Minggu, 27 Januari 2019

Kajian Ahad Muhammadiyah Banyumanik

KAJIAN AHAD MUHAMMADIYAH BANYUMANIK

MEMBACA AYAT KAUNIYAH

Tanggal : 21 Jumadil Awal 1440 H/ 27 Januari 2019

Nara Sumber : Ir. H. Didik Udiono


Sejak awal KH Ahmad Dahlan mengajak kita untuk tidak menutup mata dengan kenyataan. Pada saat itu memang pada umumnya orang mengaji dengan "memakai kaca mata kuda", apa yang dipelajari adalah yang dibaca dalam kitab saja,  apakah nanti aplikatif terhadap situasi dan kondisi pada saat itu, tidak dihiraukan.

Problem yang ada di masyarakat : apa dan bagaimana tak pernah dikaji,  yang penting mengaji kitab.
Maka ketika KH Ahmad Dahlan mengaji Surat Al Ma'un dan memintanya untuk mengaplikasikannya menjadi babak baru perkembangan Islam di Tanah Air.

Pada hakekatnya semangat Al Ma'un ini tidak akan pernah usang. Bukan tentang suratnya tapi semangatnya. Intinya bagaimana agar kita menjadi lebih peduli dalam memahami persoalan yang berkembang dalam masyarakat. Kita masih ingat mengapa sampai ada atlit Yudo sampai diskwalifikasi hanya gara-gara tak mau melepas jilbab?  Itu salah satu contoh.

Masih hal-hal yang sederhana, Sudah biasa diantara kita setelah selesai shalat berdzikir dengan keras "Laa ilaha ilallah".
Kalau kita pandang dari theori makrifatullah sebagai buah dari ilmu, ketika imam yang memimpin mengawali dzikir ini dengan kalimat :
_fa'lam annahuu laaa ilaaha illallohu_  ada pemahaman yang tidak benar terhadap maksud ayat tadi.

Kalimat tadi diambil dari ayat 19 Surat Muhammad dimana Allah SWT berfirman:

فَاعْلَمْ اَنَّهٗ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ

"Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah selain Allah,..." (QS. Muhammad 19)

Imam Bukhari mengatakan

العِلمُ قَبلَ القَولِ وَالعَمَلِ

Ilmu itu sebelum ucapan dan amalan.
Bahwa ayat ini harus diilmui, bermakna agar semua ucapan dan amalan dicari dasar ilmunya. Tidak sekedar dihapal dan dibunyikan.
Artinya bukan perintah untuk mengucapkan Laa ilaha ilallah.

Ada yang lebih tepat mengawalinya dengan kalimat :
_Jaddidu imanakum bil qaul laa ilaha ilallah_
Dasarnya perintah hadits untuk memperbanyak ucapan Kalimat Tauhid. Rasulullah SAW bersabda :

“جَدِّدُوا إِيمَانَكُمْ “، قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، وَكَيْفَ نُجَدِّدُ إِيمَانَنَا؟ قَالَ: ” أَكْثِرُوا مِنْ قَوْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ “

“Perbarui iman kalian”
“Ya Rasulullah, bagaimana cara kami memperbarui iman kami?” tanya para sahabat. Beliau bersabda, “Perbanyaklah mengucapkan ‘Laa ilaaha illallaah’.”

KH Ahmad Dahlan mengajarkan kepada kita untuk tidak menutup mata terhadap persoalan-persoalan yang ada di masyarakat yang harus kita tanggapi. Inipun sebenarnya adalah perintah Allah.

وَقُلِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ سَيُرِيْكُمْ اٰيٰتِهٖ فَتَعْرِفُوْنَهَا ۗ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ٪

"Dan katakanlah Muhammad, Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya. Dan Tuhanmu tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. An-Naml  93)

Allah memperlihatkan ayat-ayatNya, baik itu Ayat Qauliyah (Al Qur'an)  maupun Ayat Kauniyah (Kenyataan yang ada). Saat ini Ayat Qauliyah sudah lengkap. Kalau ada yang mengatakan belum lengkap hanyalah kaum Syi'ah. Kita sebagai Umat Ahlus Sunnah meyakini Al Qur'an sudah lengkap,  maka yang masih akan diperlihatkan Allah adalah Ayat Kauniyah.
Demikian yang diajarkan KH Ahmad Dahlan,  bahwa kita harus peka pada Ayat-ayat Kauniyah ini.

Masalahnya ada pada akhir ayat 93 surat An Naml di atas bahwa Allah akan menilai bagaimana respond kita terhadap Ayat Kauniyah tadi.
Ini penting agar kita tidak pasif. Kita diperintahkan belajar kemana saja tidak dibatasi, karena pedomannya sudah jelas dari Rasulullah SAW. Jika meninggalkan pedoman ini pasti akan tersesat.

Maka kita berpedoman
_undzur maa qoola walaa tandzur man qoola_ “Lihat apa yang disampaikan namun jangan lihat siapa yang menyampaikan.”
Maka belajarlah kemana saja.

Nabi Muhammad SAW bersabda,

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ

Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi).

Pedomannya Al Qur'an dan Sunnah.
Penyebutannya tak boleh dibalik Sunnah dan Al Qur'an, karena sabda Rasulullah itu selalu bermakna. Urutannya ada maksudnya. Karena faktanya yang namanya Sunnah itu baru ditulis ratusan tahun setelah Rasulullah wafat. Maka dalam masalah Sunnah itu tidak mudah,  karena jaminan Allah tidak jelas. Yang dijamin Allah hanyalah Al Qur'an.

اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰـفِظُوْنَ

"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami pula yang memeliharanya."
(QS. Al-Hijr 9)

Maka ketika ada keliru sedikit saja dalam Al Qur'an, pasti segera diketahui. Ada yang ingin merekayasa terjemahnya untuk mendukung kepentingannya,  pasti segera diketahui.
Beda dengan Sunnah. Yang datang kepada kita adalah berita tentang Sunnah. Penulisnya sendiri tidak melihat Sunnah ,  yang melihat Sunnah adalah Para Sahabat.

Sekarang ini ada yang keliru, mereka tidak menghiraukan Al Qur'an karena merasa sudah mengikuti Sunnah. Padahal yang dijamin Allah adalah Al Qur'an, tak ada perdebatan tentang hal ini. Terhadap Sunnah masih banyak kilafiyah , saling klaim mana yang shahih dan mana yang bukan.

Dalam Surat Al A'raf. 3 , Allah SWT memerintahkan sesuatu dan sekaligus melarang sesuatu dalam satu statement sehingga jelas perbedaannya.

اِتَّبِعُوْا مَاۤ اُنْزِلَ اِلَيْكُمْ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوْا مِنْ دُوْنِهٖۤ اَوْلِيَآءَ ۗ قَلِيْلًا مَّا تَذَكَّرُوْنَ

"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti selain Dia sebagai pemimpin. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran."
(QS. Al-A'raf.  3)

Perintahnya : ittabi'uu (Ikutilah.!)
Ikuti apa yang diturunkan, yaitu Al Qur'an.

Larangannya : wa laa tattabi'uu (janganlah kamu ikuti! )
Siapa yang jangan diikuti?  Mereka adalah Pemimpin selain Dia yang sejalan dengan Al Qur'an.

Al Qur'an memerintahkan kita untuk mengikuti ajaran islam secara kaffah.

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ کَاۤ فَّةً ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۗ اِنَّهٗ لَـکُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah 208)

Islam mengatur kehidupan secara keseluruhan, baik itu sosial, ekonomi bahkan sampai ke wilayah politik.
Maka ketika ada Pemimpin mengatakan : " Jangan mencampur adukkan agama dengan Politik" , ini bertentangan dengan Al Qur'an.
Menurut Dr. Amin Rais pernyataan ini juga bertentangan dengan Pancasila.

Al Qur'an jelas mengatur tentang politik. Jika ada orang yang menutup mata tentang hal ini berarti dia meninggalkan Al Qur'an.
Buya Hamka sebagai Ketua MUI mengeluarkan fatwa haram bagi orang muslim untuk mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan non muslim. Larangan ini didasarkan sejarah pada jaman Nabi Muhammad SAW yang pernah diajak untuk kompromi oleh Kaum Kafir Mekkah.

Ketika dakwah Nabi Muhammad SAW dianggap mulai mengganggu kenyamanan Kaum Kafir Mekkah,  maka mereka menegosiasi Nabi Muhammad. Negosiasi tak berhasil,  mereka mengajukan Kompromi "win-win solution" dengan cara bergantian harus saling mengikuti ibadah. Periode ini semua mengikuti Nabi Muhammad,  periode berikutnya semua mengikuti Kaum Kafir Mekkah.

Sekarangpun ada pula gejala semacam,  dengan dalih toleransi mari kita gantian. Kalau Iedhul fitri semua merayakan hari Raya Muslim nanti kalau Hari Natal semuanya juga merayakan Natal.
Secara manusiawi cara ini win-win solution,  seolah-olah baik.  Mungkin menurut pertimbangan kita juga baik. Apalagi kita,  pada zaman dulu Nabi Muhammad sendiri sempat ragu-ragu,  tidak langsung menolak terhadap usulan Kompromi.

Pada saat Nabi ragu-ragu tadi turunlah ayat :

لَـكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ٪

"Untukmu agamamu, dan untukku agamaku." (QS. Al-Kafirun 6)

Allah SWT melarang Nabi Muhammad SAW mengadakan kompromi dalam masalah ibadah agama.

Maka Buya Hamka telah melarang dengan tegas tentang mengikuti perayaan Natal. Bahkan kemudian Kiyai Makruf tahun 2016 juga mengeluarkan fatwa menindak lanjuti hal itu,  karena banyak Pengusaha Non Muslim memaksa karyawan Muslim mengenakan atribut Natal. Beliau mengeluarkan fatwa larangan memakai atribut Natal. Meskipun dua tahun kemudian beliau dengan enteng mengucapkan selamat Natal.

Kok bisa berubah dengan cepat?  Dunia ini berubah dengan cepat. Pada tahun 2018 ini ternyata bukit batu sekitar Mekkah sudah menjadi bukit yang hijau penuh rumput. Padahal dua tahun lalu yaitu tahun 2016 bukit tadi masih bukit batu. Ini juga Ayat Kauniyah bahwa mungkin kita sudah dekat dengan akhir Zaman.

Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ فِيهَا مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا

“Sesungguhnya, menjelang terjadinya Kiamat ada fitnah-fitnah seperti sepotong malam yang gelap gulita, pada pagi hari seseorang dalam keadaan beriman, tetapi pada sore hari ia menjadi kafir, sebaliknya pada sore hari seseorang dalam keadaan beriman, namun dipagi hari ia dalam keadaan kafir....”  [HR. Abu Dawud]

Hadits di atas menunjukkan bahwa iman manusia dapat berubah dalam waktu setengah hari saja. Apalagi waktu dua tahun,  bisa mengubah segalanya. Yang senior dalam bidang agama belum tentu lebih baik dibanding yang yunior di bidang agama.

Pelajaran bagi kita, jangan pernah merasa ujub,  jangan merasa bangga terhadap ilmu agama yang telah diberikan Allah kepada kita. Meskipun sudah banyak kitab kita baca,  mengaji juga sudah lama,  menjalani rukun islam juga sudah lama,  jangan bangga karena itu semua belum menjamin kita lolos dari ujian keimanan dari Allah.

Dalam satu hadits Rasulullah SAW bersabda :
".. Sungguh kitab (Al Quran)  dan Sulthan (Penguasa) , dalam waktu dekat saling menjauhi" .

Di Jaman Rasul sebagai Pemimpin Madinah , kedua Poros itu menyatu,  karena seperti kata Aisiyah bahwa akhlak Rasulullah itu adalah Al Qur'an. Maka tak ada masalah , Al Qur'an dan Pemimpin berimpit.
Saat ini sudah ratusan tahun setelah Rasul wafat,  kedua poros tadi Al Qur'an dan Penguasa saling menjauh. Maka kita ikuti pesan Al Qur'an yaitu agar kita mengikut Kitab dan jangan mengikut Pemimpin yang meninggalkan Kitab.
Mengambil jarak dengan pemimpin dibolehkan ketika Pemimpin tidak sejalan dengan Al Qur'an, tetapi bila Pemimpin sejalan dengan Al Qur'an, maka wajib bagi muslim untuk mendengar dan Taat.

Rasulullah SAW bersabda :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَإِنْ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ مُجَدَّعٌ فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا مَا أَقَامَ لَكُمْ كِتَابَ اللَّهِ

“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah meskipun kalian dipimpin oleh hamba sahaya dari habasyi, dengar dan taatilah dia selama memimpin kalian dengan kitabullah.” (HR. Tirmidzi)

Maka bila yang menjadi persyaratan tidak dipenuhi kita diperintahkan untuk menjauhi Pemimpin dan mendekati Al Qur'an. Namun ini tidak mudah, banyak orang yang memilih mendekati Pemimpin dan menjauhi Al Qur'an. Hal ini karena janji Al Qur'an bersifat abstrak, sedangkan janji Pemimpin bersifat Riil,  walaupun bisa juga janji diingkari.

Dengan banyaknya umat yang meninggalkan Al Qur'an ini sampai Nabi Muhammad mengadu kepada Allah SWT.

وَقَالَ الرَّسُوْلُ يٰرَبِّ اِنَّ قَوْمِى اتَّخَذُوْا هٰذَا الْقُرْاٰنَ مَهْجُوْرًا

"Dan rasul Muhammad berkata, Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur'an ini diabaikan." (QS. Al-Furqan 30)

Kita kembalikan pada diri kita sendiri.  Kita semua adalah Pemimpin dan masing-masing akan diminta pertanggung jawaban sebagai Pemimpin.
Kepemimpinan Rumah Tangga baru eksis setelah anggota rumah tangga mengakui sebagai pemimpin. Anggota rumah tangga wajib  "Mendengar dan Taat" kepada Pemimpin,  dalam hal rumah tangga maka semua anak harus mendengar dan taat kepada Orang Tua,  sepanjang Orang Tua nya menegakkan Al Qur'an.

Mudah-mudahan kita semua bisa menegakkan Al Qur'an sehingga kita jadi Pemimpin yang baik,  didengar dan ditaati.


*TANYA JAWAB*

Pertanyaan :
Bagaimana dengan yang berdo'a dengan suara keras,  karena kita yang masih shalat kan juga terganggu.
Ada juga makmum yang membaca surat dengan keras sehingga kita terganggu,  ini bagaimana?

Jawaban :

Pertanyaan ini mengenai fiqih dan tentu ada potensi iktilaf (beda pendapat).

Ketika kita berdo'a itu sudah ada pedomannya :

اُدْعُوْا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَّخُفْيَةً ۗ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ ۚ 

"Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas."
(QS. Al-A'raf 55)

Berdo'a itu harus dengan sangat mengharapkan terkabul. Tidak dapat memaksa Allah. Namun ini tidak berarti harus suara keras.
Allah itu Maha Mendengar, dengan berbisik saja Allah Mendengar.
Dalam ayat di atas jelas,  suaranya harus lembut.

Adapun membaca Al Fatihah pada saat jadi makmum ada yang berpendapat makmum membaca Al Fatihah ada yang berpendapat cukup mendengar imam ketika imam membaca Jahr. Intinya makmum yang membaca Al Fatihah jangan sampai mengganggu,  cukup dirinya sendiri yang dengar.

Membaca Al Fatihah yang merupakan rukun saja kita tak boleh mengganggu,  apalagi berdo'a , akan lebih baik pelan. Kita tahu banyak imam setelah selesai shalat langsung mimpin do'a dengan keras,  padahal mungkin masih ada jama'ah yang masbuk.

Namun ini iktilaf,  jangan sampai berpecah belah.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

SAK

Kajian Ahad Muhammadiyah Banyumanik

KAJIAN AHAD MUHAMMADIYAH BANYUMANIK

WAKTU MENURUT AL QUR'AN

Dr. H. Haerudin SE, MT

7 Jumadil Awal 1440 H/ 13 Januari 2019

Beberapa waktu yang lalu kita telah memasuki tahun baru. Pada waktu itu semua menunggu datangnya waktu jam 00.00. Seolah-olah waktu itu berganti hanya setahun sekali - seperti gelondongan jatuh kemuka bumi - Setelah waktu datang lalu diam, terus nunggu setahun lagi. Seolah-olah seperti itu.

Bila kita punya jam analog yang berputar menunjukkan waktu,  seolah bergerak dari jam 12 menuju jam 12, seolah tak akan habis,  terus berputar. Padahal waktu itu begitu dia terlewatkan maka dia habis. Tak ada yang dapat menahan jalannya waktu.

*Waktu adalah Batas Akhir.*

Dalam Al Qur'an waktu sering dinamai dengan AJAL (batas akhir).
Ketika waktu didefinisikan dengan kata ajal,  maka segala sesuatu yang terikat oleh waktu,  seperti : Manusia, Jin , Malaikat dan makhluk lainnya ada batas akhirnya. Yang tidak terikat oleh waktu hanya Allah,  tak punya batas akhir. Allah bersifat langgeng. Maka siapapun yang diper-Tuhan, atau dianggap Tuhan dan dia ternyata mempunyai batas akhir maka dia adalah makhluk yang dianggap Tuhan.

*Waktu adalah Batas Awal.*

Waktu kadang didefinisikan sebagai DAHR (sesuatu yang tadinya tak ada kemudian ada). Dahr adalah batas awal. Allah,  Dia adalah awal dan akhir. Awalnya Allah adalah awalnya Allah dan akhirnya Allah adalah akhirnya Allah. Kita tak akan dapat memikirkan karena Allah yang menciptakan waktu.

Kita terikat oleh waktu , maka kita tak dapat menjelaskan sesuatu yang tak terikat waktu.
Dalam Surat Yasin dikatakan bahwa Allah menciptakan sesuatu cukup dengan "Kun fayakun" hal itu jangan dibayangkan Allah berfirman : "Kun !" , itu hanya dalam rangka agar kita mudah memahami. Proses sebenarnya seperti apa kita tidak tahu, karena Proses itu sendiri juga bahasa kita.

Kita tak akan dapat membayangkan atau memprediksi Sifat Allah jika mengandalkan logika kita.

Misalnya :
Tentang "keadilan" Allah,  apakah Allah tidak adil ketika ada orang yang rajin ibadah dan rajin bekerja tetapi tetap miskin. Sedangkan yang santai dan tak pernah ibadah malahan kaya raya.

Tentang "Jarak Waktu" , bahwa Orang miskin dan bertakwa akan masuk surga 1/2 hari akhirat (500 tahun) lebih cepat daripada Orang Kaya yang bertakwa.

Bagi kita sulit membayangkan waktu akhirat,  karena kita hanya mendefinisikan waktu syamsiah (matahari)  dan waktu qomariah (matahari) saja.

Waktu dapat didefinisikan atas dasar waktu itu sendiri,  dan ini berbeda-beda.

*Waktu adalah Peluang.*

Waktu adalah peluang untuk mengerjakan pekerjaan. Waktu menuntut kita memecahnya menjadi satuan-satuan : jam,  menit,  detik.
Istilah sehari, adalah dari jam 6. 00 pagi sampai jam 6. 00 malam.
Istilah semalam,  yaitu dari jam 6. 00 malam sampai jam 6. 00 pagi.
Itu semua adalah kesepakatan.
Malaikat Jibril menghadap Allah tiap hari. Padahal 1 hari akhirat itu 1000 tahun. Itu diluar sistem waktu kita.

Banyak kesepakatan tanpa kita sadari. Bahwa huruf itu ada A,  O dan sebagainya itu kesepakatan. Bahwa bahasa yang kita pakai : malam,  siang,  Ahad itu semua kesepakatan.
Karena waktu adalah peluang maka bisa dipakai dan bisa tidak. Seperti peluang bisnis bisa ditanggapi bisa dibiarkan saja,  namun waktu akan berjalan terus tak peduli apa sikap kita.

Waktu adalah satu-satunya aset yang diberikan Allah kepada kita dalam keadaan selalu baru. Kita tak dapat memakai waktu yang telah lewat. Sampai kapanpun tak akan pernah berulang. Ada hadits tentang dua kenikmatan yang terkait waktu bahwa kita menyadari kenikmatannya setelah dia hilang.

Yang pertama adalah KESEHATAN.
Ketika kita duduk bersila menekuk lutut sambil mendengarkan pengajian,  pernahkah kita menghitung berapa kali kita berhasil menekuk lutut? Pasti tidak terhitung karena sudah biasa. Namun jika kita sakit Asam Urat dan merasa sakit bila menekuk lutut, baru kita sadari nikmatnya menekuk lutut.
Berapa juta kali kita mengedipkan mata secara otomatis tanpa merasa bahwa itu kenikmatan. Baru terasa jika kelopak mata kemasukan debu.

Yang kedua adalah nikmat WAKTU. Nikmat waktu baru terasa setelah waktu meninggalkan kita.
Hukum manusia itu bila mendapat sesuatu tanpa usaha, maka memakainya akan sembrono. Demikian juga sebaliknya.

Kita beli mobil baru,  maka akan dirawat , dicuci,  diservis dengan baik,  karena sadar nilainya. Seandainya kendaraan hilang pasti kecewa. Karena waktu atau usaha untuk  mendapatkannya besar.

Seorang ibu yang biasa jual sayur, lama tak jualan. Kemudian ada yang tanya,  " Kenapa tak jualan? "
" Tak punya modal"
Karena yang tanya dermawan, ibu tadi diberi modal. Sebulan kemudian ketemu lagi sudah tak jualan lagi.
Ketika ditanya kenapa tak jualan?  Jawabnya modal habis untuk selamatan.

Memberi cuma-cuma sebaiknya hanya jika terpaksa atau orangnya tidak bisa apa-apa. Terbukti pemberian cuma-cuma tidak mendidik. Waktu baru sadar bila sudah hilang. Maka waktu adalah peluang.

*Waktu adalah Asar.*

Maknanya adalah bahwa waktu harus dimanfaatkan dengan kerja keras dan kecerdasan pikiran.
Asar itu adalah waktu orang selesai melakukan sesuatu pekerjaan. Maka asar ditempatkan di akhir hari.

*Sifat Waktu itu Relatif.*

Satu hari di dunia,  dimanapun adalah 24 jam.  Waktu tak dapat diperpanjang atau diperpendek. Tak ada yang dapat hidup lebih dari 24 jam dalam sehari. Meskipun malam minggu disebut malam panjang juga tetap 24 jam. Hari jum'at yang disebut hari pendek juga tetap 24 jam.

Waktu itu relatif tergantung pada sistem yang dipakai.
Malaikat menghadap Allah dalam waktu sehari akhirat, ternyata itu 1000 tahun waktu disini.
Orang miskin yang takwa memasuki surga lebih cepat setengah hari akhirat dibanding orang kaya bertakwa,  ternyata itu 500 tahun.

Orang yang dibangunkan dari alam kubur hanya merasa seperti bangun tidur. Padahal dia dikubur ribuan tahun. Buktinya firman Allah SWT :
"Dan demikianlah Kami bangunkan mereka, agar di antara mereka saling bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata, Sudah berapa lama kamu berada di sini ? Mereka menjawab, Kita berada di sini sehari atau setengah hari....".(QS. Al-Kahf 19)

Dalam surat di atas mereka hanya merasa tidur setengah hari. Padahal kenyataannya ratusan tahun.
Tak perlu jauh-jauh ke akhirat, waktu siang disini dengan di kutub juga berbeda. Kita merebus air sampai mendidih disini dan di Eropa berbeda. Jadi waktu itu relatif.

Semua yang terikat oleh waktu yang relatif,  pasti juga relatif.  Hanya Allah SWT yang tidak terikat oleh waktu karena Dia adalah awal dan akhir,  maka Allah itu mutlak.
Maka ketika ada konsep Tuhan yang diikat oleh waktu berarti dia relatif,  sama dengan kita,  bukan Tuhan.

Dalam Surat An Nahl Allah SWT berfirman:

اَتٰۤى اَمْرُ اللّٰهِ فَلَا تَسْتَعْجِلُوْهُ  ۗ

ataaa amrullohi fa laa tasta'jiluuh,..

"Ketetapan Allah pasti datang, maka janganlah kamu meminta agar dipercepat datangnya....."
(QS. An-Nahl 1)

Kata " ataaa" adalah fiil madi (past tense) berarti sudah terjadi. Tetapi kenapa ada kata "tasta'jiluuh" (agar dipercepat)?
Sudah terjadi kenapa minta dipercepat?  Karena Allah menembus dimensi waktu. Ketetapan Allah tak ada awal-akhir. Dimensi waktu hanya mengikat makhluk.
Makhluk itu relatif,  maka jangan bertindak Absolut.

Masalahnya ILMU dan PERILAKU sering beda.
Ilmu kita yakin bahwa kita pasti mati,  namun Perilaku kita seolah kita tak akan pernah mati. Tak pernah menyiapkan diri untuk mati.
Waktu itu Peluang,  ketika ada peluang bisnis tak diambil,  kita sangat kecewa. Tetapi ketika ada Peluang Pahala Shalat Tahajud,  tidak diambil dan tetap santai,  malah mungkin bangun tidurpun jauh setelah subuh berlalu.

*Untuk Apa Kehadiran Waktu.?*

Sifat waktu berjalan dengan konstan tak pernah berhenti. Hanya perasaan saja yang mengatakan waktu menjadi lama ketika terbaring sakit atau sedang menunggu seseorang.
Yang menunggu merasa lama,  yang ditunggu tidak merasa lama. Jadi dimensinya berbeda,  tidak Pas.
Ketika tidak Pas akan jadi masalah.
Kalau orientasinya dunia maka tak akan Pas terus.

Kita ini bagian dari waktu. Ketika sebagian waktu hilang maka sebagian tubuh kita juga hilang karena waktunya habis.
Bapak-bapak dulu dapat berlari kencang,  sekarang untuk jalanpun harus hati-hati. Gigi kita dulu kuat,  sekarang ada yang tanggal. Mata kita dulu tajam,  sekarang membutuhkan kaca mata. Berarti waktu hilang mata kita hilang sebagian. Dulu kita normal,  sekarang penuh vitamin B : "Blawur,  Bhudeg,  Beseren, Boyoken.

Ketika Nabi Ya’qub hampir selesai tugasnya sebagai seorang nabi. Nabi Ya’qub berkata kepada Malaikat Maut, “Aku tahu tugasmu sebagai pencabut nyawa. Alangkah baiknya, jika engkau mengabari aku dahulu sebelum menjemput ajalku nanti.”

Malaikat Maut berkata, “Baiklah, nanti akan aku kirimkan kepadamu dua atau tiga utusan.”
Kemudian Malaikat itupun pergi.
Setelah beberapa lama, Malaikat itu datang menghampiri Nabi Ya’qub.

Nabi Ya’kub bertanya, “Apa kedatanganmu sekadar bertamu?”
Malaikat Maut menjawab, “Tidak, aku mau mencabut nyawamu.”
Kaget, Nabi Ya’qub lantas berkata, “Bukankah aku pernah berpesan agar mengingatkan aku sebelum kau mencabut nyawaku?”

Malaikat Maut menjawab, “Aku sudah kirimkan kepadamu pesan itu, tidak hanya satu bahkan tiga : pertama, rambutmu yang mulai memutih; kedua, badanmu yang mulai melemah; dan ketiga badanmu yang mulai membungkuk....”
Kemudian Malaikat mencabut nyawa Nabi Ya’qub.

Mati itu ada syaratnya. Tidak benar jika syaratnya adalah tua atau sakit. Syarat untuk mati cuma satu, yaitu  dia hidup. Yang tak hidup tak mungkin akan mati.

*Waktu itu Untuk Bertakwa.*

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَـنْظُرْ نَـفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ بِۢمَا تَعْمَلُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hasyr 18)

Dalam ayat di atas ada waktu lalu, ada waktu esok. Diawali perintah takwa dan diakhiri juga dengan takwa. Padahal waktu terus berjalan tak bisa kembali,  jadi perintah untuk  takwa terus selama 24 jam. Sepanjang hidup takwa terus , jangan sampai keluar dari rel takwa.
Kenyataan kita sering keluar dari rel takwa. Beda dengan para Sahabat, mereka hati-hati sekali dan memandang dosa kecil sebagai dosa besar.

Allah SWT berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Az-Zariyat 56)

Disitu ada kata "ila" yang artinya agar. Dalam bahasa Al Qur'an ila tidak harus bermakna 'agar',  ila dapat diartikan BERAKIBAT. Maka Jin dan Manusia adalah Hamba Allah. Maka perjalanan waktu apapun isinya dapat diubah menjadi NILAI IBADAH. Tak ada waktu yang bukan ibadah. Jangan menganggap bahwa hanya Shalat dan Ngaji saja yang ibadah. Waktu kita yang lama justru tidak untuk Shalat, tetapi untuk beraktivitas yang bernilai ibadah.

*Segala Perbuatan akan ada akibat.*

قُلْ يٰقَوْمِ اعْمَلُوْا عَلٰى مَكَانَتِكُمْ اِنِّيْ عَامِلٌ ۚ فَسَوْفَ تَعْلَمُوْنَ ۙ مَنْ تَكُوْنُ لَهٗ عَاقِبَةُ الدَّارِ ۗ اِنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الظّٰلِمُوْنَ

"Katakanlah (Muhammad), Wahai kaumku! Berbuatlah menurut kedudukanmu, aku pun berbuat demikian. Kelak kamu akan mengetahui, siapa yang akan memperoleh tempat terbaik di akhirat nanti. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan beruntung.".(QS. Al-An'am 135)

Tidak ada akibat tanpa penyebab. Keadaan kita saat ini adalah akibat dari perbuatan kita waktu lalu. Apa yang kita lakukan sekarang ini akan berakibat pada kehidupan berikutnya. Kehidupan berikutnya tidak hanya di akhirat saja,  ketika di dunia juga sama.
Seorang lulus ujian akibat dari belajar sebelumnya. Orang menjadi pandai akibat dari sekolah. Demikian seterusnya sampai berakibat ke akhirat.

Al Qur'an selalu mengatakan bahwa bekerja selalu bermakna sungguh-sungguh.

فَاِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ ۙ

"Maka apabila engkau telah selesai dari sesuatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain," (QS. Al-Insyirah 7)

Fanshob itu artinya letih.  Orang bekerja terus sampai dia letih. Jadi tiap kita bekerja harus ada hasilnya.
Dalam falsafah Jawa : " Urip iku sing penting makan enak turu enak". (Hidup itu yang penting bila makan terasa enak dan tidur terasa enak).
Kapan kita bisa merasakan enaknya makan.? Tentu ketika kita lapar. Seenak apapun makanan tak akan terasa enak bila kita kenyang.
Maka yang penting adalah adanya rasa lapar,  maka Orang Jawa mengisyaratkan pentingnya PUASA.

Tidur terasa enak hanya terjadi ketika kita capai. Maknanya adalah kita harus KERJA KERAS.
Filsafat jawa memerintahkan untuk kita Puasa dan Kerja Keras dalam arti luas. Orang jawa menyambut datangnya tahun baru dengan TIRAKATAN itu adalah filsafat untuk berpuasa tidak makan dan tidak tidur. Jadi berbeda dengan sekarang yang pelaksanaannya adalah makan-makan.

Islam mengajarkan untuk kerja keras sampai letih baru istirahat. Kemudian kerja lagi. Maka definisi istirahat adalah perpindahan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain.
Tidur tidak boleh berlama-lama. Begitu tubuh segar harus segera aktivitas kembali.

وَاِلٰى رَبِّكَ فَارْغَبْ٪

"dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap." (QS. Al-Insyirah 8)

Berdo'a itu terus menerus,  24 jam. Jangan menganggap bahwa berdo'a hanya pada saat kita mengucap :
"Allohuma...." saja.
Waktu mengerjakan apa-apa kita bisa berdo'a dengan bahasa kita masing-masing.  Adapun do'a khusus seperti yang diajarkan itu waktunya tertentu.

Waktu untuk berdo'a secara khusus yang dianjurkan adalah akhir malam. Rasulullah SAW bersabda,
“Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun ke langit dunia pada setiap malam yaitu ketika sepertiga malam terakhir, kemudian Dia berfirman, ‘Barang siapa berdoa kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan, barang siapa meminta kepada-Ku, niscaya akan Aku berikan, dan barang siapa memohon ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni." (HR Bukhari Muslim)

Ada ahli ibadah,  tahajud, puasa tapi dalam setiap berdo'a  dia selalu meminta dunia. Dia selalu merasa tidak cukup terhadap apa yang dia punya. Maka Allah benar-benar memberinya ketidak-cukupan.

Waktu itu tidak hanya untuk berdo'a saja,  waktu itu untuk kerja.
Kerja bahasa arabnya adalah amal. Maka amal Sholeh berarti Kerja Profesional. Orang yang kerja Profesional pasti bekerja dengan ikhlas. Disini diartikan bahwa kerja ikhlas adalah kerja yang tak dibayar. Ini keliru,  kerja ikhlas adalah kerja keras dan Profesional, bukan masalah bayaran.

Sayangnya perilaku Profesional yang semestinya adalah perwujudan Amal Sholeh ini belum dihayati oleh umat islam. Kalau kita mengunjungi masjid banyak yang jelek,  kesannya manajemen masjid pasti amburadul.
Kesan terhadap Santri adalah kejorokan. Padahal mereka belajar fiqih tentang thaharah. Yang banyak dibahas adalah masalah dua kulah bukan kebersihan.

Maka waktu itu untuk ibadah. Seorang ibu ketika memasak untuk keluarganya itu beribadah,  selama dia tidak mengomel. Dengan mengomel maka hatinya kesal, tertekan dan tak ada rasa syukur. Akhirnya tidak ada nilai ibadahnya. Waktunya lewat dengan sia-sia. Setiap orang harus berusaha semua perbuatannya menjadi ibadah. Maka dia memenuhi perintah : Diawali Takwa dan diakhiri Takwa.

Jadi modal utama manusia bukan uang tapi Waktu atau Kesempatan. Namun modal utama ini sering disia-siakan. Ketika dapat uang untuk modal kerja malah habis untuk selamatan. Dengan mempunyai waktu maka manusia harus berusaha.

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا  ۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ٪

"Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridaan Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-'Ankabut 69)

Orang yang bekerja dengan sungguh-sungguh pasti akan mendapat petunjuk Allah.  Kebanyakan orang baru berusaha setengah jalan sudah merasa sungguh-sungguh. Namun sebenarnya itu belum bekerja sungguh-sungguh.
Banyak orang tua merasa muda,  tidak berarti muda. Demikian juga dengan usaha, banyak yang merasa sudah berusaha tapi sebenarnya belum apa-apa.

Islam tidak menyukai orang yang suka bersantai-santai membuang waktu. Bahkan ketika di WC saja dilarang berlama-lama. Kalau dulu orang suka berlama-lama di WC sambil merokok,  sekarang main WA. Padahal ada hadits larangan berlama-lama di WC.

Contoh lain ketika Jum'at. Shalat jum'at itu wajib. Itupun tidak boleh santai baik ketika mau mulai ataupun setelah selesai harus segera pergi dari masjid untuk bekerja.

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۗ ذٰ لِكُمْ خَيْرٌ لَّـكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan sholat pada hari Jum'at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Apabila sholat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung." (QS. Al-Jumu'ah Ayat 9-10)

Kerja akan terus berlangsung seumur hidup,  sampai mati.  Bagi orang beriman kematian adalah istirahat.
Tidur itu kebutuhan, maka jangan lama-lama. Tak ada jaminan bila tidur lama menjadi sehat.

Bagi orang Kristen ada liburan hari minggu. Orang Yahudi liburnya Sabtu. Bagaimana dengan orang Islam?  - Tidak punya Libur -
Bukankah ketika dipanggil jum'atan disuruh meninggalkan perniagaan, dan selesai Shalat langsung disuruh meneruskan?  Berarti dia tidak libur,  dia kerja tapi nilainya ibadah.

Jadi waktu itu modal dan harus selalu diisi kegiatan positif. Cara mengisi waktu sudah ada petunjuknya dalam Surat Al Asri.
Menambah Iman dan Amal Sholeh.
Kelak di akhirat akan ditanya :
*Kau gunakan untuk apa waktumu?*

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Rabu, 09 Januari 2019

Kajian Ahad Muhammadiyah Banyumanik

KAJIAN AHAD MUHAMMADIYAH BANYUMANIK

KETIKA RASUL MEMBANGUN KHOIRU UMMAH

Dr.H. Rupi'i Amri MAg
30 Robiul Akhir 1440 H/ 6 Januari 2019

Allah SWT berfirman:

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَـنْظُرْ نَـفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ  ۚ  وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ  اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْن

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok , dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hasyr 18)

Dalam salam satu kitab tafsir Ibnu Katsir menyatakan :
"Evaluasilah diri kalian sebelum dievaluasi oleh orang lain, dan lihatlah bekal apa saja yang sudah  kalian persiapkan dari amal-amal yang sholeh untuk menghadapi suatu hari nanti dimana kalian pasti akan kembali dan akan berhadapan dengan Tuhan untuk mempertanggung-jawabkan perbuatan kalian!"

Ayat ini mengingatkan kepada kita, agar pada tiap akhir tahun atau awal tahun untuk mengevaluasi program kita berapa % yang terealisir dan diantara yang terealisir berapa yang sukses mencapai target.

Bagi yang biasa menjalani ilmu manajemen tentu mengenal POAC (Planning,  Organizing, Actuating, Controlling). Maka kita perlu melaksanakan evaluasi diri karena kita tidak tahu akan sampai berapa lama kita hidup. Sudah seberapa amal perbuatan atau perjuangan yang telah kita sumbangkan?  Maka kita perlu untuk menengok sejarah, bagaimana dulu perjuangan Nabi Muhammad SAW.

Kita diberi tahu oleh Al Qur'an bahwa Nabi Muhammad SAW itu baik dari jalur ayah maupun ibu, semua dari jalur yang mulia. Abdul Muthalib kakek Nabi Muhammad SAW adalah orang yang mendapat amanat menjaga kunci Ka'bah dan menjamu Tamu dengan air Zam-Zam.
Pada suatu ketika sumur Zam- Zam ini buntu tak ada airnya. Tentu hal ini membingungkan Abdul Muthalib.

Kemudian Abdul Muthalib bermimpi mendapat perintah agar menggali saluran dekat sumur Zam-Zam. Padahal tempat itu angker karena tempat Persembahan Berhala Kaum Quraisy. Maka tak ada seorangpun yang mau membantu menggali.

Abdul Muthalib tetap menggali saluran Sumur Zam-Zam tersebut dengan dibantu seorang anaknya.
Pada saat itu terbayang alangkah enaknya jika punya anak laki-laki banyak tentu bisa membantu dirinya. Bahkan kemudian dia bernadzar bahwa apabila dia mempunyai 10 anak laki-laki,  dia sanggup mengorbankan satu anaknya.

Agama islam memang tidak  melarang kita punya banyak anak,  karena sebenarnya Allah yang menjamin rejeki mereka.

وَلَا تَقْتُلُوْۤا اَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ اِمْلَاقٍ ۗ  نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ  وَاِيَّاكُمْ ۗ  اِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْاً كَبِيْرًا

"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar." (QS. Al-Isra' 31)

Dengan perjalanan waktu akhirnya Abdul Muthalib ini memang mempunyai 10 anak laki-laki.  Namun dia lupa terhadap nadzarnya.
Ketika 10 anaknya telah besar, ada yang mengingatkan tentang nadzarnya, bahwa nadzar harus ditepati. Kemudian Abdul Muthalib melakukan pengundian. Ternyata meskipun diundi sampai 3 kali yang keluar namanya adalah Abdullah bin Abdul Muthalib,  ayah Nabi Muhammad SAW.

Abdullah ini adalah anak yang paling disayang oleh Abdul Muthalib,  bahkan oleh orang-orang Quraisy. Dia adalah lelaki yang sangat tampan dan baik akhlaknya. Maka kalau kita mau bernadzar hendaknya hati-hati. Apalagi kalau nadzar kurang baik jangan dilakukan. Pada hakekatnya sebetulnya nadzar adalah keinginan yang bersyarat,  artinya pelit. Maka ketika bernadzar itu ada ketidak-ikhlasan.

Ketika Abdullah mau dikurbankan dicegah oleh Tokoh-tokoh Quraisy. Abdul Muthalib diminta menghadap seorang Wanita Suci untuk meminta nasehat. Ketika itu memang masa kekosongan wahyu yaitu antara masa Nabi Isa dan Nabi Muhammad SAW , maka banyak orang yang bertanya kepada dukun. Wanita Suci tadi dapat melihat pancaran sinar dari mata Abdullah. Kemudian dia mengatakan bahwa dari diri Abdullah kelak akan menurunkan Manusia yang sangat mulia.

Kadang manusia memang dapat memancarkan suatu aura dari dirinya, seperti disebutkan :

تَرٰٮهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَّبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانًا  ۖ  سِيْمَاهُمْ فِيْ وُجُوْهِهِمْ مِّنْ اَثَرِ السُّجُوْدِ  ۗ  ذٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى التَّوْرٰٮةِ   ۖ  وَمَثَلُهُمْ فِى الْاِنْجِيْلِ   ۚ

"... Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil,...." (QS. Al-Fath 29)

Kemudian wanita suci tadi memerintahkan untuk mengganti nadzar berkurban Abdullah dengan kurban yang lain,  yaitu kurban 100 unta. Abdullah ini memang banyak diharapkan oleh wanita Quraisy untuk jadi suami mereka. Namun kemudian dia dijodohkan dengan Aminah,  seorang wanita yang juga bernasab baik.

Mencari surga itu tidak mudah. Perjuangan Rasul bersama sahabatnya dalam mendakwahkan islam itu sungguh berat.
Kita awali dari perjuangan Rasul di Gua Hira tempat turunnya wahyu pertama. Gua itu jalannya begitu terjal. Medannya luar biasa dan untuk naik kesana memerlukan waktu 2 jam jalan kaki.

Para sahabat baik yang dari kelompok bangsawan maupun rakyat jelata seperti Bilal mendapatkan tekanan yang luar biasa. Bilal ini adalah seorang budak,  karena masuk islam dia disiksa. Kemudian dia ditebus oleh Abu Bakar dengan uang tebusan yang jumlahnya luar biasa.  Jadi semua sahabat berkurban,  ada yang menyumbang uang,  ilmu atau tenaga.

Nabi Muhammad SAW adalah suri tauladan bagi kita semua.
Allah SWT berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًا  

"Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.".(QS. Al-Ahzab 21)

Nabi Muhammad SAW adalah manusia mulia,  namun dibalik itu dia juga manusia biasa. Ketika Rasul seringkali jalan-jalan di Pasar untuk mengontrol perdagangan, ada yang protes. Jika Nabi kenapa jalan-jalan ke pasar?  Maka Allah SWT berfirman:

قُلْ اِنَّمَاۤ اَنَاۡ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوْحٰۤى اِلَيَّ اَنَّمَاۤ اِلٰهُكُمْ اِلٰـهٌ وَّاحِدٌ فَاسْتَقِيْمُوْۤا اِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوْهُ   ۗ  وَوَيْلٌ لِّلْمُشْرِكِيْنَ

"Katakanlah Muhammad, Aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu tetaplah kamu beribadah kepada-Nya dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Dan celakalah bagi orang-orang yang menyekutukanNya," (QS. Fussilat 6)

Nabi Muhammad SAW berdakwah di Mekkah selama 13 tahun namun hasilnya tak memadai,  hanya 70 orang pengikutnya, karena banyak tantangan. Maka ketika kita berdakwah dan tak mendapat sambutan,  kita tak perlu untuk putus asa.

Karena tekanan kaum kafir makin besar maka turunlah perintah Hijrah ke Medinah. Ada beberapa langkah penting yang dilakukan Nabi ketika hijrah ke Medinah.

*1. Membangun masjid sebagai pusat peradaban.*

Masjid yang pertama kali dibangun adalah masjid Quba, kemudian disusul masjid Nabawi. Kalau saat ini masjid Nabawi sudah luar biasa besar,  mampu menampung jama'ah antara 600.000 sampai 1, 5 juta orang. Tenaga tukang sapunya saja ada 1500 orang.

Masjid dijadikan multi fungsi tidak hanya sebagai tempat untuk ibadah ritual saja tapi juga berfungsi untuk tempat mediasi orang yang berselisih, termasuk urusan rumah tangga. Masjid juga sebagai tempat untuk konsultasi masalah sosial budaya. Masjid juga merangkap sebagai Baitul Maal. Masjid juga merupakan tempat untuk merancang strategi perang.

Ketika itu ada tokoh munafik yang membuat masjid dan disebut Masjid Dhiror untuk meraih dukungan umat. Tapi dia ingin membuat kerusakan.  Kemudian turun ayat :

اَفَمَنْ اَسَّسَ بُنْيَانَهٗ عَلٰى تَقْوٰى مِنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ اَمْ مَّنْ اَسَّسَ بُنْيَانَهٗ عَلٰى شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهٖ فِيْ نَارِ جَهَـنَّمَ ۗ  وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ

"Maka apakah orang-orang yang mendirikan masjid atas dasar takwa kepada Allah dan keridaanNya itu lebih baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh lalu bangunan itu roboh bersama-sama dengan dia ke dalam Neraka Jahanam? Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. At-Taubah 109)

*Hikmah Pelajaran*

Bila kita ingin menggapai kejayaan maka hendaknya kita kembali ke masjid. Ibarat nasehat dokter kepada pasien yang terkena penyakit, untuk kembali menjaga pola makanan yang sehat. Maka kita makmurkan masjid-masjid dan kita sumbangkan apa yang dapat kita sumbangkan.

*2. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Anshor.*

Sejarah membuktikan bahwa Nabi Muhammad SAW benar-benar pemimpin yang luar biasa. Sebagai seorang pemimpin beliau mempunyai Visi yang sangat Visioner. Beliau melihat dua kekuatan yang jika tidak disatukan bisa membahayakan. Yaitu Kaum Muhajirin dan Anshor.

Keberhasilan penyatuan dua kaum ini diabadikan dalam Al Qur'an

وَالَّذِيْنَ تَبَوَّؤُ الدَّارَ وَالْاِيْمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّوْنَ مَنْ هَاجَرَ اِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُوْنَ فِيْ صُدُوْرِهِمْ حَاجَةً مِّمَّاۤ اُوْتُوْا وَيُـؤْثِرُوْنَ عَلٰۤى اَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ    ۗ  ۗ  وَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَـفْسِهٖ فَاُولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

"Dan orang-orang Ansar yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman sebelum kedatangan mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Al-Hasyr 9)

Ketika Kaum Muhajirin meninggalkan Mekkah untuk hijrah ke Medinah, mereka meninggalkan harta bendanya di Mekkah. Adapun Kaum Anshor sudah beriman dan mereka menyambut Kaum Muhajirin. Mereka dipersaudarakan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam mempersaudarakan ini Nabi mempertimbangkan kesepadanan. Bila saudagar dengan saudagar. Bila rakyat jelata juga dengan rakyat.

Ada satu kisah tentang Abulrahman bin Auf dari Mekkah yang dipersaudarakan dengan Sa'ad bin ar Rabi dari Medinah yang dicatat sejarah.

Abdul Rahman bin Auf berkata :
“Rasulullah SAW telah mempersaudarakan antara aku dengan Sa’ad bin ar-Rabi, lalu Sa’ad bin ar-Rabi berkata: “Aku adalah orang Ansar yang paling banyak hartanya, maka aku beri separuh hartaku untukmu, kemudian lihatlah di antara kedua isteriku siapa yang engkau suka nanti akan aku ceraikan untukmu, jika dia telah halal maka nikahilah.”

Maka aku berkata kepadanya: “Aku tidak memerlukan itu. Begini saja, apakah ada pasar yang sedang berlangsung transaksi jual beli saat ini?” Sa’ad menjawab: “Ada. Pasar Qainuqa’.” Lalu aku pergi ke sana, aku membawa keju dan minyak samin (berniaga)....."

Luar biasa,  akhirnya Abdul rahman bin Auf menjadi orang yang sangat kaya,  tetapi dia risau dengan hartanya. Kemudian dia bertanya kepada Isteri Rasulullah. Jawabannya disarankan untuk mensedekahkan hartanya.

*Hikmah Pelajaran*

Saat ini ketika negara kita dalam tahun Politik,  jelas telah terbelah dua,  yaitu Pendukung Jokowi dan Pendukung Prabowo. Kalau melihat suasana sudah mulai panas. Maka mestinya ada pihak ketiga yang tetap netral ditengah menjaga keutuhan persatuan jangan sampai terpecah.

*3. Membangun Solidaritas Eksternal.*

Ketika internal sudah kuat,  kemudian Nabi membangun hubungan dengan suku-suku di luar Medinah. Tindakan ini benar-benar jeli,  karena selain Kaum Muhajirin dan Kaum Anshor masih ada Kaum Yahudi dan Kaum Penyembah Berhala.  Kaum Yahudi yang sangat militanpun ada 3 bani yaitu :
Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan Bani Qainuqa'.

Kalau masyarakat yang heterogen itu tidak dipersatukan maka pasti timbul perpecahan. Kemudian Nabi menyusun Piagam Medinah (Medinah Constitution) pada tahun 622 M yang isinya 47 Pasal.  Dapat dibayangkan kehebatan Nabi,  karena untuk membuat suatu aturan yang disepakati semua pihak itu pasti sulit. Piagam Medinah ini untuk menghentikan permusuhan dua suku yang selalu berperang, yaitu Suku Aus dan Suku Khazraj. Kemudian juga memuat kewajiban masing-masing kaum.

Dengan persatuan itu akhirnya mereka menjadi satu Ummah dan diabadikan dalam Al Qur'an

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ  بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ

"Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, karena kamu.menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah....." (QS. Ali 'Imran 110)

Kemudian ayat selanjutnya

وَلْتَكُنْ  مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ  عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ  وَاُولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali 'Imran 104).

Kiyai Haji Ahmad Dahlan merenungkan ayat itu lama sekali,  kemudian beliau merealisasikan dengan mendirikan Muhammadiyah. Dalam ayat di atas ada dua kata yang maknanya baik : al khoiru dan ma'ruf. Namun ada perbedaannya. Al Khoiru adalah kebaikan secara umum. Adapun ma'ruf kebaikan secara tradisi. Belum tentu satu hal baik bagi satu kaum dianggap baik bagi yang lain.

*Hikmah Pelajaran*

Umat islam pada jaman Nabi Muhammad SAW disebut sebagai Umat terbaik. Tapi coba kita lihat kondisi sekarang betapa umat terbelakang, banyak orang miskin dan gelandangan. Ini tentu menjadi tugas kita semua untuk memikirkannya.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Senin, 07 Januari 2019

Kajian Ahad Sendang Gede

KAJIAN AHAD SENDANG GEDE

HUBUNGAN TAUHID DAN KEKUASAAN

Dr. H. Rozihan SH. MAg
30 Robi'ul Akhir 1440 H/ 6 Januari  2019

*Ketaatan Pada Pemimpin.*

Bagaimanakah kepemimpinan menurut Al Qur'an ? Dalam waktu tak berapa lama lagi kita akan menghadapi Pemilu untuk memilih Pemimpin. Pemimpin ini terkait dengan kekuasaan.
Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa agama islam tidak akan tegak dan abadi tanpa ditunjang oleh kekuasaan dan kekuasaan tidak bisa langgeng tanpa ditunjang dengan agama.

Nabi Muhammad SAW itu adalah Pemimpin di Madinah yang menaungi beberapa suku. Beliau membuat suatu kesepakatan yang dinamakan Piagam Madinah. Itu adalah usaha Nabi untuk mempersatukan seluruh komponen yang ada di Madinah. Kondisi Madinah saat itu sebenarnya juga seperti Indonesia,  dimana agama yang ada macam-macam dan suku macam-macam. Perbedaannya adalah bahwa di Indonesia memakai Pancasila yang merupakan rumusan manusia, sedangkan Piagam Madinah sebagian dari wahyu, hanya tak disebutkan dalam Al Qur'an.

Dalam Surat An Nisa ayat 59 Allah SWT berfirman:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَطِيْـعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْـعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْ ۚ  فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْـتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَـوْمِ الْاٰخِرِ  ۗ  ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا

"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul Muhammad , dan ulil amri di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa' 59)

Ayat itu turun ketika Nabi Muhammad SAW sedang shalat sunah,  kemudian ada tamu dan Nabi Muhammad SAW membatalkan shalat sunahnya. Ini karena shalat sunah itu tambahan. Tetapi kalau shalat wajib tak boleh dibatalkan dengan adanya tamu, tapi boleh dibatalkan bila ada bencana dan harus menolong orang.

Kita diperintahkan untuk taat kepada Ulil Amri. Jadi ada keterkaitan antara Tauhid dan Kekuasaan. Dalam ayat di atas ada huruf "wau" yang bersambung terus,  cuma bedanya ketika disambung ke Ulil amri tidak ada kata "athi'uw". Perbedaan ini maknanya adalah perintah ketaatan kepada Ulil amri ada batasnya,  yaitu sepanjang Ulil amri ini taat kepada Allah dan Rasul.  Maka ketika Ulil amri tidak taat kepada Allah dan Rasul, kewajiban untuk taat kepadanya menjadi gugur.

Kekuasaan itu penting,  dalam kaidah fiqih disebutkan :
Kekuasaan Kebijakan Pemerintah sebagai Lembaga/Sistem adalah suci (Sakral ), sebab bila tak ada Pemimpin maka dunia ini menjadi Stagnan.

ويقال: ستون سنة من إمام جائر أصلح من ليلة واحدة بلا سلطان، والتجربة تبين ذلك...

Dan telah dinyatakan (oleh para Ulama),
_"enampuluh tahun waktu berjalan dengan kepemimpinan penguasa yang jahat, maka itu lebih baik daripada satu malam tanpa adanya penguasa."_

Kekuasaan itu mengatur. Kekuasaan  tidak mesti Presiden. Kekuasaan itu bisa Ketua RW,  Ketua RT, Ketua Takmir atau bahkan Kepala Rumah Tangga.

كلكم راء وكل راء مسئول عن رعيته

"Kullukum Ra'in Wa Kullu Ra' in Mas'ulun 'An Ra'iyyatihi"

”Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan tiap-tiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya.”

Seorang suami pemimpin rumah tangganya,  seorang ibu pemimpin anak-anaknya. Di Masjid juga harus ada pemimpinnya,  bila tidak maka akan kacau,  semua jalan sendiri-sendiri. Seorang Ketua Takmir pun harus ada syaratnya, antara lain : Dapat membaca Al Qur'an,  menguasai aturan Al Qur'an dan As Sunnah dan harus menandatangani Pakta Integritas.
Jadi jangan sampai kita anggap milih Pemimpin itu hanya ketika Pemilu Presiden,  Gubernur atau Wali Kota saja.

Masing-masing kelompok harus ada Pemimpinnya. Bayangkan jika RT tak ada yang mimpin. Tak ada yang mengurusi lampu jalan,  akibatnya keamanan tak ada yang menjamin. Masyarakat akan carut marut.
Harus ada pemimpin yang menguasai Pertanahan agar jalan-jalan umum cukup lebar dan layak dipakai. Tembok pagar juga harus diatur agar tidak mengganggu kepentingan umum, dan sebagainya.

Sebenarnya ketika kita memasang lampu jalan itu adalah bentuk dari keimanan yang paling rendah,  yaitu menyingkirkan penyakit dari jalan raya.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ، أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ : لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ

Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, “Rasûlullâh SAW bersabda, ‘Iman itu ada tujuh puluh cabang lebih, atau enam puluh cabang lebih. Yang paling utama yaitu perkataan Lâ ilâha illallâh, dan yang paling ringan yaitu menyingkirkan gangguan dari jalan.Dan malu itu termasuk bagian dari iman. (HR. Bukhari)

*Kepemimpinan adalah Lembaga Pengganti Nubuwwah.*

Ketika Nabi Muhammad SAW wafat terjadi perbedaan pendapat yang besar sekali. Umar bin Khattab marah sekali ketika dia mendengar ada yang bilang Nabi Muhammad SAW wafat. Dia berkata : "Siapa yang bilang Nabi Muhammad SAW wafat akan berhadapan dengan saya". Maka tak ada yang berani.

Abu Bakar kemudian berkata :
"Siapa yang percaya kepada Nabi Muhammad SAW, nabi telah wafat. Siapa yang percaya kepada Allah SWT,  Allah SWT tak akan pernah wafat". Maka semua sahabat diam semua. Akhirnya terjadi konflik untuk memilih pengganti kepemimpinan. Karena yang paling setia kepada Nabi adalah Ali bin Abi Thalib maka ada yang ingin memilih Ali. Dan sebagian sahabat memilih Abu Bakar karena paling senior. Kemudian dia diba'at jadi Pemimpin. Sejak itu islam pecah,  kelompok pengikut Ali memisahkan diri dan disebut sebagai Syi'ah.

Jadi yang namanya konflik kepemimpinan itu sudah ada sejak dulu.  Padahal kita tahu bahwa sebenarnya Kepemimpinan itu adalah Lembaga yang Sakral.
Mengapa Kepemimpinan itu sakral?  Karena mengganti Lembaga Kenabian. Maka akhirnya kepemimpinan diperebutkan.

Kita bandingkan, mana yang lebih mulia antara Guru Ngaji atau Ketua RT.?
Guru Ngaji hanya melakukan pekerjaan yang theoritis. Ketua RT itu melaksanakan praktek kebaikan. Guru Ngaji hanya membawahi orang yang mengaji dan tentu beragama islam. Ketua RT membawahi semua golongan dan berbagai agama.  Maka Ketua RT lebih suci daripada Guru Ngaji karena punya kekuasaan di wilayahnya.

Tugas Penguasa ada dua :
1. Menjaga Agama.        
2. Menjaga Kesejahteraan Masyarakat.

Agar agama bisa berjalan dan masyarakat sejahtera maka harus ada kekuasaan. Kalau dikampung ada perbedaan masalah agama, maka yang berhak mengatur adalah Ketua RT.

_Allah menyerahkan kepada Pemerintah segala sesuatu yang tidak ditetapkan oleh Al Qur'an_

Hal ini karena tidak ada lagi ayat suci yang akan turun,  sementara masalah kehidupan terus menerus.
Oleh karena itu tidak boleh menyerahkan urusan lagi kepada orang fasiq. Maka ketika dalam surat An Nisa ayat 59 disebutkan : "Yaa ayuha ladzina amanu" menunjukkan adanya hubungan antara Tauhid dan Kekuasaan.

Posisi Pemerintah , baik itu Presiden,  Gubernur,  Bupati,  Camat, Lurah,  sampai Ketua RW dan RT, setiap membuat Kebijakan terhadap rakyat atau warganya harus dihubungkan dengan kemaslahatan. Maka dari sini muncullah iuran RT,  iuran keamanan,  iuran sampah dan sebagainya. Kalau hal ini tak ada yang mengatur maka sampah dari warga tak akan ada yang mengambil. Kemudian jika ada kematian,  siapa yang akan mengurusi ? Akibatnya semua akan terlantar bila tak ada kekuasaan.

Maka kepemimpinan itu untuk kemaslahatan. Kaidah ini berasal dari fatwa Imam Asy-Syafi’i:

مَنْزِلَةُ اْلاِمَامِ مِنَ الرَّعِيِّةِ مَنْزِلَةُ الْوَلِىِّ مِنَ الْيَتِيْمِ

_“Kedudukan imam terhadap rakyat adalah seperti kedudukan wali terhadap anak yatim"._

Imam Syafi’i berasumsi bahwa kedudukan seorang pemimpin dalam sebuah kepemerintahan merupakan kedudukan yang sama dengan kedudukan walinya anak yatim. Seorang wali dari anak yatim memiliki hak penuh terhadap anak yatim tersebut. Dalam sekala nasional maka kedudukan RT adalah Pemerintah Negara. Dan apa yang menjadi Keputusan Pemerintah harus ditaati.

*Zakat dimasukkan ke Undang-undang.*

Pemerintah sebagai Ulil Amri yang harus ditaati telah mengeluarkan Undang-Undang Zakat yaitu : UURI no 23 tahun 2011. PP 14/2014 dan
Inpres no 3 / 2014. Dengan adanya aturan itu maka untuk membayar zakat wajib melalui Amil Zakat.
Ini menjadi Hukum Positif Umat Islam Indonesia. Kita tidak lagi mengacu pada fiqih,  apakah itu menurut Imam Syafii atau Imam yang lain. Pemerintah membentuk Badan Amil Zakat untuk mengelola zakat agar manfaat. Ada pula yang diurus oleh masyarakat yaitu Lembaga Amil Zakat : Lazismu,  Lazisnu,  Laz Dompet Dhuafa.

Orang kalau punya penghasilan harus mengeluarkan zakat 2, 5%. Ibarat petani yang dikenai zakat,  maka tiap Pegawai juga terkena kewajiban zakat. Jika dia masing-masing menyerahkan zakat kepada mustahik maka zakat tadi tidak memberi manfaat ekonomi. Tapi bila dihimpun dan dikelola akan menjadi kekuatan ekonomi untuk menjadi modal usaha.

Bila pengelola zakat melakukan kesalahan maka dia dapat diancam dengan hukuman. Maka masing-masing Laz membentuk UPZ (Unit Pengumpul Zakat). Tugasnya adalah memungut zakat dari wajib Zakat.

Allah SWT berfirman:

خُذْ  مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۗ   اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ  وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

"Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu menumbuhkan ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui."
(QS. At-Taubah 103)

Hal yang sama dengan Undang-Undang Perkawinan,  ini dibentuk oleh Kekuasaan untuk melengkapi Fiqih tentang Perkawinan.
Dalam Undang-Undang Perkawinan dinyatakan bahwa Perkawinan harus dicatat oleh Pejabat Pencatat Nikah. Kalau tidak dicatat namanya Nikah Siri,  ini tidak Sah karena mudhorotnya banyak sekali. Nikah Siri tak akan mendapat warisan dan anaknya tak dapat mengurus akte kelahiran. Demikian pula perceraian tak bisa secara lesan,  harus melalui Pengadilan Agama. Hakim agama tidak memakai fiqih Madzab tetapi memakai Kompilasi Hukum Agama.

Jadi Undang-undang Zakat ini tadi dalam rangka untuk menjalankan perintah : "Aqimu shalat wa atu zakat".
Perintah Shalat dan Zakat selalu bersamaan. Ini dalam ushul fiqih disebut sebagai Dilalatul Iqtiran. Dilalatul Iqtiran : dua hukum disebut bersamaan. Jika salah satu tidak dikerjakan menjadi tak sempurna.

Kondisi yang sama terjadi pada ibadah Haji dan Umrah. Perintahnya adalah :
"Wa atimul hajj wal umratan lillah."
Seorang yang naik haji pasti juga harus menjalani Umrah. Umrahnya bisa mendahului atau bersamaan atau sesudah haji.

Maka kalau kita melihat uraian di atas. Ketaatan terhadap Allah itu ibadah,  ketaatan terhadap Rasul juga ibadah,  maka ketaatan kepada Pemerintah juga ibadah.

*Hak Publik dalam Ibadah*

Ada dua macam ibadah terkait dengan hak Publik.
Ibadah Qayyaniy : Tidak ada yang dirugikan jika ibadah ini tidak dilakukan.  Contoh : Shalat sunah,  Puasa Sunah.
Ibadah Qadla'iy : Ada yang dirugikan jika ibadah ini tak dilakukan. Contoh : Zakat,  Infaq,  Iuran RT.
Jika kita tidak membayar uang iuran RT untuk sampah misalnya maka pasti ada yang terhutang.

Ada lagi tentang Zakat profesi, ini ditujukan pada orang yang punya pekerjaan dan mempunyai penghasilan dari pekerjaannya. Bisa jadi dia Guru,  Camat atau apa saja harus membayar zakat.  Dasarnya adalah firman Allah SWT :

"Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya, melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya, Maha Terpuji." (QS. Al-Baqarah 267)

Ayat di atas menyebutkan hasil usaha harus dizakati. Jadi pekerjaan apapun,  termasuk pekerjaan yang di jaman Nabi dulu tidak ada.
Zakat Profesi dibayarkan ketika memetik hasilnya. Dasarnya adalah dari firman Allah SWT :

"Dan Dia-lah yang menjadikan tanaman-tanaman yang merambat dan yang tidak merambat, pohon kurma, tanaman yang beraneka ragam rasanya, zaitun dan delima yang serupa dan tidak serupa. Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya, tapi janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan,".(QS. Al-An'am 141)

Jadi agama tak dapat tegak jika tak didukung kekuasaan. Kemudian kekuasaan ini untuk mendukung agama membentuk Undang-undang,  antara lain : Undang-undang Haji,  Undang-undang Perkawinan,  Undang-undang Zakat,  Undang-undang Wakaf dan lainnya.
Undang-undang ini sebagai dasar Operational untuk menjalankan ibadah.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK