Minggu, 15 Oktober 2017

Pengajian Ahad AMM Banyumanik

Pengajian Ahad AMM Banyumanik

25 Muharram 1439 H /15 Oktober 2017

Bp. Ahmad Taufan

Tentang Iman (2)

Sesungguhnya kualitas kita sebagai seorang mukmin ditentukan oleh seberapa seriusnya kita menuntut ilmu.
Allah akan mengangkat derajad seorang mukmin dan Allah akan mengangkat lebih tinggi lagi derajad orang yg berilmu.

Nikmat islam adalah nikmat yg tak bisa dibandingkan,  karena dikatakan.

فَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْـتُمْ مُّسْلِمُوْنَ ۗ ‏

"..... maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim." (QS. Al-Baqarah  132)

Artinya ketika kita sudah islam baru boleh mati,  karena dijamin aman.

Tantangannya adalah bagaimana mengaplikasikan keislaman pada diri kita? Bagaimana mengaplikasikan Al Qur'an pada diri kita?
Kita diperintahkan untuk mengikuti Rasul,  karena Allah sendiri mengakui bahwa Rasulullah SAW berbudi pekerti tinggi.

وَاِنَّكَ  لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ

"Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur." (QS. Al-Qalam 4)

Begitu mulianya sampai Malaikat pun diperintahkan untuk bershalawat kepada Rasulullah.

Maka ketika kita menyaksikan Allah sebagai Tuhan,  Allah memberikan persyaratan agar kita menyaksikan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah yg diutus untuk membawa Risalah Allah yaitu Kitabullah Al Qur'an.
Mereka yg kemudian mengajarkan Al Qur'an dijamin sebagai manusia terbaik.
Rasulullah SAW bersabda :

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ .

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.” (Hadits Buchory)

Sebelum diutusnya Rasulullah ke dunia untuk menyampaikan Risalah,  maka umat manusia benar-benar dalam kegelapan.  Maka terangilah kehidupan dengan cahaya iman.

Beberapa waktu yg lalu kita sudah membahas iman dalam konteks umum :

- Iman itu adalah Ruh Kehidupan.
- Iman itu yg mengubah seseorang yg putus asa menjadi berharta.
- Iman itu yg mengubah seseorang yg lemah menjadi kuat.
- Iman itu karunia Allah yg tak bisa dibandingkan dengan apapun.

Iman itu mempunyai Ruhul Iman yaitu Iman kepada Allah SWT. Seperti yg kita baca pada kalimat Syahadat.
Pertanyaannya apakah kita pernah serius bersyahadat?  Pertanyaan ini mungkin dianggap aneh karena kita tiap hari shalat. Namun bukankah Allah juga bertanya memastikan keimanan :

وَ اَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ  ۚ  اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ  ۗ  قَالُوْا بَلٰى  ۛ  شَهِدْنَا 

".... dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka , Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, Betul, kami bersaksi....." (QS. Al-A'raf 172)

Kemudian ketika kita di dunia, kalimat kesaksian diubah menjadi :

أَشْهَدُ ألا إله الا الله

Asyhadu an Laa Ilaaha Illallah.
Kalimat ini adalah kalimat yg mengubah Umar bin Khattab,  kalimat ini yg  mengubah Bilal bi Rabbah.
Kalimat ini adalah tiket kita menuju sorga apapun kondisinya.

مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الجَنَّةَ

”Barangsiapa yang akhir perkataannya sebelum meninggal dunia adalah ‘lailaha illallah’, maka dia akan masuk surga” (HR. Abu Daud)

Ketika kita bersumpahpun juga bersaksi terhadap Dzat Allah. Maka konsekwensi dari kesaksian terhadap Allah mestinya adalah ketaatan kepada Allah SWT.
Ketika ada panggilan shalat lewat adzan,  apa respond kita?  Padahal dalam adzan diingatkan lagi Syahadat kita.
Ketika ada panggilan Jihad,  ketika ada panggilan untuk Amar Makruf Nahi Mungkar ada dimana diri kita?
Itu semua adalah konsekwensi dari Keimanan kepada Allah SWT.

Kemudian kita diperintah untuk Iman kepada Malaikat dan yg lainnya.
Maka seharusnya kita bersikap :

 سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا

"... Kami mendengar, dan kami taat.." (QS. An-Nur 51)

Dikisahkan ada sahabat baru nikah,  mendapat panggilan jihad.  Maka dia tetap "Samikna wa Atho'na". Dalam keadaan junub dia berperang dan gugur.
Dia mati Sahid dan tak perlu dimandikan. Demikianlah kualitas iman Para Sahabat.

Rukun Iman induknya adalah Iman kepada Allah. Demikian juga Rukun Islam induknya adalah Syahadat.
Adapun Rukun berikutnya adalah konsekwensinya.
Maka ketika ada pertanyaan bisakah membatalkan keimanan?  Itu adalah pertanyaan yg sensitif.
Kita ingat pendiri-pendiri Persyarikatan bahkan sampai urusan pakaian saja sangat hati-hati,  tak mau sama dengan penjajah.

Kita perlu meningkatkan, muhasabah iman kita,  karena konsekwensinya banyak sekali.
Memahami Allah yg arrahman dan arrahiem saja terkadang keliru.  Kadang kita mengatakan arrahman bila sesuai selera kita, padahal yg kita suka belum tentu baik bagi diri kita, dan sebaliknya.

وَعَسٰۤى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْــئًا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّـکُمْ ۚ  وَعَسٰۤى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْــئًا وَّهُوَ شَرٌّ لَّـكُمْ ۗ  وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْـتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ

"... dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah  216)

Kenapa Pengajian sepi dari anak muda?  Apa karena hari ahad mereka berlibur?
Mereka mungkin tidak suka,  padahal pengajian adalah sesuatu yg baik.
Anak muda adalah harapan kita,  sampai dulu Ir. Sukarno menyampaikan : Berikan padaku 10 anak muda dan akan kuguncang dunia.

Kemana anak muda?  Pertanyaan ini terjawab,  oh karena ada motor mereka berlibur ke tempat lain,  oh karena Ada HP.  Ini semua contoh nyata,  sesuatu yg disenangi bisa menjauhkan dari sesuatu yg baik, yaitu mendekatkan diri kepada Allah.

Bagaimana jika Pengajian bentrok dengan acara nonton bola? Bagaimana menyikapinya itulah tingkat keimanan kita. Bila kita iman kepada Allah maka hati akan tenang hanya dengan mengingat Allah.

Allah SWT berfirman:

اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ  ۗ  اَ لَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ 

"yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd 28)

Apakah benar kita tenang hanya karena mengingat Allah?
Ternyata kita tenang karena masih punya penghasilan,  masih punya tabungan.
Tetapi bagaimana jika kita mendapat cobaan sehingga dalam kesempitan?
Masihkah tetap beriman?

اَمْ حَسِبْتُمْ اَنْ تَدْخُلُوا الْجَـنَّةَ وَ لَمَّا يَأْتِكُمْ مَّثَلُ الَّذِيْنَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۗ  مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَآءُ وَالضَّرَّآءُ وَزُلْزِلُوْا حَتّٰى يَقُوْلَ الرَّسُوْلُ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗ مَتٰى نَصْرُ اللّٰهِ ۗ  اَ لَاۤ اِنَّ نَصْرَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ

"Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan seperti yang dialami orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang dengan berbagai cobaan, sehingga rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, Kapankah datang pertolongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat." (QS. Al-Baqarah 214)

Para sahabat dulu merasa tenang karena iman,  sehingga perintah shalat, zakat, jihad semua dijalani dengan ikhlas.
Ketika Abu Bakar datang dengan membawa semua asetnya untuk keperluan jihad, ditanya Nabi :
“Wahai Abu Bakar,” tanya Nabi kepada sahabat sekaligus mertuanya itu, “berapa yang kausisakan untuk keluargamu?” Jawab beliau, “Aku menyisakan Allah dan Rasul-Nya untuk mereka.”

Begitulah iman Para Sahabat,  sementara kita tenang karena punya Tabungan.
Padahal kita tiap hari mungkin membaca doa :
اَللّٰهُ الصَّمَدُ 

"Allah tempat meminta segala sesuatu."
(QS. Al-Ikhlas  2)

Padahal pertolongan Allah itu dekat.
Iman kepada Allah ini masalah fundamental. Hendaknya iman kepada Allah selalu menjadi spirit segala tindakan kita.
Pernahkah kita berfikir,  apakah Pendiri Persyarikatan ini kaya?  Tidak, mereka adalah ahli dalam berkurban,  mereka tenang karena merasa dekat dengan Allah.

اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَلَمْ يَلْبِسُوْۤا اِيْمَانَهُمْ بِظُلْمٍ اُولٰۤئِكَ لَهُمُ الْاَمْنُ وَهُمْ مُّهْتَدُوْنَ

"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk." (QS. Al-An'am 82)

Iman kepada Allah adalah Cinta hanya kepada Allah,  taat hanya kepada Allah,  tidak kepada yg lain.

Demikian semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar