Minggu, 27 Januari 2019

Kajian Ahad Muhammadiyah Banyumanik

KAJIAN AHAD MUHAMMADIYAH BANYUMANIK

WAKTU MENURUT AL QUR'AN

Dr. H. Haerudin SE, MT

7 Jumadil Awal 1440 H/ 13 Januari 2019

Beberapa waktu yang lalu kita telah memasuki tahun baru. Pada waktu itu semua menunggu datangnya waktu jam 00.00. Seolah-olah waktu itu berganti hanya setahun sekali - seperti gelondongan jatuh kemuka bumi - Setelah waktu datang lalu diam, terus nunggu setahun lagi. Seolah-olah seperti itu.

Bila kita punya jam analog yang berputar menunjukkan waktu,  seolah bergerak dari jam 12 menuju jam 12, seolah tak akan habis,  terus berputar. Padahal waktu itu begitu dia terlewatkan maka dia habis. Tak ada yang dapat menahan jalannya waktu.

*Waktu adalah Batas Akhir.*

Dalam Al Qur'an waktu sering dinamai dengan AJAL (batas akhir).
Ketika waktu didefinisikan dengan kata ajal,  maka segala sesuatu yang terikat oleh waktu,  seperti : Manusia, Jin , Malaikat dan makhluk lainnya ada batas akhirnya. Yang tidak terikat oleh waktu hanya Allah,  tak punya batas akhir. Allah bersifat langgeng. Maka siapapun yang diper-Tuhan, atau dianggap Tuhan dan dia ternyata mempunyai batas akhir maka dia adalah makhluk yang dianggap Tuhan.

*Waktu adalah Batas Awal.*

Waktu kadang didefinisikan sebagai DAHR (sesuatu yang tadinya tak ada kemudian ada). Dahr adalah batas awal. Allah,  Dia adalah awal dan akhir. Awalnya Allah adalah awalnya Allah dan akhirnya Allah adalah akhirnya Allah. Kita tak akan dapat memikirkan karena Allah yang menciptakan waktu.

Kita terikat oleh waktu , maka kita tak dapat menjelaskan sesuatu yang tak terikat waktu.
Dalam Surat Yasin dikatakan bahwa Allah menciptakan sesuatu cukup dengan "Kun fayakun" hal itu jangan dibayangkan Allah berfirman : "Kun !" , itu hanya dalam rangka agar kita mudah memahami. Proses sebenarnya seperti apa kita tidak tahu, karena Proses itu sendiri juga bahasa kita.

Kita tak akan dapat membayangkan atau memprediksi Sifat Allah jika mengandalkan logika kita.

Misalnya :
Tentang "keadilan" Allah,  apakah Allah tidak adil ketika ada orang yang rajin ibadah dan rajin bekerja tetapi tetap miskin. Sedangkan yang santai dan tak pernah ibadah malahan kaya raya.

Tentang "Jarak Waktu" , bahwa Orang miskin dan bertakwa akan masuk surga 1/2 hari akhirat (500 tahun) lebih cepat daripada Orang Kaya yang bertakwa.

Bagi kita sulit membayangkan waktu akhirat,  karena kita hanya mendefinisikan waktu syamsiah (matahari)  dan waktu qomariah (matahari) saja.

Waktu dapat didefinisikan atas dasar waktu itu sendiri,  dan ini berbeda-beda.

*Waktu adalah Peluang.*

Waktu adalah peluang untuk mengerjakan pekerjaan. Waktu menuntut kita memecahnya menjadi satuan-satuan : jam,  menit,  detik.
Istilah sehari, adalah dari jam 6. 00 pagi sampai jam 6. 00 malam.
Istilah semalam,  yaitu dari jam 6. 00 malam sampai jam 6. 00 pagi.
Itu semua adalah kesepakatan.
Malaikat Jibril menghadap Allah tiap hari. Padahal 1 hari akhirat itu 1000 tahun. Itu diluar sistem waktu kita.

Banyak kesepakatan tanpa kita sadari. Bahwa huruf itu ada A,  O dan sebagainya itu kesepakatan. Bahwa bahasa yang kita pakai : malam,  siang,  Ahad itu semua kesepakatan.
Karena waktu adalah peluang maka bisa dipakai dan bisa tidak. Seperti peluang bisnis bisa ditanggapi bisa dibiarkan saja,  namun waktu akan berjalan terus tak peduli apa sikap kita.

Waktu adalah satu-satunya aset yang diberikan Allah kepada kita dalam keadaan selalu baru. Kita tak dapat memakai waktu yang telah lewat. Sampai kapanpun tak akan pernah berulang. Ada hadits tentang dua kenikmatan yang terkait waktu bahwa kita menyadari kenikmatannya setelah dia hilang.

Yang pertama adalah KESEHATAN.
Ketika kita duduk bersila menekuk lutut sambil mendengarkan pengajian,  pernahkah kita menghitung berapa kali kita berhasil menekuk lutut? Pasti tidak terhitung karena sudah biasa. Namun jika kita sakit Asam Urat dan merasa sakit bila menekuk lutut, baru kita sadari nikmatnya menekuk lutut.
Berapa juta kali kita mengedipkan mata secara otomatis tanpa merasa bahwa itu kenikmatan. Baru terasa jika kelopak mata kemasukan debu.

Yang kedua adalah nikmat WAKTU. Nikmat waktu baru terasa setelah waktu meninggalkan kita.
Hukum manusia itu bila mendapat sesuatu tanpa usaha, maka memakainya akan sembrono. Demikian juga sebaliknya.

Kita beli mobil baru,  maka akan dirawat , dicuci,  diservis dengan baik,  karena sadar nilainya. Seandainya kendaraan hilang pasti kecewa. Karena waktu atau usaha untuk  mendapatkannya besar.

Seorang ibu yang biasa jual sayur, lama tak jualan. Kemudian ada yang tanya,  " Kenapa tak jualan? "
" Tak punya modal"
Karena yang tanya dermawan, ibu tadi diberi modal. Sebulan kemudian ketemu lagi sudah tak jualan lagi.
Ketika ditanya kenapa tak jualan?  Jawabnya modal habis untuk selamatan.

Memberi cuma-cuma sebaiknya hanya jika terpaksa atau orangnya tidak bisa apa-apa. Terbukti pemberian cuma-cuma tidak mendidik. Waktu baru sadar bila sudah hilang. Maka waktu adalah peluang.

*Waktu adalah Asar.*

Maknanya adalah bahwa waktu harus dimanfaatkan dengan kerja keras dan kecerdasan pikiran.
Asar itu adalah waktu orang selesai melakukan sesuatu pekerjaan. Maka asar ditempatkan di akhir hari.

*Sifat Waktu itu Relatif.*

Satu hari di dunia,  dimanapun adalah 24 jam.  Waktu tak dapat diperpanjang atau diperpendek. Tak ada yang dapat hidup lebih dari 24 jam dalam sehari. Meskipun malam minggu disebut malam panjang juga tetap 24 jam. Hari jum'at yang disebut hari pendek juga tetap 24 jam.

Waktu itu relatif tergantung pada sistem yang dipakai.
Malaikat menghadap Allah dalam waktu sehari akhirat, ternyata itu 1000 tahun waktu disini.
Orang miskin yang takwa memasuki surga lebih cepat setengah hari akhirat dibanding orang kaya bertakwa,  ternyata itu 500 tahun.

Orang yang dibangunkan dari alam kubur hanya merasa seperti bangun tidur. Padahal dia dikubur ribuan tahun. Buktinya firman Allah SWT :
"Dan demikianlah Kami bangunkan mereka, agar di antara mereka saling bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata, Sudah berapa lama kamu berada di sini ? Mereka menjawab, Kita berada di sini sehari atau setengah hari....".(QS. Al-Kahf 19)

Dalam surat di atas mereka hanya merasa tidur setengah hari. Padahal kenyataannya ratusan tahun.
Tak perlu jauh-jauh ke akhirat, waktu siang disini dengan di kutub juga berbeda. Kita merebus air sampai mendidih disini dan di Eropa berbeda. Jadi waktu itu relatif.

Semua yang terikat oleh waktu yang relatif,  pasti juga relatif.  Hanya Allah SWT yang tidak terikat oleh waktu karena Dia adalah awal dan akhir,  maka Allah itu mutlak.
Maka ketika ada konsep Tuhan yang diikat oleh waktu berarti dia relatif,  sama dengan kita,  bukan Tuhan.

Dalam Surat An Nahl Allah SWT berfirman:

اَتٰۤى اَمْرُ اللّٰهِ فَلَا تَسْتَعْجِلُوْهُ  ۗ

ataaa amrullohi fa laa tasta'jiluuh,..

"Ketetapan Allah pasti datang, maka janganlah kamu meminta agar dipercepat datangnya....."
(QS. An-Nahl 1)

Kata " ataaa" adalah fiil madi (past tense) berarti sudah terjadi. Tetapi kenapa ada kata "tasta'jiluuh" (agar dipercepat)?
Sudah terjadi kenapa minta dipercepat?  Karena Allah menembus dimensi waktu. Ketetapan Allah tak ada awal-akhir. Dimensi waktu hanya mengikat makhluk.
Makhluk itu relatif,  maka jangan bertindak Absolut.

Masalahnya ILMU dan PERILAKU sering beda.
Ilmu kita yakin bahwa kita pasti mati,  namun Perilaku kita seolah kita tak akan pernah mati. Tak pernah menyiapkan diri untuk mati.
Waktu itu Peluang,  ketika ada peluang bisnis tak diambil,  kita sangat kecewa. Tetapi ketika ada Peluang Pahala Shalat Tahajud,  tidak diambil dan tetap santai,  malah mungkin bangun tidurpun jauh setelah subuh berlalu.

*Untuk Apa Kehadiran Waktu.?*

Sifat waktu berjalan dengan konstan tak pernah berhenti. Hanya perasaan saja yang mengatakan waktu menjadi lama ketika terbaring sakit atau sedang menunggu seseorang.
Yang menunggu merasa lama,  yang ditunggu tidak merasa lama. Jadi dimensinya berbeda,  tidak Pas.
Ketika tidak Pas akan jadi masalah.
Kalau orientasinya dunia maka tak akan Pas terus.

Kita ini bagian dari waktu. Ketika sebagian waktu hilang maka sebagian tubuh kita juga hilang karena waktunya habis.
Bapak-bapak dulu dapat berlari kencang,  sekarang untuk jalanpun harus hati-hati. Gigi kita dulu kuat,  sekarang ada yang tanggal. Mata kita dulu tajam,  sekarang membutuhkan kaca mata. Berarti waktu hilang mata kita hilang sebagian. Dulu kita normal,  sekarang penuh vitamin B : "Blawur,  Bhudeg,  Beseren, Boyoken.

Ketika Nabi Ya’qub hampir selesai tugasnya sebagai seorang nabi. Nabi Ya’qub berkata kepada Malaikat Maut, “Aku tahu tugasmu sebagai pencabut nyawa. Alangkah baiknya, jika engkau mengabari aku dahulu sebelum menjemput ajalku nanti.”

Malaikat Maut berkata, “Baiklah, nanti akan aku kirimkan kepadamu dua atau tiga utusan.”
Kemudian Malaikat itupun pergi.
Setelah beberapa lama, Malaikat itu datang menghampiri Nabi Ya’qub.

Nabi Ya’kub bertanya, “Apa kedatanganmu sekadar bertamu?”
Malaikat Maut menjawab, “Tidak, aku mau mencabut nyawamu.”
Kaget, Nabi Ya’qub lantas berkata, “Bukankah aku pernah berpesan agar mengingatkan aku sebelum kau mencabut nyawaku?”

Malaikat Maut menjawab, “Aku sudah kirimkan kepadamu pesan itu, tidak hanya satu bahkan tiga : pertama, rambutmu yang mulai memutih; kedua, badanmu yang mulai melemah; dan ketiga badanmu yang mulai membungkuk....”
Kemudian Malaikat mencabut nyawa Nabi Ya’qub.

Mati itu ada syaratnya. Tidak benar jika syaratnya adalah tua atau sakit. Syarat untuk mati cuma satu, yaitu  dia hidup. Yang tak hidup tak mungkin akan mati.

*Waktu itu Untuk Bertakwa.*

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَـنْظُرْ نَـفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ بِۢمَا تَعْمَلُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hasyr 18)

Dalam ayat di atas ada waktu lalu, ada waktu esok. Diawali perintah takwa dan diakhiri juga dengan takwa. Padahal waktu terus berjalan tak bisa kembali,  jadi perintah untuk  takwa terus selama 24 jam. Sepanjang hidup takwa terus , jangan sampai keluar dari rel takwa.
Kenyataan kita sering keluar dari rel takwa. Beda dengan para Sahabat, mereka hati-hati sekali dan memandang dosa kecil sebagai dosa besar.

Allah SWT berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Az-Zariyat 56)

Disitu ada kata "ila" yang artinya agar. Dalam bahasa Al Qur'an ila tidak harus bermakna 'agar',  ila dapat diartikan BERAKIBAT. Maka Jin dan Manusia adalah Hamba Allah. Maka perjalanan waktu apapun isinya dapat diubah menjadi NILAI IBADAH. Tak ada waktu yang bukan ibadah. Jangan menganggap bahwa hanya Shalat dan Ngaji saja yang ibadah. Waktu kita yang lama justru tidak untuk Shalat, tetapi untuk beraktivitas yang bernilai ibadah.

*Segala Perbuatan akan ada akibat.*

قُلْ يٰقَوْمِ اعْمَلُوْا عَلٰى مَكَانَتِكُمْ اِنِّيْ عَامِلٌ ۚ فَسَوْفَ تَعْلَمُوْنَ ۙ مَنْ تَكُوْنُ لَهٗ عَاقِبَةُ الدَّارِ ۗ اِنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الظّٰلِمُوْنَ

"Katakanlah (Muhammad), Wahai kaumku! Berbuatlah menurut kedudukanmu, aku pun berbuat demikian. Kelak kamu akan mengetahui, siapa yang akan memperoleh tempat terbaik di akhirat nanti. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan beruntung.".(QS. Al-An'am 135)

Tidak ada akibat tanpa penyebab. Keadaan kita saat ini adalah akibat dari perbuatan kita waktu lalu. Apa yang kita lakukan sekarang ini akan berakibat pada kehidupan berikutnya. Kehidupan berikutnya tidak hanya di akhirat saja,  ketika di dunia juga sama.
Seorang lulus ujian akibat dari belajar sebelumnya. Orang menjadi pandai akibat dari sekolah. Demikian seterusnya sampai berakibat ke akhirat.

Al Qur'an selalu mengatakan bahwa bekerja selalu bermakna sungguh-sungguh.

فَاِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ ۙ

"Maka apabila engkau telah selesai dari sesuatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain," (QS. Al-Insyirah 7)

Fanshob itu artinya letih.  Orang bekerja terus sampai dia letih. Jadi tiap kita bekerja harus ada hasilnya.
Dalam falsafah Jawa : " Urip iku sing penting makan enak turu enak". (Hidup itu yang penting bila makan terasa enak dan tidur terasa enak).
Kapan kita bisa merasakan enaknya makan.? Tentu ketika kita lapar. Seenak apapun makanan tak akan terasa enak bila kita kenyang.
Maka yang penting adalah adanya rasa lapar,  maka Orang Jawa mengisyaratkan pentingnya PUASA.

Tidur terasa enak hanya terjadi ketika kita capai. Maknanya adalah kita harus KERJA KERAS.
Filsafat jawa memerintahkan untuk kita Puasa dan Kerja Keras dalam arti luas. Orang jawa menyambut datangnya tahun baru dengan TIRAKATAN itu adalah filsafat untuk berpuasa tidak makan dan tidak tidur. Jadi berbeda dengan sekarang yang pelaksanaannya adalah makan-makan.

Islam mengajarkan untuk kerja keras sampai letih baru istirahat. Kemudian kerja lagi. Maka definisi istirahat adalah perpindahan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain.
Tidur tidak boleh berlama-lama. Begitu tubuh segar harus segera aktivitas kembali.

وَاِلٰى رَبِّكَ فَارْغَبْ٪

"dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap." (QS. Al-Insyirah 8)

Berdo'a itu terus menerus,  24 jam. Jangan menganggap bahwa berdo'a hanya pada saat kita mengucap :
"Allohuma...." saja.
Waktu mengerjakan apa-apa kita bisa berdo'a dengan bahasa kita masing-masing.  Adapun do'a khusus seperti yang diajarkan itu waktunya tertentu.

Waktu untuk berdo'a secara khusus yang dianjurkan adalah akhir malam. Rasulullah SAW bersabda,
“Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun ke langit dunia pada setiap malam yaitu ketika sepertiga malam terakhir, kemudian Dia berfirman, ‘Barang siapa berdoa kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan, barang siapa meminta kepada-Ku, niscaya akan Aku berikan, dan barang siapa memohon ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni." (HR Bukhari Muslim)

Ada ahli ibadah,  tahajud, puasa tapi dalam setiap berdo'a  dia selalu meminta dunia. Dia selalu merasa tidak cukup terhadap apa yang dia punya. Maka Allah benar-benar memberinya ketidak-cukupan.

Waktu itu tidak hanya untuk berdo'a saja,  waktu itu untuk kerja.
Kerja bahasa arabnya adalah amal. Maka amal Sholeh berarti Kerja Profesional. Orang yang kerja Profesional pasti bekerja dengan ikhlas. Disini diartikan bahwa kerja ikhlas adalah kerja yang tak dibayar. Ini keliru,  kerja ikhlas adalah kerja keras dan Profesional, bukan masalah bayaran.

Sayangnya perilaku Profesional yang semestinya adalah perwujudan Amal Sholeh ini belum dihayati oleh umat islam. Kalau kita mengunjungi masjid banyak yang jelek,  kesannya manajemen masjid pasti amburadul.
Kesan terhadap Santri adalah kejorokan. Padahal mereka belajar fiqih tentang thaharah. Yang banyak dibahas adalah masalah dua kulah bukan kebersihan.

Maka waktu itu untuk ibadah. Seorang ibu ketika memasak untuk keluarganya itu beribadah,  selama dia tidak mengomel. Dengan mengomel maka hatinya kesal, tertekan dan tak ada rasa syukur. Akhirnya tidak ada nilai ibadahnya. Waktunya lewat dengan sia-sia. Setiap orang harus berusaha semua perbuatannya menjadi ibadah. Maka dia memenuhi perintah : Diawali Takwa dan diakhiri Takwa.

Jadi modal utama manusia bukan uang tapi Waktu atau Kesempatan. Namun modal utama ini sering disia-siakan. Ketika dapat uang untuk modal kerja malah habis untuk selamatan. Dengan mempunyai waktu maka manusia harus berusaha.

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا  ۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ٪

"Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridaan Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-'Ankabut 69)

Orang yang bekerja dengan sungguh-sungguh pasti akan mendapat petunjuk Allah.  Kebanyakan orang baru berusaha setengah jalan sudah merasa sungguh-sungguh. Namun sebenarnya itu belum bekerja sungguh-sungguh.
Banyak orang tua merasa muda,  tidak berarti muda. Demikian juga dengan usaha, banyak yang merasa sudah berusaha tapi sebenarnya belum apa-apa.

Islam tidak menyukai orang yang suka bersantai-santai membuang waktu. Bahkan ketika di WC saja dilarang berlama-lama. Kalau dulu orang suka berlama-lama di WC sambil merokok,  sekarang main WA. Padahal ada hadits larangan berlama-lama di WC.

Contoh lain ketika Jum'at. Shalat jum'at itu wajib. Itupun tidak boleh santai baik ketika mau mulai ataupun setelah selesai harus segera pergi dari masjid untuk bekerja.

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۗ ذٰ لِكُمْ خَيْرٌ لَّـكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan sholat pada hari Jum'at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Apabila sholat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung." (QS. Al-Jumu'ah Ayat 9-10)

Kerja akan terus berlangsung seumur hidup,  sampai mati.  Bagi orang beriman kematian adalah istirahat.
Tidur itu kebutuhan, maka jangan lama-lama. Tak ada jaminan bila tidur lama menjadi sehat.

Bagi orang Kristen ada liburan hari minggu. Orang Yahudi liburnya Sabtu. Bagaimana dengan orang Islam?  - Tidak punya Libur -
Bukankah ketika dipanggil jum'atan disuruh meninggalkan perniagaan, dan selesai Shalat langsung disuruh meneruskan?  Berarti dia tidak libur,  dia kerja tapi nilainya ibadah.

Jadi waktu itu modal dan harus selalu diisi kegiatan positif. Cara mengisi waktu sudah ada petunjuknya dalam Surat Al Asri.
Menambah Iman dan Amal Sholeh.
Kelak di akhirat akan ditanya :
*Kau gunakan untuk apa waktumu?*

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar