Senin, 07 Januari 2019

Kajian Ahad Sendang Gede

KAJIAN AHAD SENDANG GEDE

HUBUNGAN TAUHID DAN KEKUASAAN

Dr. H. Rozihan SH. MAg
30 Robi'ul Akhir 1440 H/ 6 Januari  2019

*Ketaatan Pada Pemimpin.*

Bagaimanakah kepemimpinan menurut Al Qur'an ? Dalam waktu tak berapa lama lagi kita akan menghadapi Pemilu untuk memilih Pemimpin. Pemimpin ini terkait dengan kekuasaan.
Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa agama islam tidak akan tegak dan abadi tanpa ditunjang oleh kekuasaan dan kekuasaan tidak bisa langgeng tanpa ditunjang dengan agama.

Nabi Muhammad SAW itu adalah Pemimpin di Madinah yang menaungi beberapa suku. Beliau membuat suatu kesepakatan yang dinamakan Piagam Madinah. Itu adalah usaha Nabi untuk mempersatukan seluruh komponen yang ada di Madinah. Kondisi Madinah saat itu sebenarnya juga seperti Indonesia,  dimana agama yang ada macam-macam dan suku macam-macam. Perbedaannya adalah bahwa di Indonesia memakai Pancasila yang merupakan rumusan manusia, sedangkan Piagam Madinah sebagian dari wahyu, hanya tak disebutkan dalam Al Qur'an.

Dalam Surat An Nisa ayat 59 Allah SWT berfirman:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَطِيْـعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْـعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْ ۚ  فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْـتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَـوْمِ الْاٰخِرِ  ۗ  ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا

"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul Muhammad , dan ulil amri di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa' 59)

Ayat itu turun ketika Nabi Muhammad SAW sedang shalat sunah,  kemudian ada tamu dan Nabi Muhammad SAW membatalkan shalat sunahnya. Ini karena shalat sunah itu tambahan. Tetapi kalau shalat wajib tak boleh dibatalkan dengan adanya tamu, tapi boleh dibatalkan bila ada bencana dan harus menolong orang.

Kita diperintahkan untuk taat kepada Ulil Amri. Jadi ada keterkaitan antara Tauhid dan Kekuasaan. Dalam ayat di atas ada huruf "wau" yang bersambung terus,  cuma bedanya ketika disambung ke Ulil amri tidak ada kata "athi'uw". Perbedaan ini maknanya adalah perintah ketaatan kepada Ulil amri ada batasnya,  yaitu sepanjang Ulil amri ini taat kepada Allah dan Rasul.  Maka ketika Ulil amri tidak taat kepada Allah dan Rasul, kewajiban untuk taat kepadanya menjadi gugur.

Kekuasaan itu penting,  dalam kaidah fiqih disebutkan :
Kekuasaan Kebijakan Pemerintah sebagai Lembaga/Sistem adalah suci (Sakral ), sebab bila tak ada Pemimpin maka dunia ini menjadi Stagnan.

ويقال: ستون سنة من إمام جائر أصلح من ليلة واحدة بلا سلطان، والتجربة تبين ذلك...

Dan telah dinyatakan (oleh para Ulama),
_"enampuluh tahun waktu berjalan dengan kepemimpinan penguasa yang jahat, maka itu lebih baik daripada satu malam tanpa adanya penguasa."_

Kekuasaan itu mengatur. Kekuasaan  tidak mesti Presiden. Kekuasaan itu bisa Ketua RW,  Ketua RT, Ketua Takmir atau bahkan Kepala Rumah Tangga.

كلكم راء وكل راء مسئول عن رعيته

"Kullukum Ra'in Wa Kullu Ra' in Mas'ulun 'An Ra'iyyatihi"

”Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan tiap-tiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya.”

Seorang suami pemimpin rumah tangganya,  seorang ibu pemimpin anak-anaknya. Di Masjid juga harus ada pemimpinnya,  bila tidak maka akan kacau,  semua jalan sendiri-sendiri. Seorang Ketua Takmir pun harus ada syaratnya, antara lain : Dapat membaca Al Qur'an,  menguasai aturan Al Qur'an dan As Sunnah dan harus menandatangani Pakta Integritas.
Jadi jangan sampai kita anggap milih Pemimpin itu hanya ketika Pemilu Presiden,  Gubernur atau Wali Kota saja.

Masing-masing kelompok harus ada Pemimpinnya. Bayangkan jika RT tak ada yang mimpin. Tak ada yang mengurusi lampu jalan,  akibatnya keamanan tak ada yang menjamin. Masyarakat akan carut marut.
Harus ada pemimpin yang menguasai Pertanahan agar jalan-jalan umum cukup lebar dan layak dipakai. Tembok pagar juga harus diatur agar tidak mengganggu kepentingan umum, dan sebagainya.

Sebenarnya ketika kita memasang lampu jalan itu adalah bentuk dari keimanan yang paling rendah,  yaitu menyingkirkan penyakit dari jalan raya.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ، أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً، فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ : لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الْإِيمَانِ

Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, “Rasûlullâh SAW bersabda, ‘Iman itu ada tujuh puluh cabang lebih, atau enam puluh cabang lebih. Yang paling utama yaitu perkataan Lâ ilâha illallâh, dan yang paling ringan yaitu menyingkirkan gangguan dari jalan.Dan malu itu termasuk bagian dari iman. (HR. Bukhari)

*Kepemimpinan adalah Lembaga Pengganti Nubuwwah.*

Ketika Nabi Muhammad SAW wafat terjadi perbedaan pendapat yang besar sekali. Umar bin Khattab marah sekali ketika dia mendengar ada yang bilang Nabi Muhammad SAW wafat. Dia berkata : "Siapa yang bilang Nabi Muhammad SAW wafat akan berhadapan dengan saya". Maka tak ada yang berani.

Abu Bakar kemudian berkata :
"Siapa yang percaya kepada Nabi Muhammad SAW, nabi telah wafat. Siapa yang percaya kepada Allah SWT,  Allah SWT tak akan pernah wafat". Maka semua sahabat diam semua. Akhirnya terjadi konflik untuk memilih pengganti kepemimpinan. Karena yang paling setia kepada Nabi adalah Ali bin Abi Thalib maka ada yang ingin memilih Ali. Dan sebagian sahabat memilih Abu Bakar karena paling senior. Kemudian dia diba'at jadi Pemimpin. Sejak itu islam pecah,  kelompok pengikut Ali memisahkan diri dan disebut sebagai Syi'ah.

Jadi yang namanya konflik kepemimpinan itu sudah ada sejak dulu.  Padahal kita tahu bahwa sebenarnya Kepemimpinan itu adalah Lembaga yang Sakral.
Mengapa Kepemimpinan itu sakral?  Karena mengganti Lembaga Kenabian. Maka akhirnya kepemimpinan diperebutkan.

Kita bandingkan, mana yang lebih mulia antara Guru Ngaji atau Ketua RT.?
Guru Ngaji hanya melakukan pekerjaan yang theoritis. Ketua RT itu melaksanakan praktek kebaikan. Guru Ngaji hanya membawahi orang yang mengaji dan tentu beragama islam. Ketua RT membawahi semua golongan dan berbagai agama.  Maka Ketua RT lebih suci daripada Guru Ngaji karena punya kekuasaan di wilayahnya.

Tugas Penguasa ada dua :
1. Menjaga Agama.        
2. Menjaga Kesejahteraan Masyarakat.

Agar agama bisa berjalan dan masyarakat sejahtera maka harus ada kekuasaan. Kalau dikampung ada perbedaan masalah agama, maka yang berhak mengatur adalah Ketua RT.

_Allah menyerahkan kepada Pemerintah segala sesuatu yang tidak ditetapkan oleh Al Qur'an_

Hal ini karena tidak ada lagi ayat suci yang akan turun,  sementara masalah kehidupan terus menerus.
Oleh karena itu tidak boleh menyerahkan urusan lagi kepada orang fasiq. Maka ketika dalam surat An Nisa ayat 59 disebutkan : "Yaa ayuha ladzina amanu" menunjukkan adanya hubungan antara Tauhid dan Kekuasaan.

Posisi Pemerintah , baik itu Presiden,  Gubernur,  Bupati,  Camat, Lurah,  sampai Ketua RW dan RT, setiap membuat Kebijakan terhadap rakyat atau warganya harus dihubungkan dengan kemaslahatan. Maka dari sini muncullah iuran RT,  iuran keamanan,  iuran sampah dan sebagainya. Kalau hal ini tak ada yang mengatur maka sampah dari warga tak akan ada yang mengambil. Kemudian jika ada kematian,  siapa yang akan mengurusi ? Akibatnya semua akan terlantar bila tak ada kekuasaan.

Maka kepemimpinan itu untuk kemaslahatan. Kaidah ini berasal dari fatwa Imam Asy-Syafi’i:

مَنْزِلَةُ اْلاِمَامِ مِنَ الرَّعِيِّةِ مَنْزِلَةُ الْوَلِىِّ مِنَ الْيَتِيْمِ

_“Kedudukan imam terhadap rakyat adalah seperti kedudukan wali terhadap anak yatim"._

Imam Syafi’i berasumsi bahwa kedudukan seorang pemimpin dalam sebuah kepemerintahan merupakan kedudukan yang sama dengan kedudukan walinya anak yatim. Seorang wali dari anak yatim memiliki hak penuh terhadap anak yatim tersebut. Dalam sekala nasional maka kedudukan RT adalah Pemerintah Negara. Dan apa yang menjadi Keputusan Pemerintah harus ditaati.

*Zakat dimasukkan ke Undang-undang.*

Pemerintah sebagai Ulil Amri yang harus ditaati telah mengeluarkan Undang-Undang Zakat yaitu : UURI no 23 tahun 2011. PP 14/2014 dan
Inpres no 3 / 2014. Dengan adanya aturan itu maka untuk membayar zakat wajib melalui Amil Zakat.
Ini menjadi Hukum Positif Umat Islam Indonesia. Kita tidak lagi mengacu pada fiqih,  apakah itu menurut Imam Syafii atau Imam yang lain. Pemerintah membentuk Badan Amil Zakat untuk mengelola zakat agar manfaat. Ada pula yang diurus oleh masyarakat yaitu Lembaga Amil Zakat : Lazismu,  Lazisnu,  Laz Dompet Dhuafa.

Orang kalau punya penghasilan harus mengeluarkan zakat 2, 5%. Ibarat petani yang dikenai zakat,  maka tiap Pegawai juga terkena kewajiban zakat. Jika dia masing-masing menyerahkan zakat kepada mustahik maka zakat tadi tidak memberi manfaat ekonomi. Tapi bila dihimpun dan dikelola akan menjadi kekuatan ekonomi untuk menjadi modal usaha.

Bila pengelola zakat melakukan kesalahan maka dia dapat diancam dengan hukuman. Maka masing-masing Laz membentuk UPZ (Unit Pengumpul Zakat). Tugasnya adalah memungut zakat dari wajib Zakat.

Allah SWT berfirman:

خُذْ  مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۗ   اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ  وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

"Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu menumbuhkan ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui."
(QS. At-Taubah 103)

Hal yang sama dengan Undang-Undang Perkawinan,  ini dibentuk oleh Kekuasaan untuk melengkapi Fiqih tentang Perkawinan.
Dalam Undang-Undang Perkawinan dinyatakan bahwa Perkawinan harus dicatat oleh Pejabat Pencatat Nikah. Kalau tidak dicatat namanya Nikah Siri,  ini tidak Sah karena mudhorotnya banyak sekali. Nikah Siri tak akan mendapat warisan dan anaknya tak dapat mengurus akte kelahiran. Demikian pula perceraian tak bisa secara lesan,  harus melalui Pengadilan Agama. Hakim agama tidak memakai fiqih Madzab tetapi memakai Kompilasi Hukum Agama.

Jadi Undang-undang Zakat ini tadi dalam rangka untuk menjalankan perintah : "Aqimu shalat wa atu zakat".
Perintah Shalat dan Zakat selalu bersamaan. Ini dalam ushul fiqih disebut sebagai Dilalatul Iqtiran. Dilalatul Iqtiran : dua hukum disebut bersamaan. Jika salah satu tidak dikerjakan menjadi tak sempurna.

Kondisi yang sama terjadi pada ibadah Haji dan Umrah. Perintahnya adalah :
"Wa atimul hajj wal umratan lillah."
Seorang yang naik haji pasti juga harus menjalani Umrah. Umrahnya bisa mendahului atau bersamaan atau sesudah haji.

Maka kalau kita melihat uraian di atas. Ketaatan terhadap Allah itu ibadah,  ketaatan terhadap Rasul juga ibadah,  maka ketaatan kepada Pemerintah juga ibadah.

*Hak Publik dalam Ibadah*

Ada dua macam ibadah terkait dengan hak Publik.
Ibadah Qayyaniy : Tidak ada yang dirugikan jika ibadah ini tidak dilakukan.  Contoh : Shalat sunah,  Puasa Sunah.
Ibadah Qadla'iy : Ada yang dirugikan jika ibadah ini tak dilakukan. Contoh : Zakat,  Infaq,  Iuran RT.
Jika kita tidak membayar uang iuran RT untuk sampah misalnya maka pasti ada yang terhutang.

Ada lagi tentang Zakat profesi, ini ditujukan pada orang yang punya pekerjaan dan mempunyai penghasilan dari pekerjaannya. Bisa jadi dia Guru,  Camat atau apa saja harus membayar zakat.  Dasarnya adalah firman Allah SWT :

"Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya, melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya, Maha Terpuji." (QS. Al-Baqarah 267)

Ayat di atas menyebutkan hasil usaha harus dizakati. Jadi pekerjaan apapun,  termasuk pekerjaan yang di jaman Nabi dulu tidak ada.
Zakat Profesi dibayarkan ketika memetik hasilnya. Dasarnya adalah dari firman Allah SWT :

"Dan Dia-lah yang menjadikan tanaman-tanaman yang merambat dan yang tidak merambat, pohon kurma, tanaman yang beraneka ragam rasanya, zaitun dan delima yang serupa dan tidak serupa. Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya, tapi janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan,".(QS. Al-An'am 141)

Jadi agama tak dapat tegak jika tak didukung kekuasaan. Kemudian kekuasaan ini untuk mendukung agama membentuk Undang-undang,  antara lain : Undang-undang Haji,  Undang-undang Perkawinan,  Undang-undang Zakat,  Undang-undang Wakaf dan lainnya.
Undang-undang ini sebagai dasar Operational untuk menjalankan ibadah.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar