau pemurnian agama dari pengaruh budaya yang jadi keliru.

Bagi yang masih menyebarkan kita bersikap :

 اَللّٰهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ ۗ  لَـنَاۤ اَعْمَالُـنَا وَلَـكُمْ اَعْمَالُكُمْ ۚ  لَا حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ ۗ  اَللّٰهُ يَجْمَعُ بَيْنَنَا ۚ  وَاِلَيْهِ الْمَصِيْرُ

allohu robbunaa wa robbukum, lanaaa a'maalunaa wa lakum a'maalukum, laa hujjata bainanaa wa bainakum, allohu yajma'u bainanaa, wa ilaihil-mashiir

".. Allah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami perbuatan kami dan bagi kamu perbuatan kamu. Tidak perlu ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kita kembali." (QS. Asy-Syura  15)

Pengalaman yang benar terjadi,  kemarin ada Kiyai pada waktu nyadran mengumumkan kepada jama'ahnya. Ternyata dia mengumumkan,  meralat ajaran, bahwa ajarannya yang dulu keliru. Dan dia mengajarkan cara ziarah kubur yang benar sesuai ajaran Rasulullah SAW. Ini bukti bahwa ada yang berubah dari masa Transisi.

Pertanyaan ke 2

Bagaimana membedakan agama dan budaya,  karena sekarang ada yang menganggap purifikasi adalah gerakan islam Radikal. ?

Jawaban :

Keadaan itu tak terlepas dari sejarah Jaman Penjajahan Belanda.
Belanda memilah orang Islam menjadi tiga : Islam Politik , Islam Ibadah dan ‎Islam Budaya
Belanda menetapkan ketiga kelompok ini ketika orang pulang dari ibadah haji,  mereka ditest. Mereka ditanya ketika di Arab ketemu siapa saja dan bagaimana dengan ideologinya.
Bila menyangkut politik dan ingin merdeka maka dikategorikan islam politik. Dia tak boleh memakai gelar haji dan tak boleh memakai sorban atau peci haji. Maka mereka yang pandai dinyatakan tidak lulus ujian.
Yang lulus hanya yang islam ibadah dan islam budaya.  Yang islam ibadah dibiarkan semua perbuatannya. Sedangkan yang cenderung mencampur budaya disponsori oleh Belanda, karena budaya akan dapat menghapus agama.
Pada saat itu masyarakat sangat patuh pada Haji.

Dengan pembagian kelompok islam tadi,  Belanda membenturkan antar kelompok.
Termasuk akibatnya di Sumatera barat ada Perang Paderi karena adu domba. Dan kaum Adat dibantu Belanda. Ada ulama kaum Paderi yang lari ke Mekkah,  salah satunya Syeh Ahmad Khatib. Banyak pemimpin Islam Indonesia belajar darinya, termasuk  Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah  dan Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama. Termasuk Syeh Nawawi dari Banten juga lari ke Mekkah dan jadi guru Kiyai Ahmad Dahlan dan Kiyai Hasyim Asyari.

Jadi tindakan Belanda dulu adalah menjauhkan politik dari agama,  dan menganjurkan budaya untuk berkembang.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK.

Jumat, 08 Juni 2018

Kajian Ramadhan PCM Banyumanik

Kajian Ramadhan PCM Banyumanik

MEMAHAMI I'TIKAF

Tanggal : 23 Ramadhan 1439 H / 8 Juni 2018

Nara Sumber : Ustadz Ir. H. Didik Udiyono

اِتَّبِعُوْا مَاۤ اُنْزِلَ اِلَيْكُمْ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوْا مِنْ دُوْنِهٖۤ اَوْلِيَآءَ   ۗ  قَلِيْلًا مَّا تَذَكَّرُوْنَ

"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti selain Dia sebagai pemimpin. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran."
(QS. Al-A'raf 3)

Kita diperintahkan untuk mengikuti Al Qur'an dan jangan mengikuti petunjuk selain Al Qur'an. Untuk diketahui bahwa orang berilmupun bisa bersikap menjauhi Al Qur'an bila menghadapi dilemma pilihan yang berat, pilihan antara duniawi atau ukhrowi.

Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkan Al Qur'an dan diperintahkan Puasa. Jadi Puasa sebagai konsekwensi diturunkannya Al Qur'an yang merupakan petunjuk bagi manusia.
Pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan ini adalah khas karena ada contoh dari Rasulullah , yaitu i'tikaf.  Tak ada Sunah qauliyah yang menyatakan perlunya I'tikaf, tetapi banyak sekali Sunah Fikliyah yang menyaksikan bahwa Rasulullah melakukan I'tikaf di 10 hari terakhir.

Sunah itu ada dua,  sunah yang difardhukan dan sunah yang tidak difardhukan. Sunah yang difardhukan itu asal usulnya dari Kitabullah. Persoalan I'tikaf itu asal-usulnya memang disinggung dalam Al Qur'an. (QS Al Baqarah 187), jadi termasuk sunah yang difardhukan. Sunah yang difardhukan untuk melaksanakannya harus sesuai dengan contoh atau petunjuk. Jika kita meninggalkan atau menolak sunah atau menganggap tidak penting maka akan termasuk sesat.

Beda dengan sunah yang tidak difardhukan, tak ada asal-usul dari Al Qur'an. Melaksanakannya mendapat keutamaan, dan bila tak melaksanakannya tidak dianggap keliru. Contohnya : Lelaki memelihara jenggot. Ini dianggap sunah karena ada perintah sunah qauliyah. Jadi tokoh yang menyatakan bahwa jenggot itu tanda orang goblok adalah perbuatan melampaui batas.

Kembali ke masalah i'tikaf, kita tidak menjumpai kisah para sahabat wanita beramai -ramai i'tikaf di masjid. Isteri Rasulullah ketika mencoba ramai-ramai I'tikaf bersama Rasulullah ternyata dicegah. Namun setelah Rasulullah wafat mereka mengikuti I'tikaf.

Bahwa keadaan 10 hari terakhir Ramadhan ini berbeda dengan hari-hari sebelumnya, jelas dinyatakan oleh Aisiyah ra :

َوَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

‘Aisyah ra berkata: Rasulullah SAW bila memasuki sepuluh hari — yakni sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan– mengencangkan kain sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya. (Muttafaq Alaihi.)

Mengencangkan sarungnya bermakna menjauhi isterinya selama 10 hari terakhir. Dalam hadits lain dinyatakan bahwa beliau sangat serius beribadah.

Aisyah radhiyallahu ‘anha– berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.

“Rasulullah SAW sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim)

Maka meskipun tak ada contoh jelas tentang kewajiban wanita beri'tikaf di masjid , namun kita dapat mengikuti semangat bersungguh-sungguh (يَجْتَهِدُ).
Kesungguhan tentang apa?
Ketika Rasulullah bersungguh-sungguh berdiam diri adalah kesungguhan untuk keluar dari spesifikasi asli manusia, yaitu " ifthar" ,membuka diri,  dia ingin apa maka dia lakukan. Maka memasuki 10 hari terakhir adalah "imsak" , menahan diri dari apa yang diinginkan.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًا  

"Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah." (QS. Al-Ahzab  21)

Semangat untuk menahan diri dari keinginan ini yang harus diteladani oleh semua. Karena sesuai perintah Al Qur'an kita harus meneladani Rasulullah.
Dengan menahan diri maka I'tikaf di masjid bukanlah sekedar pindah tidur.

Ada dua tempat di dunia ini yang akan dapat membantu kita untuk menahan diri dan membawa pikiran kita ke alam ukhrowi meninggalkan suasana duniawi, yaitu Kuburan dan Masjid. Namun Rasulullah jelas memilih tempat i'tikaf di masjid. Ini adalah upaya untuk memutus diri dengan dunia.

Maka ketika kita tidak berada di masjid, atau wanita dan ibu-ibu yang tidak dapat melaksanakan I'tikaf di masjid namun pada 10 hari akhir Ramadhan ini dimanapun berada hendaknya menjauhi,  mengambil jarak dengan dunia.Dimanapun berada kita dalam keadaan "imsak" , suasananya lebih mendekati suasana akhirat. Kita mencoba menghayati makna akhirat yang lebih baik dari dunia.

وَلَـلْاٰخِرَةُ خَيْرٌ لَّكَ مِنَ الْاُوْلٰى

"dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan."
(QS. Ad-Duha 4)

وَابْتَغِ فِيْمَاۤ اٰتٰٮكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا

"Dan carilah pahala negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia...." (QS. Al-Qasas 77)

Targetnya jelas negeri akhirat, tapi dunia tidak dilupakan. Meskipun dunia ini menyenangkan tetapi digambarkan penuh tipu dan kita dilarang mencaci dunia.
“Dunia adalah sebaik-baik kendaraan, bagi orang beriman ” demikian Rasulullah SAW mengajarkan kita mengenai dunia.
Hadits ini menjelaskan bahwa dunia adalah semata-mata alat untuk mencapai tujuan. Hati-hati banyak jebakan-jebakan dunia, maka kita ambil yang kita butuhkan saja. Jika melampauinya akan dinilai berlebihan.

Maka dalam 354 hari (kalender hijriyah)  kita harus mengambil jarak terhadap dunia selama 10 hari ini.
Jadi aneh,  disini ketika 10 hari terakhir justru agak berkurang ibadahnya.
Mestinya seperti Rasulullah,  beliau mulai masuk i'tikaf bakda subuh tanggal 21 dan tak pernah keluar selama 10 hari.
I'tikaf itu pada prinsipnya adalah belajar untuk menjadi zuhud, bukan mengucilkan diri tetapi memahami bahwa akhirat itu lebih penting dari duniawi.

عَنْ اَبِى مُوْسَى َاْلاَشْعَرِيِّ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: مَنْ اَحَبَّ دُنْيَاهُ اَضَرَّ بِآخِرَتِهِ، وَ مَنْ اَحَبَّ آخِرَتَهُ اَضَرَّ بِدُنْيَاهُ، فَآثِرُوْا مَا يَبْقَى عَلَى مَا يَفْنَى. احمد و رواته ثقات و البزار و ابن حبان فى صحيحه و الحاكم و البيهقى

Dari Abu Musa Al-Asy’ariy RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mencintai dunianya, maka dia akan mengorbankan akhiratnya, dan barangsiapa yang mencintai akhiratnya, dia akan mengorbankan dunianya. Maka pilihlah yang kekal dari pada yang akan musnah”. [HR. Ahmad]

Maka kita faham bahwa Allah menciptakan dunia untuk menguji siapa yang lebih bagus amalannya. Bukan siapa yang lebih banyak amalan, tetapi siapa yang lebih bagus amalan.

الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ  عَمَلًا   ۗ  وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُ

"yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun,"
(QS. Al-Mulk 67: Ayat 2)

Dan bagaimana amalan yang bagus?
Kriterianya disebutkan oleh Allah SWT:

اَمْ حَسِبْتُمْ اَنْ تُتْرَكُوْا وَلَـمَّا يَعْلَمِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ جَاهَدُوْا مِنْكُمْ وَلَمْ يَتَّخِذُوْا مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَلَا رَسُوْلِهٖ وَلَا الْمُؤْمِنِيْنَ وَلِيْجَةً   ۗ  وَاللّٰهُ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan begitu saja, padahal Allah belum mengetahui orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman. Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan."
(QS. At-Taubah 16)

Kriterianya ada dua :
1. Amal apapun mesti bernilai Loyalitas kepada Allah, Rasul dan Kaum mukminin.
2. ‎Sikap juang membela agama Allah.

Tak ada kriteria duniawi dalam ayat diatas. Maka dunia yang dimiliki dibuktikan untuk membela agama Allah.
" Mukhlisina lahudien " tidak mengejar pahala,  tapi harus mengarah "ahsanu amalan."

Inilah makna yang harus ditangkap dalam rangka bersungguh-sungguh tadi.
I'tikaf harus menjadikan kita memasuki kualitas zuhud. Tidak sekedar memahami casingnya saja.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Kamis, 07 Juni 2018

Kajian Ramadhan PCM Banyumanik

Kajian Ramadhan PCM Banyumanik

MEMOTIVASI IBADAH

Tanggal : 22 Ramadhan 1439 H / 7 Juni 2018

Nara Sumber : Ustadz Drs. H. Hamzah Rifqi MAg

Nabi memberi motivasi ibadah dan contoh yang sangat kongkrit yang amat sangat berbeda dengan manusia di jaman ini bila memasuki 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Dulu beliau menguatkan ibadahnya sampai i'tikaf (berdiam diri)  di masjid. Maklum bahwa beliau adalah seorang pedagang yang tak terikat dengan siapapun,  maka 10 hari terakhir beliau melepaskan diri dari urusan keduniaannya. Hanya untuk keperluan yang mendesak saja beliau keluar masjid kemudian masuk lagi. Jadi I'tikaf ini untuk intensifikasi ibadah dalam rangka taqorub kepada Allah dengan Dzikir,  Shalat dan Membaca Al Qur'an.
Berbeda dengan kita sekarang,  shof shalat semakin habis. Yang bertambah ramai orang belanja di Mall. Padahal sudah gencar ada promosi untuk belanja ke warung tetangga.

Diantara motivasi ibadah adalah Promo Lailatul Qodar yang disebutkan dalam Surat Al Qadr sebagai " lebih baik dari 1000 bulan ". Sampai kemudian ada yang pakai matematik Lailatul Qodar, seandainya kita sedekah 1000 rupiah tiap hari selama 10 hari saja,  maka kita hanya kehilangan 10 rb rupiah,  tetapi akan mendapat dari Lailatul Qodar sebanyak 1000 x 30 x 1000 = 30 juta rupiah.
Ini bahayanya ahli matematika,  semua dihitung. Ini kenyataan ada haji disuruh shalat oleh isteri malah menolak dan menyuruh isterinya saja yang shalat. Alasannya dia sudah haji,  maka sudah shalat di Masjidil Haram yang sama dengan 100. 000 kali shalat dan Masjid Nabawi yang nilainya sama dengan 1000 kali shalat. Ini kekeliruan memahami kaidah agama.

Pemahaman 1000 bulan adalah pemahaman bahasa bahwa itu bilangan yang amat banyak, bukan bilangan matematika. Seperti Chairil Anwar yang bersyair ingin hidup 1000 tahun lagi.
Itu semua adalah ayat motivasi agar kita tidak bosan ibadah di bulan Ramadhan.
Bagi mereka yang tidak biasa shalat jama'ah di masjid,  kemudian shalat tarawih itu makin lama akan makin bosan. Membosankan bila di masjid imamnya hanya itu dan tidak ada apa-apanya,  kultum tidak ada , itu makin membosankan dibandingkan dengan masjid yang imamnya ganti-ganti dan ada acara ceramah yang pembicaranya ganti-ganti.

Memang islam maunya variatif maka diberi bonus Lailatul Qodar.
Nabi SAW bersabda :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan atas landasan iman dan mengharap pahala dari sisi Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kenapa dengan motivasi sehebat itu tetap tidak menarik?
Karena orang-orang tak merasa perlu diampuni dosanya. Dia tidak merasa berdosa,  maka tak perlu ampunan. Karena Allah tidak menampakkan dosa kita. Kalau pakaian kita kotor,  kita melihat dengan jelas dan segera menginginkan pakaian kita bersih,  kecuali terpaksa. Demikian juga ketika badan kita bau,  kita ingin bau segera hilang. Dosa itu beda,  karena tak kelihatan. Jika kita punya salah kepada seseorang maka kita ingin agar kesalahan segera diselesaikan dengan minta maaf. Ternyata kita tahu kesalahan karena diberitahu seseorang : " Kamu itu tadi bilang gini-gitu.. sekarang dia marah..."

Karena kita diberitahu maka kita tahu kesalahan kita. Beda dengan Allah,  karena Allah membiarkan kita,  maka kita berdosa atau tidak,  sama saja- tak merasa. Seperti juga saat ini siapa puasa dan siapa tidak kan sama saja,  tak kelihatan. Di jalanan juga tak terlihat perbedaan antara Pencopet dan Orang biasa,  baunya sama. Bahkan mungkin Pencopet lebih Harum baunya ...
Itu semua yang menyebabkan manusia tak merasa berdosa. Maka tak merasa butuh diampuni dosanya.

Perhatikan saja saat halal bihalal,  semua bilang "maaf lahir batin..."
" ya... sama-sama", sambil penuh senyum. Karena semua tak merasa bersalah atau disalahi..

Coba kalau ada yang disalahi-
"Maaf ya..." ...
"MAAF, NDASMU ...YO" - kok enak ..
Itu yang terjadi diluar sana.
Namun kita juga tak pernah tanya :
"Lho kenapa kok kamu minta maaf? "
" Iya,  aku gak tau salah apa ya? "
Keduanya sama-sama tak merasa salah dan disalahi, jadi proses saling memaafkan tak ada beban sama sekali

Berbeda dengan jaman Nabi,  bahwa Para sahabat sangat ingin masuk sorga dan takut masuk neraka.
Pernah ada kisah Nabi menjenguk orang sakit, Nabi bertanya :"Bagaimana keadaanmu? "
"Ya Rasulullah, saya sangat takut,  tapi juga sangat berharap Allah memberikan rahmat kepadaku".
Nabi berpaling dan berkata kepada Sahabat: "Dia akan diamankan oleh Allah dari ketakutannya dan Allah akan memberinya apa yang diharapkan."

Jadi ada sikap Khouf (takut) terhadap siksaan Allah  dan Roja' (berharap) terhadap rahmat Allah.
Maka ketika shalat jenazah kita doakan "warhamhu" , semoga dia dirahmati Allah. Dan orang beriman yang sudah meninggal kita sebut Almarhum, itu do'a  semoga Allah merahmatinya.

Masyarakat kita itu tidak takut siksa neraka dan tak terlalu kepengin masuk surga. Maka yang kita lakukan biasa-biasa saja,  sak-madyo.
Kita sudah super-optimis masuk surga dan tak ada dorongan lagi berbuat baik.
Seperti anak sekolah jaman sekarang,  tidak belajar dan yakin : paling saya lulus.
Temannya yang belajar malah diganggu.
Rasulullah SAW bersabda :

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

Sebaik-baik manusia adalah generasiku (generasi sahabat), kemudian orang-orang yang mengiringinya (generasi tabi’in), kemudian orang-orang yang mengiringinya (generasi tabi’ut tabi’in). [Hadits riwayat Bukhari].

Generasi Nabi sangat sensitif terhadap ancaman siksa dan hadiah pahala. Maka ketika dimotivasi dengan Lailatul Qodar mereka langsung berlomba mencarinya.
Sampai kemudian dijaman Umar dijadikan Shalat Tarawih. Karena Umar melihat di masjid mereka shalat sendiri-sendiri,  maka Umar menyatukan mereka dalam satu jama'ah.

Tetapi yang terjadi sekarang berbeda,  pada awalnya semua gesit. Sampai panitia Tarawih pasang "tratag" atau bahkan menutup jalan. Tapi pada akhir Ramadhan sepi.

Lalu apa yang harus kita lakukan?
Kita harus faham dengan benar,  seperti para Sahabat memahami dirinya,  bahwa kita jangan terlampau memuji diri.
Boleh saja optimis,  tapi jangan terlampau optimis bahwa semua amal kita sudah diterima oleh Allah. Jangan optimis bahwa kita tak punya dosa.

فَلَا تُزَكُّوْۤا  اَنْفُسَكُمْ  ۗ  هُوَ اَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقٰى

fa laa tuzakkuuu anfusakum, huwa a'lamu bimanittaqoo

"... Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia mengetahui tentang orang yang bertakwa." (QS. An-Najm 32)

Penting bagi kita untuk muhasabah, berapa banyak perintah Allah yang belum kita kerjakan dan berapa banyak larangan Allah yang kita langgar. Itu hanya kita sendiri yang tahu.
Dan kita bersyukur Allah selama ini menutupi dosa-dosa kita. Dosa ini tidak tampak karena memang ditutupi Allah.
Maka kita mengharapkan ampunan Allah justru di malam-malam akhir Ramadhan.
Ini kesempatan kita jangan sampai Ramadhan habis kita tak dapat apa-apa.
Sungguh celaka ...! Karena itu yang diaminkan Rasulullah.

Rasulullah saw. bersabda, “Ketika aku menaiki tangga pertama, Jibril muncul di hadapanku dan berkata,
“Celakalah orang yang mendapati bulan Ramadhan yang penuh berkah, tetapi tidak memperoleh keampunan.” Maka aku berkata, “Amin”

Kenapa?  Karena dia tidak melakukan qiyam Ramadhan, tidak melakukan I'tikaf dan ibadah lain,  ini orang yang celaka.
Seperti orang yang bertemu dengan orang tuanya tapi tidak berbakti kepadanya. Padahal Ridha Allah itu Kuncinya adalah Ridha Orang Tua.

Dari ummul mukminin, Aisyah ra., menceritakan tentang kondisi Nabi saw. ketika memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan: “Beliau jika memasuki sepuluh hari terkahir Ramadhan, mengencangkan ikat pinggang, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.”

Mengencangkan ikat pinggang artinya beliau tidak berhubungan dengan isteri, tetapi fokus ibadah.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Kajian Ramadhan PCM Banyumanik

Kajian Ramadhan PCM Banyumanik

AMALAN YANG DICINTAI ALLAH

Tanggal : 21 Ramadhan 1439 H / 6 Juni 2018

Nara Sumber : Ustadz Drs. H. Marsquri MPd

عَنْ أَبِيْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ تَعَالَى ؟ قَالَ (( الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا )) قُلْتُ : ثُمَّ أَيُّ ؟ قَالَ : (( بِرُّ الْوَالِدَيْنِ )) قَلْتُ:  ثُمَّ أَيُّ ؟ قَالَ (( اَلجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ )) متفق عليه

Dari Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud a berkata: “Aku bertanya kepada Nabi n ‘Amal apa yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala? Beliau menjawab, ‘Shalat pada waktunya’. Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa lagi? Beliau menjawab, ‘Berbakti kepada kedua orang tua’. Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Jihad dijalan Allah’.” (HR. Muttafaq ‘alaih)

Dari hadits tadi disimpulkan tiga amalan yang paling dicintai oleh Allah SWT,  diantara amat banyak amalan yang biasa dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Setelah menjawab pertanyaan tadi,  Rasulullah diam. Mungkin karena Ibnu Mas'ud tidak bertanya lagi. Bisa jadi seandainya dia bertanya lagi maka akan muncul jawaban lain.
Tiga amalan tersebut adalah :

*1. Shalat pada waktunya*

 اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا

"... Sungguh, sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (QS. An-Nisa' 103)

Amalan yang paling dicintai adalah Shalat pada waktunya. Dalam hadits lain ditambahkan kalau shalat itu dilaksanakan secara berjama'ah,  karena pahalanya juga berbeda. Ini menunjukkan bahwa shalat itu menjadi prinsip dasar ibadah. Karena shalat itu merupakan bukti ketaatan kepada Allah.
Shalat menjadi batas pembeda antara Muslim dan Kafir. Pembeda antara Muslim dan Munafik. Orang Munafik memang melakukan shalat, tetapi selalu menunda-nunda waktu shalat terutama shalat Subuh.
Dalam keadaan apapun shalat tak boleh ditinggalkan. Banyak Rukshah (keringanan) terkait dengan shalat.
Shalat bisa disingkat, bisa dijamak baik di awal waktu atau akhir waktu dalam kondisi tertentu.
Tak ada air : Boleh dengan tayamum.
Tak tahu arah Kiblat : Boleh diperkirakan

Diriwayatkan bahwa Nabi  bersabda :

الصَّلاةُ عِمادُ الدِّينِ ، مَنْ أقَامَها فَقدْ أقَامَ الدِّينَ ، وَمنْ هَدمَها فَقَد هَدَمَ الدِّينَ

“Sholat Adalah Tiang Agama, barangsiapa yang menegakkannya, maka ia telah menegakkan agamanya dan barangsiapa yang merobohkannya, berarti ia telah merobohkan agamanya”.

Shalat bukan sekedar ritual karena akan menjadi penuntun dan perisai dari perbuatan keji dan mungkar.

 اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ

"... Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.."
(QS. Al-'Ankabut 45)

Ini menjadi tolok ukur kualitas ibadah. Maka bila STMJ (Shalat terus maksiat jalan)  berarti shalatnya belum benar, hanya menggugurkan kewajiban, belum berdampak pada kehidupan.
Maka shalat jadi tolok ukur ibadah yang lain. Bila shalatnya baik maka amalnya akan dinilai baik. Jika shalatnya buruk maka amalnya buruk.

Shalat pertama kali dihisab.
“Sesungguhnya ‎yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah shalatnya.  Sekiranya sempurna, maka akan dituliskan baginya ‎dengan sempurna, dan jika terdapat kekurangan,  Jikalau terdapat shalat sunnahnya maka akan disempurnakan kekurangan yang ada pada shalat wajib itu dengan shalat sunnahnya.” ‎

Maka shalat harus diajarkan sejak anak-anak masih kecil,  diajak berjama'ah. Karena shalat itu perlu pembiasaan. Banyak orang puasa tetapi shalatnya tidak tertib,  itu berarti ibadah shalat paling berat. Orang beriman akan gelisah bila sudah tiba waktu shalat tapi dia belum mengerjakan.

*2. Berbakti kepada kedua Orang Tua*

Kita ini semua adalah anak terhadap orang tua kita. Kewajiban kita adalah berbakti kepada kedua orang tua. Dan kita adalah orang tua dari anak kita.
Ridha Orang tua adalah pintu dari Ridha Allah. Dalam berbakti kepada orang tua ada beberapa hal :

2.1. Tidak cukup dengan memberi kecukupan materi.

Yang lebih penting adalah bentuk-bentuk ketawadukan. Bentuk sikap dan perilaku,  jangan sampai membuat orang tua sakit hati.

Ada hadits Nabi :
“Engkau dan hartamu milik orang tuamu. Sesungguhnya anak-anakmu adalah sebaik-baik hasil usahamu. Makanlah dari hasil usaha anak-anakmu.” (HR. Abu Daud,)

Apa-apa yang kita dapat sekarang tidak lepas dari jerih payah,  upaya dan do'a orang tua. Jasa orang tua tak mungkin kita hitung.

فَلَا تَقُلْ لَّهُمَاۤ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا

"... maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ah dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik." (QS. Al-Isra'  23)

Pada zaman Rasulullah ada  pemuda bernama Alqamah. Dia giat beribadah. Suatu ketika dia sakit keras dan mau meninggal.  Ternyata Alqamah tidak bisa mengucapkan La ilaha illallah.

Rasulullah bertanya, “Apakah dia masih mempunyai orang tua?”
“Ada wahai Rasulullah, dia masih mempunyai ibu.”
“Katakan kepada ibunya Alqamah, ‘Jika dia masih mampu untuk berjalan menemui Rasulullah maka datanglah’”
Maka ibu Alqamah pun mendatangi Rasulullah. Lalu Rasulullah bersabda kepadanya, “Wahai ibu Alqamah, bagaimana sebenarnya keadaan putramu Alqamah?”
Sang ibu menjawab, “Dia rajin shalat, banyak puasa dan senang bersedekah.”
Lalu Rasulullah bertanya lagi, “Lalu apa perasaanmu padanya?”
Dia menjawab, “Saya marah kepadanya Wahai Rasulullah.”
Rasulullah bertanya lagi, “Kenapa?”
Dia menjawab, “Dia lebih mengutamakan istrinya dibandingkan saya dan diapun durhaka kepadaku.”

Maka, Rasulullah bersabda, “Sesungguhny,a kemarahan sang ibu telah menghalangi lisan Alqamah, sehingga tidak bisa mengucapkan syahadat.”
Kemudian beliau bersabda, “Wahai Bilal, pergilah dan kumpulkan kayu bakar yang banyak.”
Si ibu berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang akan engkau perbuat?”
Beliau menjawab, “Saya akan membakarnya dihadapanmu.”
Dia menjawab, “Wahai Rasulullah , saya tidak tahan kalau engkau membakar anakku dihadapanku.”
Maka Rasulullah menjawab, “Wahai Ibu Alqamah, kalau engkau ingin agar Allah mengampuninya, maka relakanlah anakmu Alqamah,”
Maka dia berkata, “Wahai Rasulullah, saya telah ridha pada anakku Alqamah”.
Alqamah pun dapat mengucapkan La Ilaha Illallah. Kemudian, Alqamah pun meninggal dunia saat itu juga.

Maka bila ada anak yang rezekinya tidak berkah, mungkin salah satu sebab adalah ketawadukan kepada orang tua itu kurang. Keutamaan berbakti kepada orang tua itu terutama kepada ibu.
Dari Abu Hurairah ra, beliau berkata,

“Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi SAW menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi SAW menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi SAW menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari dan Muslim)

2.2. Bagaimana berbakti kepada orang tua yang telah wafat?

Bila orang tua mempunyai nadzar maka kita wajib menunaikan nadzar itu.
Bila orang tua mempunyai tanggungan hutang maka anak wajib melunasinya, karena pada prinsipnya harta anak adalah harta orang tua juga.
Diupayakan selalu menjalin silaturahim dengan teman dan sahabat orang tuanya.
Anak wajib mendo'akan orang tua :

"Rabbighfirli waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani shaghiran"
(Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan dosa ayah serta ibuku, kasihanilah mereka sebagaimana kasih mereka padaku sewaktu aku masih kecil).

Ada adat yang dilaksanakan sebagian orang untuk mengundang masyarakat untuk mendo'akan orang tuanya, namun saat dilaksanakan do'a justru anak-anak yang mengundang tidak ikut berdo'a tetapi sibuk di belakang menyiapkan makan. Ini keliru,  karena do'a yang mustajab adalah do'a anak,  bukan do'a tamu.

*3. Jihad di jalan Allah*

Saat ini pemahaman jihad berkembang luas tergantung situasi.
Pendapat Ibnu Taimiyah : Pokok dasar Jihad adalah jihad bin nafs,  sebelum jihad dengan harta benda atau jiwa.
Jadi bila dia sudah bisa jihad melawan nafsunya sendiri, baru dia bisa melaksanakan jihad yang lain.

Yang saat ini ramai di media adalah tindakan bom bunuh diri. Ada yang menyebut Terorisme,  tetapi ada kalangan tertentu yang menyebutnya sebagai jihad. Tapi apa itu benar?
Sebenarnya jihad seperti hal tersebut hanya bisa dianggap jihad jika ada kondisi ;
3. 1 . Kaum muslimin dan agama islam mendapat ancaman.
3. 2.  Islam dan kaum Muslimin mendapat gangguan yang mengancam keberadaannya.
Gambaran paling mudah adalah perjuangan Kaum Muslimin di Palestina.
3. 3. Kebebasan beragama kaum Muslimin terancam atau tertekan. Misal tak boleh shalat terang-terangan.
3. 4. Membela orang yang tertindas.

Prinsip jihad dalam islam adalah perang untuk mempertahankan diri.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Rabu, 06 Juni 2018

Kajian Ramadhan PCM Banyumanik

Kajian Ramadhan PCM Banyumanik

MENGAPA UMAT MENJAUHI AL QUR'AN

Tanggal : 20 Ramadhan 1439 H / 5 Juni 2018

Nara Sumber : Ustadz Ir. Didik Udiyono

Allah SWT berfirman:

وَقَالَ الرَّسُوْلُ يٰرَبِّ اِنَّ قَوْمِى اتَّخَذُوْا هٰذَا الْقُرْاٰنَ مَهْجُوْرًا

"Dan rasul Muhammad berkata, Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur'an ini diabaikan."
(QS. Al-Furqan 30)

Jauh sebelum masa kini,  ternyata Rasulullah SAW telah mengetahui bahwa kelak umatnya akan mengabaikan Al Qur'an. Padahal jelas bahwa Al Qur'an adalah petunjuk bagi manusia.
Allah SWT berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْۤ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَ بَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِ

"Bulan Ramadan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil).." (QS. Al-Baqarah 185)

Kalau Al Qur'an adalah petunjuk ,maka mestinya manusia sangat berkepentingan dengan Al Qur'an. Tapi kenapa Rasul sampai mengadu kepada Allah bahwa Al Qur'an dijauhkan ?
Ujung ayat 185 tadi menyebutkan : "wa la'allakum tasykuruun" (agar kamu bersyukur.). Bersyukur bahwa untuk hidup kita Allah telah memberikan petunjuk.

Maka puasa kita itu adalah ungkapan rasa Syukur. Dulu sebelum Puasa Ramadhan ada Puasa Asyura yang merupakan tradisi Bangsa Quraisy. Ternyata ketika Rasul hijrah ke Medinah beliau menemui Orang Yahudi berpuasa pada Hari Asyura karena mensyukuri kemenangan Nabi Musa terhadap Fir'aun.
Maka Puasa Ramadhan adalah juga ungkapan syukur atas turunnya Al Qur'an sebagai petunjuk bagi kehidupan kita.
Begitu hebatnya petunjuk Al Qur'an ini terhadap permasalahan kehidupan.
Ada kisah Jad anak Yahudi sebagai ilustrasi betapa Al Qur'an itu adalah petunjuk bagi manusia, Al Qur'an bukan hanya petunjuk orang yang bertakwa.

Jad, bocah Yahudi tinggal bersama keluarganya di apartemen di Perancis. Di lantai dasar apartemen, ada toko milik seorang Turki, Ibrahim, 67 tahun.
Jad tiap hari belanja. Bila berbelanja, tanpa sepengetahuan Ibrahim, ia mengambil coklat. Sampai suatu hari ia lupa mengambil coklat. Ketika meninggalkan toko, Ibrahim memanggilnya, “Jad, kamu lupa sesuatu, Nak.” Jad memeriksa belanjaannya. Tetapi, tidak menemukan sesuatu yang terlupakan.

“Bukan itu,” kata Ibrahim. “Ini. ” Sambil memegang coklat. Jad kaget dan takut bila Ibrahim menyampaikan ‘hal memalukan’ tersebut ke orang tuanya.
“Tidak apa-apa, Nak. Mulai hari ini kau boleh mengambil sebuah coklat gratis sebagai hadiah. Tapi, berjanjilah untuk jujur mengatakannya,” kata Ibrahim.

Jad menjadi sahabat Ibrahim. Ia menumpahkan keluh kesahnya bila menghadapi masalah. Ibrahim tidak pernah langsung menjawabnya, namun selalu menyuruh Jad untuk membuka sebuah buku. Ibrahim akan membaca kemudian menjelaskan jawaban dari masalah yang dihadapi Jad.

Hal tersebut berlangsung lama. Sampai satu ketika anak Ibrahim mendatangi Jad dan memberikan buku kepadanya sembari membawa berita bahwa Ibrahim,  telah Wafat. Ternyata buku itu bertuliskan huruf arab. Ia pun memohon temannya untuk menjelaskan 2 halaman yang dipilihnya. Sang teman membacakan makna tulisan itu. Sungguh, yang disampaikan sahabatnya itu jawaban bagi masalah yang ia hadapi.
Jad lalu bertanya : “Ini kitab apa….?”
“Al-Qur’an, kitab suci Umat Islam.”
Kaget mendengar hal tersebut, ia langsung masuk Islam. Dalam perjalanan hidupnya sebagai Muslim ia banyak mengislamkan orang di Afrika.

Jadi Al Qur'an petunjuk bagi umat manusia,  maka ketika Rasul mengeluhkan umat Islam mengabaikan Al Qur'an seolah-olah tak masuk akal.
Namun ada contoh terjadi : Dalam Al Qur'an ditekankan,  surat Al Maidah ayat 51, tapi banyak orang yang mengingkari.

*Bagaimana "makjuro" (menjauh dari Al Qur'an) bisa terjadi?*

Ada hadits Thabrani , dimana Rasulullah SAW bersabda :
"Ketahuilah bahwa Poros titik orientasi dari umat islam itu beredar tidak pada satu tempat. Sungguh kitab (Al Quran)  dan Sulthan (Penguasa) , dalam waktu dekat saling menjauhi" .

Di Jaman Rasul sebagai Pemimpin, kedua Poros itu menyatu,  karena seperti kata Aisiyah bahwa akhlak Rasulullah itu adalah Al Qur'an. Maka tak ada masalah.
Setelah Rasul wafat,  kedua poros yaitu Al Qur'an dan Penguasa saling menjauh.
Khulafaur Rasyidin berusaha mendekatkan kedua poros dengan sekuat tenaga,  tetapi lama kelamaan menjauh.

Pesan Allah SWT dalam Al Qur'an :

اِتَّبِعُوْا مَاۤ اُنْزِلَ اِلَيْكُمْ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوْا مِنْ دُوْنِهٖۤ اَوْلِيَآءَ   ۗ  قَلِيْلًا مَّا تَذَكَّرُوْنَ

"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti selain Dia sebagai pemimpin. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran."
(QS. Al-A'raf  3)

Ketika kedua Poros itu menjauh, Allah mengingatkan agar kita mengikut Kitab dan jangan mengikut Pemimpin yang meninggalkan Kitab.
Sayangnya ketika kedua poros itu menjauh,  umat islam menjadikan Al Qur'an "mahjuro" , sesuatu yang dijauhi. Padahal perintahnya tegas ikuti Al Qur'an yang diturunkan sebagai petunjuk.
Tiap tahun umat islam memperingati Nuzulul Qur'an,  tapi omong kosong,  yang terjadi hanya seremonial.

Ada sebagian umat islam yang mengikut Penguasa yang menjauhi Al Qur'an dengan mengambil dalil.

Rasulullah SAW bersabda,

أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّوَجَلَّ , وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكَ عَبْدٌ

“Saya memberi wasiat kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah ‘azza wa jalla, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memerintah kalian seorang hamba sahaya (budak) ”. (HR. Bukhori Muslim)

Tetapi ada hadits lain yang menegaskan bahwa ketaatan terhadap Penguasa itu bersyarat :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَإِنْ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ مُجَدَّعٌ فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا مَا أَقَامَ لَكُمْ كِتَابَ اللَّهِ

“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah meskipun kaliau dipimpin oleh hamba sahaya dari habasyi, dengar dan taatilah dia selama memimpin kalian dengan kitabullah.” (HR. Tirmidzi)

Sekarang karena berbagai kepentingan, akhirnya hadits-hadits yang bersyarat disingkirkan. Maka kita ketahui bahwa hadits kadang ada unsur fitnahnya. Kalau Al Qur'an semua seragam. Tapi Al Qur'an pun ditinggalkan seperti disebut dalam surat Al Furqan 30 tadi, karena Umat lebih senang mengikuti Penguasa.

Cuma jangan sampai kita melupakan wasiat Nabi Muhammad SAW ,

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ

Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi).

Kita diperintahkan mengikuti Kitabullah,  bukan mengikuti Sulthan. Problem kita umat meninggalkan Kitabullah.
Yang sudah terjadi dan kemarin jadi nostalgia adalah Al Maidah 51.

Pada skala mikro kita semua adalah Pemimpin. Rumah Tangga pemimpinnya adalah Istri, tetapi untuk urusan di luar rumah maka itu tanggung jawab suami.  Yang harus dilakukan Muslim adalah "Mendengar dan Taat" kepada Pemimpin,  dalam hal rumah tangga maka semua anak harus mendengar dan taat kepada Orang Tua,  sepanjang Orang Tua nya menegakkan Al Qur'an.

Menegakkan Al Qur'an artinya adalah Membaca - Memahami dan Mempraktekkan Al Qur'an.
Rasulullah SAW bersabda:
"Celakalah orang yang membacanya (Al Qur'an) , tetapi ia tidak merenungkan kandungan maknanya (mentadabburinya).  [H.R. Ibnu Hibban]

Diantara kita banyak yang punya Al Qur'an tetapi dibaca saja tidak. Al Qur'an hanya disimpan. Diantara kita banyak yang khatam berkali-kali membaca Al Qur'an pada bulan Ramadhan,  tapi jika ditanya apa faham maknanya?  Jawabnya Tidak!  , karena mereka tak pernah membaca Terjemah dan Tafsirnya. Bahkan mungkin seumur hidup mereka belum pernah Khatam membaca Terjemah Al Qur'an.
Ini bukti umat Islam mulai meninggalkan Al Qur'an seperti yang dikhawatirkan Rasulullah SAW.

Puasa di bulan Ramadhan ini adalah ungkapan rasa syukur atas turunnya Al Qur'an,  maka pada sisa bulan Ramadhan ini mudah-mudahan dapat kita manfaatkan sebaik-baiknya, kita muhasabah,  re-thinking terhadap amalan kita karena penilaian amal itu pada bagian penutupnya. Kita gunakan Al Qur'an sebagai peningkat ketaatan kita.

Kita tahu definisi syukur itu , dari ucapan kita :
1. Menyatakan bahwa semua nikmat itu dari Allah SWT.
2. ‎Dengan jujur menyatakan bahwa pujian itu bagi Allah yg memberi nikmat tadi. Kadang kita keliru nikmat dari Allah tapi pujian kepada Makhluk. Kepada Makhluk kita berterima kasih,  jangan sampai menafikkan campur tangan Allah.

Kita bersyukur dengan perbuatan
Al Qur'an harus meningkatkan ketaatan, kita pakai sebagai petunjuk hidup karena kita semua adalah Pemimpin.
Sebagai Pemimpin agar ditaati maka kita tegakkan Al Qur'an.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Selasa, 05 Juni 2018

Kajian Ramadhan PCM Banyumanik

Kajian Ramadhan PCM Banyumanik

FIKIH SUNNAH

Tanggal : 19 Ramadhan 1439 H / 4 Juni 2018

Nara Sumber : Ustadz Djasadi

*1.Puasa Ramadhan*

Rasulullah SAW bersabda,

ﺍﻟﺼِّﻴَﺎﻡُ ﻭَﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥُ ﻳَﺸْﻔَﻌَﺎﻥِ ﻟِﻠْﻌَﺒْﺪِ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ، ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍﻟﺼِّﻴَﺎﻡُ : ﺃَﻱْ ﺭَﺏِّ، ﻣَﻨَﻌْﺘُﻪُ ﺍﻟﻄَّﻌَﺎﻡَ ﻭَﺍﻟﺸَّﻬَﻮَﺍﺕِ ﺑِﺎﻟﻨَّﻬَﺎﺭِ، ﻓَﺸَﻔِّﻌْﻨِﻲ ﻓِﻴﻪِ، ﻭَﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥُ : ﻣَﻨَﻌْﺘُﻪُ ﺍﻟﻨَّﻮْﻡَ ﺑِﺎﻟﻠَّﻴْﻞِ، ﻓَﺸَﻔِّﻌْﻨِﻲ ﻓِﻴﻪِ، ﻗَﺎﻝَ : ﻓَﻴُﺸَﻔَّﻌَﺎﻥِ

“Amalan puasa dan membaca Al-Qur’an akan memberi syafa’at bagi seorang hamba di hari kiamat. Puasa berkata: Wahai Rabb, aku telah menahannya dari makan dan syahwat di siang hari, maka izinkanlah aku memberi syafa’at kepadanya. Dan Al-Qur’an berkata: Aku menahannya dari tidur di waktu malam, maka izinkanlah aku memberi syafa’at kepadanya, maka keduanya pun diizinkan memberi syafa’at.” [HR. Ahmad]

Puasa,  Al Qur'an dan amal-amal kita kelak akan bisa bicara dihari kiamat. Seperti tangan dan kaki kita kelak juga akan bersaksi akan perbuatan kita,  pada saat itu mulut justru tak dapat bicara.

اَلْيَوْمَ  نَخْتِمُ عَلٰۤى اَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَاۤ اَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ اَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا  يَكْسِبُوْنَ

"Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan." (QS. Ya-Sin 36: Ayat 65)

Puasa dan Al Qur'an memberi syafa'at dan syafa'at mereka diterima Allah. Maka kita harus yakin bahwa puasa kita diterima.

عَنْ أَبِى أُمَامَةَ قَالَ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقُلْتُ مُرْنِى بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِى الْجَنَّةَ. قَالَ « عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لاَ عِدْلَ لَهُ ». ثُمَّ أَتَيْتُهُ الثَّانِيَةَ فَقَالَ « عَلَيْكَ بِالصِّيَامِ »

Dari Abu Umamah berkata: Saya datang kepada Rasulullah SAW, maka saya berkata: “Perintahkan kepada saya dengan sebuah amal yang dapat memasukkan saya ke dalam surga!” Rasulullah SAW menjawab: “Berpuasalah, sesungguhnya tiada tandingan baginya” Kemudian saya datang untuk kedua kalinya, maka Beliau berkata: “Berpuasalah” (HR. Ahmad)

Puasa tidak ada tandingannya,  karena ada janji Allah antara lain puasa sehari ada yang dinilai 83 tahun lebih,  bagi yang kebetulan mendapat Malam Qadar.

Dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ يَوْمًا فِى سَبِيلِ اللَّهِ بَعَّدَ اللَّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا

“Barangsiapa melakukan puasa satu hari di jalan Allah (dalam melakukan ketaatan pada Allah), maka Allah akan menjauhkannya dari neraka sejauh perjalanan 70 tahun.” (HR. Bukhari)

Dari Sahl bin Sa’ad, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

إِنَّ فِى الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ ، فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ ، فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ

“Sesungguhnya di surga ada suatu pintu yang disebut “ar rayyan“. Orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Selain orang yang berpuasa tidak akan memasukinya. Nanti orang yang berpuasa akan diseru, “Mana orang yang berpuasa.” Lantas mereka pun berdiri, selain mereka tidak akan memasukinya. Jika orang yang berpuasa tersebut telah memasukinya, maka akan tertutup dan setelah itu tidak ada lagi yang memasukinya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ar Rayyan artinya basah melimpah,  sejuk,  nyaman.

*2. Lailatul Qodar*

اِنَّاۤ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَاۤ  اَدْرٰٮكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ   ۙ  خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍ

"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya Al-Qur'an pada malam qadar. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan." (QS. Al-Qadr 97: Ayat 1-3)

Lailatul Qodar hanya ada pada bulan Ramadhan,  Tarawih juga hanya ada pada bulan Ramadhan. Betapa istimewanya bulan Ramadhan. Manusia dilarang untuk makan, minum dan hubungan suami isteri juga patuh. Itu karena Ramadhan.

Kita disunahkan mengintai Lailatul Qodar pada malam ganjil , pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
Nabi biasanya membawa keluarganya untuk ibadah dan menjauhi isterinya.
Ada beberapa pendapat ulama dalam menentukan malam ini. Ada yang mengatakan malam 21,  23,  25 dan ada yg berpendapat malam 29, serta ada yang berpendapat pindah-pindah pada malam ganjil sepuluh hari terakhir.
Tetapi mayoritas sepakat pada malam 27.

مَنْ كَانَ مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِى لَيْلَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ

“Barangsiapa ingin mencarinya (lailatul qadar), hendaklah ia mencarinya pada malam ke-27” (HR. Ahmad)

Lalu kita ambil sikap bagaimana? Kalau saya sejak hari pertama harus bersiap menyambut lailatul qodar. Karena yang menentukan Allah maka bisa jadi Allah menurunkan kapan saja ketika hambaNya serius beribadah. Bisa jadi Allah menurunkan lailatul qadar meskipun waktu itu kebetulan dia berhalangan puasa akibat menstruasi misalnya,  bila dia memang menyambut lailatul qodar sejak awal,  sebelum datangnya menstruasi. Wallohu alam.

Rasulullah SAW bersabda.

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إَيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR Bukhori Muslim)

*3. I'tikaf*

I'tikaf artinya ialah berada di sesuatu dan mengikat diri kepadanya, baik ia berupa kebaikan atau kejahatan.

Allah SWT berfirman:

اِذْ قَالَ لِاَبِيْهِ وَقَوْمِهٖ مَا هٰذِهِ التَّمَاثِيْلُ  الَّتِيْۤ اَنْتُمْ لَهَا عٰكِفُوْنَ

" Ingatlah, ketika dia Ibrahim berkata kepada ayahnya dan kaumnya, Patung-patung apakah ini yang kamu tekun menyembahnya?" (QS. Al-Anbiya  52)

Keadaan kaum Nabi Ibrahim dulu mengikat diri (I'tikaf)  pada patung.
I'tikaf dalam istilah maksudnya ialah menetap dan tinggal di masjid dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Para ulama sepakat bahwa I'tikaf disyariatkan oleh agama. Nabi selama Ramadhan beritikaf selama 10 hari. Sedang pada tahun wafatnya beliau beritikaf sampai 20 hari. Begitu pula para sahabat,  para isteri nabi melakukan I'tikaf bersama nabi dan sepeninggalnya.

Hanya walau I'tikaf itu merupakan taqarrub atau pendekatan diri kepada Allah, tidaklah ditemukan sebuah haditspun menyatakan keutamaannya.

Berkata Abu Daud : "Saya bertanya kepada Ahmad ra,  Tahukah anda sesuatu keterangan mengenai keutamaan I'tikaf?
Ujarnya : Tidak,  kecuali suatu keterangan yang dhoif. "

Macam itikaf ada dua,  sunah dan wajib.
Sunah ialah yang dilakukan oleh seseorang secara sukarela dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah dan mengharapkan pahala daripadaNya serta mengikuti sunah Rasulullah SAW. Itikaf macam ini lebih utama melakukannya pada 10 hari terakhir dari bulan Ramadhan sebagaimana telah diterangkan dahulu.

Adapun I'tikaf wajib ialah yang telah diakui seseorang menjadi kewajibannya dengan nadzar mutlak atau nadzar bersyarat. Maka jika bernadzar jangan sembarangan.

Sabda Rasulullah saw.

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ

“Barangsiapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut.” (HR. Bukhari)

Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi SAW:

كنت نذرت في الجاهلية أن أعتكف ليلة في المسجد الحرام؟ قال: “فأؤف بنذرك

“Aku pernah bernazar di zaman jahiliyah (sebelum masuk Islam) untuk melakukan i’tikaf semalam di masjidil Haram? Nabi SAW mengatakan penuhi nazarmu” (HR. Bukhari dan Muslim).

Waktunya iktikaf yang wajib hendaknya dilakukan sesuai dengan apa yang telah dinadzarkan seseorang. Maka bila ia bernadzar akan bernadzar itikaf 1 hari atau lebih hendaklah dipenuhi seperti apa yang telah dijanjikannya itu.

Hadits dari Aisiyah :
" Bahwa Nabi SAW jika bermaksud hendak beriktikaf lebih dulu melakukan shalat subuh, lalu masuk ke tempatnya beritikaf. Dan pada suatu kali ia bermaksud hendak beritikaf pada 10 hari terakhir dari Ramadhan. Maka disuruhnyalah membuat ruangannya hingga selesai. "

Tapi ini perintah untuk nabi sendiri, bukan untuk yg lain. Maka perintah Nabi kepada istrinya buat merobohkan bangunan mereka dan ditinggalkan itikaf oleh mereka setelah berniat,  menjadi bukti bolehnya menghentikan itikaf setelah memulai.

Juga hadits tersebut menjadi bukti bahwa seorang suami boleh melarang istri melakukan itikaf tanpa ijin.
Selain itikaf, seorang isteri harus ijin pada suami jika mau berpuasa sunah.
Syarat itikaf ia harus muslim,  mumaiyiz,  suci dari janabat, haid dan nifas.

*4. Bila hari jumat bersamaan dengan hari raya*

Apabila hari raya bertepatan dengan hari jumat maka gugurlah kewajiban shalat jumat bagi orang yang telah mengerjakan shalat hari raya. Berdasarkan hadits :

" Nabi SAW bershalat hari raya kemudian memberi kelonggaran dalam mengerjakan shalat Jum'at. Sabda beliau : " Siapa yang suka bershalat jumat maka bershalatlah".

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

قَدِ اجْتَمَعَ فِى يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ

Artinya: “Pada hari ini terkumpul bagi kalian dua hari raya, barangsiapa yang ingin mencukupkan dengan (shalat id) dari shalat Jum’at, maka itu cukup baginya, tetapi kami tetap shalat Jum’at bersama“. (HR. Abu Daud)

Terhadap imam dia disunahkan tetap shalat jumat,agar dapat diikuti oleh orang yang shalat jumat.

Menurut madzab Hambali orang yang tidak shalat jumat sebab sudah shalat hari raya dia wajib shalat dhuhur,  tapi madzab lainnya tidak mewajibkan shalat dhuhur.

اجْتَمَعَ يَوْمُ جُمُعَةٍ وَيَوْمُ فِطْرٍ عَلَى عَهْدِ ابْنِ الزُّبَيْرِ فَقَالَ عِيدَانِ اجْتَمَعَا فِى يَوْمٍ وَاحِدٍ فَجَمَعَهُمَا جَمِيعًا فَصَلاَّهُمَا رَكْعَتَيْنِ بُكْرَةً لَمْ يَزِدْ عَلَيْهِمَا حَتَّى صَلَّى الْعَصْرَ

“Di masa Ibnu Az-Zubair pernah hari ied jatuh pada hari Jumat. Ibnu Az-Zubair lantas berkata, ‘Telah bergabung dua hari raya (hari ied dan hari Jumat) di satu hari. Dia menggabungkan keduanya.’ Di pagi hari ia melakukan shalat dua raka’at dan Ibnu Az-Zubair tidak menambah lagi dari itu sampai ‘Ashar.” (HR. Abu Daud)

Pada waktu itu penduduk rumahnya jauh,  maka ketika mendatangi masjid mereka menempuh jarak yang jauh.  Maka melonggarkan tidak shalat jumat tadi adalah kebijakan Rasul.
Sekarang kita rumah dekat masjid dan transportasi mudah,  maka kita tetap melakukan shalat jumat.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Senin, 04 Juni 2018

Kajian Ahad Sendang Gede

Kajian Ahad SENDANG GEDE

NUZULUL QUR'AN DALAM AL QUR'AN

18 Ramadhan 1439 H / 3 Juni 2018

Dr. H. Rozihan MAg.

*Tafsir Nuzulul Qur'an*

Banyak kisah tentang Nuzulul Qur'an dari perspektif sejarah tentang turunnya Al Qur'an. Dari perspektif sejarah maka Al Qur'an ini turun sebagai petunjuk bagi manusia.  Ini tidak salah karena memang disebut :

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْۤ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ

"Bulan Ramadan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia ...." (QS. Al-Baqarah 185)

Namun dari Perspektif Tafsir Al Qur'an ada yang lebih penting lagi.

*1. Al Qur'an "menjinakkan" indera*

Salah satu diantaranya adalah bahwa kita itu diperintahkan untuk "menjinakkan" indera,  terutama telinga kita. Kenapa dengan telinga?

وَلَا تَقْفُ مَا لَـيْسَ لَـكَ بِهٖ عِلْمٌ   ۗ  اِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوْلًا

"Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya."(QS. Al-Isra' 36)

Pendengaran dulu yang akan diminta pertanggung-jawaban. Wahyu itu suara,  jadi wahyu itu didengarkan, karena wahyu adalah Firman atau ucapan Allah.
Maka ada ayat :

 وَكَلَّمَ اللّٰهُ مُوْسٰى تَكْلِيْمًا

"... Dan kepada Musa, Allah berfirman langsung." (QS. An-Nisa' 164)

Ketika bayi lahir yang diadzani telinga.
Ketika manusia sekarat yang ditalqin telinga. Telinga itu sangat tajam, ketika mau tidur akan mudah bila telinga dijinakkan dengan lagu yang lembut. Melihat televisi jika tanpa suara tidak menarik. Mendengar dapat dilaksanakan dengan pekerjaan lain. Memotong sayur dapat dilakukan bersamaan dengan mendengarkan lagu, tapi akan berbahaya jika dilakukan sambil nonton TV.
Maka pendengaran itu sangat penting.

*2. Al Qur'an menerangi hati yang gelap*

الٓرٰ  ۗ   كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ لِـتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِ   ۙ  بِاِذْنِ رَبِّهِمْ اِلٰى صِرَاطِ الْعَزِيْزِ الْحَمِيْدِ

"... Ini adalah Kitab yang Kami turunkan kepadamu Muhammad agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan mereka, yaitu menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa, Maha Terpuji."
(QS. Ibrahim 1)

Al Qur'an diturunkan untuk mengeluarkan manusia dari gelap gulita, maksudnya adalah gelapnya hati. Hati yg gelap sangat berbahaya.  Karena hati gelap ada Bapak menghamili anaknya. Karena hati gelap ada Ibu membuang bayinya.
Rosulullah bersabda : “Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal darah. jika segumpal darah tersebut baik maka akan baik pulalah seluruh tubuhnya, adapun jika segumpal darah tersebut rusak maka akan rusak pulalah seluruh tubuhnya, ketahuilah segumpal darah tersebut adalah hati.” (HR Bukhori-Muslim).

Maka ketika kita puasa sebenarnya yg dibidik adalah hati atau jiwa agar bersih,  karena hati dampaknya luar biasa. Ketika hati marah maka dampaknya ke seluruh tubuh : Tangan berkacak pinggang, Telunjuk menuding-nuding, Mata melotot, Wajah memerah, Ucapan kasar ...

*3. Al Qur'an obat Penawar Hati agar senang*

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْـقُرْاٰنِ مَا هُوَ شِفَآءٌ وَّرَحْمَةٌ لِّـلْمُؤْمِنِيْنَ

"Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, ...." (QS. Al-Isra'  82)

مَاۤ اَنْزَلْـنَا عَلَيْكَ الْـقُرْاٰنَ لِتَشْقٰۤى

"Kami tidak menurunkan Al-Qur'an ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah;" (QS. Ta-Ha  2)

Agama mengajarkan agar kita hidup senang dan tenang sehingga nyaman. Jika kita cemas maka hidup terganggu.

ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ  ۛ  فِيْهِ  ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَ

"Kitab Al-Qur’an ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa," (QS. Al-Baqarah 2)

Supaya tenang maka menurut saja pada Al Qur'an,  pasti tak ada keraguan. Menurut terhadap apa-apa yg diperintahkan,  misalnya antara lain adalah perintah untuk menikahkan anak yang telah dewasa, tak perlu takut miskin karena setelah menikah pasti muncul kemauan berusaha mencari rezeki.

*4. Al Qur'an melarang keserakahan*

Surat yang pertama kali turun di Mekkah bukanlah tentang Tauhid,  tetapi tentang bahayanya keserakahan. Karena memang Tauhid itu ada hubungan dengan Keserakahan. Ada 12 surat yang dapat menjelaskan hal itu,  tapi disini tidak akan dibahas semua . Ayat-ayat tersebut tak ada yang membahas tentang ibadah kepada Allah.

4. 1 . Tafsir Surat Al Alaq 6-8

Biasanya orang akan fokus pada Surat Al Alaq ayat 1-5 ketika disebut tentang ayat yang pertama kali turun. Tetapi Kuncinya sebenarnya ada pada ayat lanjutannya,  yaitu ayat 6, 7 dan 8.

كَلَّاۤ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَيَطْغٰۤى اَنْ رَّاٰهُ اسْتَغْنٰى اِنَّ  اِلٰى رَبِّكَ الرُّجْعٰى
"Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup. Sungguh, hanya kepada Tuhanmulah tempat kembalimu." (QS. Al-'Alaq 96: Ayat6- 8)

Manusia itu sewenang-wenang, sombong dan bertindak semaunya sendiri. Lihat saja ketika dia merasa sehat maka apa saja dimakan dan kadang tak terkendali,  semaunya sendiri. Mengambil makanan ketika pesta prasmanan dengan berlebihan,  akhirnya dibuang,  mubadzir.
Itu karena manusia merasa cukup. Cukup uang,  cukup jabatan dan cukup ilmu mengakibatkan manusia bertindak semaunya sendiri.

Maka filsafat Orang Jawa dulu sudah benar : " Ojo Dumeh " yang kelanjutannya bisa macam-macam : Ojo Dumeh Kuoso (Jangan mentang -mentang kuasa),  Ojo Dumeh sugih (Jangan mentang-mentang kaya),  Ojo Dumeh ayu (Jangan mentang-mentang cantik). Ketahuilah jika Allah berkehendak dalam waktu 2 jam saja kecantikan bisa hilang. Ketika memasak tiba-tiba kompor meledak,  maka hilanglah kecantikan.
Maka ayat ke 8 perlu diingat,  kepada Tuhanmulah kembalimu, agar kita ingat mati, agar kita tidak bersikap keterlaluan.
4. 2. Tafsir Surat Al Mudatsir 1-6

Ketika Nabi menggigil ketakutan karena ketemu Jibril,  kemudian Nabi diselimuti oleh istrinya,  maka turunlah ayat

 يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ   قُمْ فَأَنْذِرْ    وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ  وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ  وَلَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ

Hai orang yang berkemul (berselimut),bangunlah, lalu berilah peringatan!
dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi dengan maksud memperoleh balasan yang lebih banyak.

Kita diminta membersihkan pakaian. Pakaian ini adalah kiasan. Bahwa kadang manusia berpakaian kera (tak tahu malu),  kadang pakaian tikus (menjengkelkan). Itu semua harus dibersihkan.
Kemudian Kuncinya jika memberi jangan mengharap balasan. Memberi dengan mengharap balasan pasti akan kecewa. Banyak orang yg diberi namun tidak berterima kasih,  diberi salam tapi tidak mau menjawab. Jika mengharap balasan akan sakit hati,  maka jika memberi jangan mengharap balasan, karena itu tanda keserakahan.

4.3. Tafsir Surat Al Lahab 2-3

مَاۤ اَغْنٰى عَنْهُ مَالُهٗ وَمَا  كَسَبَ سَيَصْلٰى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ

"Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka)." (QS. Al-Lahab Ayat 2-3)

Ayat ini merupakan peringatan bagi yg menumpuk harta.  Bahwa harta harus dizakati.  Orang-orang yang serakah tak mau membayar zakat,  dia akan masuk neraka.
Maka ketika mempunyai uang harus diputar dan dimanfaatkan menjadi suatu investasi. Bila harta disimpan dan harus dizakati, maka harta bisa habis. Karena besaran zakat harta yg tidak dimanfaatkan adalah 2,5% dari harta.
Namun bila diputar dan menghasilkan,  yang dizakati adalah hasilnya bila telah mencapai nishob. Bila tidak mampu memutar harta, bisa dititipkan ke lembaga misal Bank.

4. 4. Tafsir Surat Al Humazah 1-3

وَيْلٌ لِّـكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ  الَّذِيْ جَمَعَ مَالًا وَّعَدَّدَهٗ  يَحْسَبُ اَنَّ مَالَهٗۤ اَخْلَدَهٗ

"Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya." (QS. Al-Humazah Ayat 1-3)

Orang yg suka mengumpulkan harta, ketika dia tahu hartanya tak bertambah dia akan mengumpat. Dia merasa bahwa dengan harta yang banyak akan kekal.
Itu adalah keserakahan.  Padahal uang yang disimpan tidak kekal,  justru uang yang disedekahkanlah yang kekal.

Rasulullah SAW bersabda,

" يَقُولُ ابْنُ آدَمَ: مَالِي، مَالِي، قَالَ: وَهَلْ لَكَ، يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلَّا مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ، أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ، أَوْ تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ؟

“Anak Adam akan berkata, “Hartaku, Hartaku!” Lalu dikatakan, “Wahai Anak Adam! Bukankah hartamu yang telah kamu makan lalu habis atau yang kamu pakai lalu usang, atau yang kamu sedekahkan. Itulah yang kamu bawa.” (HR. Muslim, Tirmidzi, dan Nasa’i)

Ibaratnya bila uang kita 5 juta,  disedekahkan 1 juta maka yang kekal jadi milik kita adalah 1 juta,  sisanya jadi warisan ketika kita mati.

4. 5 Tafsir Surat Al Ma'un, 1-3

Allah SWT berfirman:

اَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِ فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَ وَ لَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِ

"Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin."
(QS. Al-Ma'un Ayat 1-3)

Menyantuni anak yatim itu penting,  bahkan sampai ada kisah Sufi tentang ustadz masuk neraka dan Pelacur masuk surga.

Ada seorang Ustadz dan pelacur. Sang Ustadz berusaha menasehati Pelacur dan menawarinya bekerja jadi pembantu rumah tangganya. Kedekatan ustadz dengan Pelacur mengakibatkan kecemburuan istrinya. Dan akhirnya Pembantu dikeluarkan dan karena tak ada kerja lain,  kembali jadi Pelacur.

Beberapa lama kemudian sang Ustadz dan pelacur tersebut meninggal dunia. Yang melayat ustadz banyak sekali sampai meluber,  sebaliknya Pelacur sampai membusuk tak ada yang merawatnya. Dalam perjalanan ke akhirat, mereka berdua bertemu dan terjadi dialog.

Ustadz: Hai pelacur kamu mau ke mana?
Pelacur: Saya akan ke surga.
Ustadz: Tidak mungkin kamu ke surga karena hidup kamu penuh dengan dosa.
Pelacur: Hidup saya memang penuh dengan dosa, tapi hal itu saya lakukan karena tidak ada pilihan lain dan saya tidak pernah berniat untuk melakukan hal tersebut.
Ustadz: Saya yang akan menuju surga karena hidupku penuh dengan ibadah setiap hari.
Kemudian Ustadz bertanya pada Malaikat:

Ustadz: Malaikat, apakah benar perempuan ini akan menuju surga..?
Malaikat: Ya, benar perempuan ini menuju surga dan anda akan menuju neraka.
Ustadz: Tidak bisa.!!, kehidupan saya terbalik dengan dia. Hidup saya penuh dengan amal ibadah dan dia penuh dengan dosa. Pasti ada kesalahan. Saya tidak percaya ini, coba tanyakan pada Allah.
Akhirnya Malaikat pergi menghadap Allah dan beberapa saat kemudian kembali lagi.

Ustadz: Bagaimana Malaikat? Saya pasti ke surga dan dia ke neraka.
Malaikat: Tidak, kamu tetap ke neraka dan perempuan ini ke surga.
Ustadz: Loh.. kok bisa?
Malaikat : Memang benar hidup kamu penuh dengan ibadah, pahala. Hidup kamu lebih baik dengan dia.
Pelacur ini anak yatim dan memelihara anak , dia tak punya penghasilan dan kerja karena terpaksa.
Kamu melihatnya tanpa peduli penderitaannya , kamu selalu menghitung-hitung dosanya. Setiap kamu menghitung dosa wanita ini pahalamu diberikan kepadanya sampai akhirnya pahalamu habis.
Akhirnya perempuan ini masuk surga karena pahala yang kamu berikan.
Bukankah kamu seorang Ustadz sudah tahu hal ini ? Bukankah kamu Ustadz sudah tahu kewajiban menyantuni anak yatim?

Kisah di atas adalah dongeng Sufi, intinya adalah betapa pentingnya menyantuni anak yatim. Mereka yang tak mau menyantuni disebut sebagai pendusta agama. Tauhid sangat terkait dengan kepedulian sosial.
Dulu Kiyai Ahmad Dahlan berbulan-bulan mengajarkan ayat ini,  sampai santri bosan.  Akhirnya santri dianggap lulus setelah bisa praktek. Jadi Al Qur'an tak cukup dipelajari.

4.6. Tafsir Surat At Takatsur 1-2

اَلْهٰٮكُمُ التَّكَاثُرُ حَتّٰى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ

"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur." (QS. At-Takasur Ayat 1-2)

Bermegah-megah menumpuk Kekayaan itu tidak salah asal tidak lalai kewajiban membayar zakat, infaq.  Itu harus terus dikerjakan sampai ajal menjemput. Menumpuk harta tidak salah tetapi akan diminta pertanggung jawaban.

4. 7. Tafsir Surat Al Lail 5-10

فَاَمَّا مَنْ اَعْطٰى وَاتَّقٰى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنٰى فَسَنُيَسِّرُهٗ لِلْيُسْرٰى
وَاَمَّا مَنْۢ  بَخِلَ وَاسْتَغْنٰى وَكَذَّبَ بِالْحُسْنٰى فَسَنُيَسِّرُهٗ لِلْعُسْرٰى
"Maka barang siapa memberikan hartanya di jalan Allah dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan. Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak perlu pertolongan Allah), serta mendustakan pahala yang terbaik, maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kesukaran." (QS. Al-Lail Ayat 5- 10)

Perintah utamanya ternyata MEMBERIKAN HARTA bukan TAKWA. Karena Takwa itu mudah,  sedangkan memberi itu sulit.  Takwa itu artinya hati-hati,  adapun Memberi itu adalah sikap perbuatan hati-hati dari bahaya Keserakahan.
Maka janganlah merasa terlalu sedih bila kehilangan dan jangan terlalu senang jika mendapatkan.

4. 8 Tafsir Surat Al Balad 12-16

وَمَاۤ اَدْرٰٮكَ مَا الْعَقَبَةُ   فَكُّ رَقَبَةٍ اَوْ اِطْعٰمٌ فِيْ يَوْمٍ ذِيْ مَسْغَبَةٍ  يَّتِيْمًا ذَا مَقْرَبَةٍ  اَوْ مِسْكِيْنًا ذَا مَتْرَبَةٍ

"Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan sukar itu?
Yaitu melepaskan perbudakan, atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan, kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir." (QS. Al-Balad Ayat 12-16)

Hal yang sulit adalah melepas budak. Menurut tafsir yang dimaksud adalah bahwa kita ini diperbudak materi.  Itu harus dilepaskan.  Kemudian memberi makan orang yang lapar.
Berikutnya memberi kepada anak yatim yang kerabat. Itu adalah perbuatan sulit karena biasanya kerabat tidak mengenal terima kasih. Dia menganggap itu sudah kewajiban,  maka kadang sudah diberi masih mencemooh. Beda dengan memberi orang yang jauh,  Pemberian tak seberapa sudah amat berterima kasih.
Ayat ini teguran bahwa kita lebih senang menyantuni orang jauh daripada keluarga dekat. Maka kita di ayat lain dilarang mengharap balasan jika memberi.

Masih ada lagi Surat Ad Dhuha yang melarang menghardik anak yatim atau mencela orang miskin. Juga Surat Al In syirah.
Jadi jelas Nuzulul Qur'an itu pertama kali yang diperintahkan mengenai Tauhid pasti terkait dengan Jangan Serakah dan Kepedulian Sosial.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK