Minggu, 22 April 2018

Kajian Ahad Muhammadiyah Banyumanik

Kajian Ahad Muhammadiyah Banyumanik

AURAT DAN JILBAB

Tanggal : 6 Sya'ban 1439 H/22 April 2018

Nara sumber : Prof. Dr. H. Yusuf Suyono MA

Para ulama hingga kini masih berbeda pendapat mengenai batas-batas aurat wanita muslimah, baik muslimah Indonesia maupun muslimah bukan Indonesia. Yang demikian itu, karena terdapat perbedaan penafsiran terhadap surat an-Nur : 30-31.

1. قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

1. Katakanlah kepada kaum mu’minin:  Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (an-Nur 30)

2. وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَائِهِنَّ أَوْ ءَابَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

2. Katakanlah kepada para wanita yang beriman: Hendaklah mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (an-Nur 31)

3. يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا(59)

3. Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang-orang mu’min: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ketubuhnya. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang. (al-Ahzab 59)

Untuk memahami ayat-ayat tersebut, perlu memahami lebih dahulu dua kata kunci yaitu: ‘aurah dan jilbab.

 ‘Aurah, menurut bahasa berarti: segala sesuatu yang harus ditutupi; segala sesuatu yang menjadikan malu apabila dilihat.
Menurut istilah, ‘aurah ialah anggota badan manusia yang wajib ditutupi, dan haram dilihat oleh orang lain, kecuali orang-orang yang disebutkan pada surat an-Nur 31.
Dalam bahasa Indonesia, ‘aurah disebut dengan istilah aurat, dan selanjutnya dalam paparan ini digunakan istilah tersebut.

Jilbab, berasal dari kata jalbaba yang berarti memakai baju kurung. Para ulama berbeda pendapat mengenai arti jilbab. Sebagian ulama mengartikannya baju kurung; sedang ulama lainnya mengartikannya baju wanita yang longgar yang dapat menutupi kepala dan dada.
Al-Asy’ary berpendapat bahwa jilbab ialah baju yang dapat menutupi seluruh badan. Ulama lainnya berpendapat, bahwa jilbab ialah kerudung wanita yang dapat menutupi kepala, dada, punggung. Menurut Ibnu Abbas, jilbab ialah jubah yang dapat menutup badan dari atas hingga ke bawah.  Menurut al-Qurtuby, jilbab ialah baju yang dapat menutup seluruh badan.

Dari penjelasan tersebut dapatlah ditarik kesimpulan bahwa jilbab mempunyai dua pengertian:

Jilbab ialah kerudung yang dapat menutup kepala, dada dan punggung yang biasa dipakai oleh kaum wanita.Jilbab ialah semacam baju kurung yang dapat menutup seluruh tubuh, yang biasa dipakai kaum wanita.

Jika kedua pengertian tersebut digabungkan, maka yang dimaksud dengan jilbab ialah: pakaian wanita yang terdiri dari kerudung dan baju kurung yang dapat menutup seluruh auratnya.

SEBAB NUZUL

Sebab nuzul kedua ayat tersebut menurut suatu riwayat adalah sebagi berikut:

Menurut riwayat yang ditakhrijkan oleh Ibni Mardawaih, dari ‘Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata: Pada masa Rasulullah saw, ada seorang berjalan di suatu jalan di Madinah, kemudian dia melihat seorang wanita, dan wanita itupun melihatnya, lalu syaitanpun mengganggu keduanya sehingga masing-masing melihatnya karena terpikat. Maka ketika laki-laki tersebut mendekati suatu tembok untuk melihat wanita tersebut, hidungnya tersentuh tembok hingga luka. Lalu ia bersumpah: Demi Allah saya tidak akan membasuh darah ini hingga bertemu Rasulullah saw dan memberi tahu kepadanya tentang masalahku. Kemudian ia datang kepada Rasulullah dan menceritakan peristiwanya. Kemudian bersabdalah beliau: “Itu adalah balasan dosamu” lalu turunlah ayat tadi An Nur 30 :

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ ......

Menurut riwayat yang ditakhrijkan oleh Ibnu Kasir, dari Muqatil ibni Hibban, dari Jabir ibni Abdillah al-Ansariy, ia berkata: “Saya mendengar berita bahwa Jabir ibni Abdillah al-Ansariy menceritakan, bahwa Asma’ binti Marsad, ketika berada di kebun kurma miliknya, datanglah kepadanya orang-orang wanita dengan tidak memakai izar (kain), sehingga tampaklah gelang kaki mereka dan dada mereka.
Maka berkatalah Asma’: Ini tidak baik. Kemudian Allah menurunkan firmannya (An Nur 31) :

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ ....

Sekalipun ayat tersebut diturunkan karena sebab tertentu, namun ayat tersebut berlaku untuk umum, yaitu seluruh kaum mu’minin.

Maka muncul istilah ushul fiqih

"al ‘ibrah bi ‘umuumil lafzhy laa bi khushuushis sabab "

Maksud dari kaidah ini adalah ‘ibroh (pelajaran) atau hukum dari suatu ayat Al-Quran diambil dari redaksi teksnya yang bersifat umum, bukan dari sebab turunnya yang bersifat khusus.

Allah memerintahkan kepada kaum mu’minin agar menahan pandangannya terhadap wanita-wanita yang bukan mahramnya, dan melarang memandang kecuali hanya bagian yang diperbolehkan memandangnya. Juga memerintahkan agar menjaga farjinya dari perzinahan dan menutup auratnya hingga tidak terlihat oleh siapapun, sehingga hatinya menjadi lebih bersih dan terjaga dari kema’siatan. Sebab pandangan mata dapat menanamkan syahwat dalam hati, dan seringkali syahwat dapat mengakibatkan kesusahan yang sangat panjang.

Maka aturan ini adil,  bagi kaum Pria harus menahan pandangan,  sedang bagi kaum wanita menutupi bagian tubuhnya yg menarik untuk dipandang.

Apabila dengan tidak sengaja memandang sesuatu yang haram, maka hendaklah segera memalingkan pandangannya, dan jangan mengulanginya dengan pandangan yang penuh syahwat, sebab Allah Maha Mengetahui.

Allah tidaklah hanya memberi peringatan kepada kaum mu’minin, melainkan juga kepada kaum mu’minat. Bahkan tidak hanya melarang memandang hal-hal yang haram, melainkan juga melarang menampakkan perhiasannya, kecuali kepada mahramnya, agar tidak mudah terpeleset dalam kema’siatan, namun apabila perhiasan tersebut terlihat tanpa disengaja, maka Allah Maha Pengampun.

Pada masa jahiliyah orang-orang perempuan suka membuka bagian leher, dada dan lengannya, bahkan sebagaian tubuhnya hanya sekedar menyenangkan laki-laki hidung belang, dan orang-orang pria pun suka memandang aurat wanita, sebagaimana masa kini, bahkan pada masa kini mereka lebih berani, maka pantaslah jika masa kini disebut “jahiliyah modern”. Moral yang rendah itulah yang menjadi sumber kejahatan, baik masa lampau maupun masa kini.

Untuk itulah Allah memerintahkan kepada kaum wanita untuk menutup auratnya dengan sempurna, dan melarang kaum pria mengumbar pandangannya untuk menjaga kejahatan yang lebih parah yang menimbulkan kekacauan dalam masyarakat, maka pemberantasan pornografi dan pornoaksi, baik di majalah-majalah, pentas seni maupun di sinetron perlu diintensifkan.

Mengapa Allah melarang memandang aurat lain jenis? Sebab timbulnya kejahatan besar tidaklah mendadak, melainkan sedikit demi sedikit. Mula-mula dari pandangan, kemudian senyuman, perkenalan dan seterusnya.

Syauqi dalam syairnya mengatakan:

نَظْرَةٌ فَابْتِشَامَةٌ فَسَلاَمٌ , فَكَلاَمٌ فَمَوْعِدٌ فَلِقَاءٌ

“Pada mulanya hanyalah pandangan, kemudian senyuman, kemudian salam, kemudian percakapan, kemudian perjanjian, lalu kencan.”

Seorang sastrawan berkata:

وَمَا اْلحُبُّ إِلاَّ نَظْرَةٌ بَعْدَ نَظْرَةٍ , تَزِيْدُ نُمُوًّا إِنْ تَزِدْهُ لَجَاجًا

“Cinta hanyalah pandangan demi pandangan, jika terus bersemi maka menjadilah perbuatan nyata”.

Dalam tafsirnya, Safwatut Tafasir, as-Sabuniy mengutip sebuah syair:

كَمْ نَظْرَةً فَتَكَتْ فِي قَلْبِ صَاحِبِهَا , فَتْكَ السِّهَامُ بِلاَ قَوْسٍ وَلاَ وَتَرٍ

“Sering-sering pandangan mata menyerang hati pemandangnya, bagaikan serangan anak panah tanpa busur dan tali”.

Al-Qasimiy mengutip sebuah syair

كُلُّ اْلحَوَادِثِ مَبْدَأُهَا مِنَ النَّظْرِ , وَمَعْظَمُ النَّارِ مِنْ مُسْتَصْغَرِ الشَّرَرِ

“Semua peristiwa permulaannya adalah dari pandangan, dan sebagian besar api bermula dari percikan api kecil” .

Pandangan mata sangat besar peranannya dalam kejahatan, maka pada ayat tersebut, perintah menahan pandangan disebutkan lebih dahulu dari perintah menjaga farji.

Hikmah menahan pandangan:

1. Mentaati perintah Allah.
2. ‎Mencegah masuknya pengaruh pandangan beracun ke dalam hati.
3. Mendekatkan diri kepada Allah, sebab melepas pandangan akan mencerai beraikan hati dan menjauhkan diri dari Allah, tiada yang paling berbahaya selain jauh dari Allah, yang mengakibatkan tergelincir dalam kejahatan.
4. ‎Mengokohkan hati nurani dan membahagiakannya, sebagaimana apabila mengumbar pandangan, akan melemahkan dan menjadikannya susah.
5. Menjadikan hati bercahaya, sebagimana menjadikan hati dalam kegelapan apabila mengumbar pandangan.
6. Diberi ketajaman firasat, sehingga dapat membedakan antara orang yang jujur dan orang yang tidak jujur.
7. Menanamkan rasa kemantapan, keberanian dan keteguhan dalam hati.
8. ‎Menutup pintu bagi syaitan, sehingga tidak dapat masuk dalam hati.

Ayat 59 surat al-Ahzab (33), sabab nuzul ayat tersebut, menurut riwayat Abi Salih ialah sebagai berikut:
Ketika Rasulullah saw datang di Madinah, jika istri beliau dan para wanita muslimah keluar malam untuk suatu keperluan, sering diganggu oleh orang-orang laki-laki yang duduk dipinggir jalan. Setelah dilaporkan kepada Rasulullah, maka turunlah ayat ini (al-Ahzab, (33):59).

Pada ayat sebelumnya, Allah menjelaskan bahwa orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat sebenarnya telah melakukan dosa besar dan sangat tercela, maka pada ayat berikutnya, Allah memerintahkan pada Nabi saw agar para isteri beliau dan para wanita muslimat menutup aurat dengan sebaik-baiknya, supaya mudah dibedakan antara orang yang terhormat dan orang yang tidak terhormat, untuk menjaga diri dari gangguan laki-laki jahat yang sering mengganggu di pinggir jalan.

Pada permulaan masa Islam, di Madinah masih banyak orang jahat yang suka mengganggu wanita, sebab para wanita pada waktu itu masih selalu memakai pakaian harian sebagaimana pada masa jahiliyah, sehingga tidak dapat dibedakan antara orang terhormat dan orang yang tidak terhormat. Kadang-kadang mereka menggangu wanita muslimah dengan alasan tidak dapat mengenalnya, dan menyangkanya sebagai wanita yang tidak terhormat, karena itulah wanita muslimah diperintahkan memakai mode pakaian yang berbeda dengan mode pakaian yang dipakai oleh wanita yang tidak terhormat.

Al-Qurtubiy dalam tafsirnya mengatakan, pakaian penutup aurat hendaklah terbuat dari bahan yang tidak tembus pandang, agar warna kulit tidak kelihatan, dan berbentuk longgar, agar bentuk badannya tidak tampak, kecuali apabila sedang bersama suaminya, sebab pakaian tembus pandang dan sempit, tidak memenuhi fungsinya sebagai penutup aurat, maka Rasulullah saw pernah bersabda:

رب كاسية في الدنيا عارية في الأخرة

“Kadang-kadang wanita berpakaian di dunia, tetapi telanjang di akhirat.”

Pakaian muslimah berbeda dengan pakaian barat,  karena pakaian barat mengutamakan erotika, kedua estetika kemudian baru ethika . Kalau pakaian muslimah dibalik,  ethika diutamakan,  kemudian estetika. Terakhir erotika hanya untuk suami di rumah.

Allah memerintahkan Nabi-Nya agar umat Islam semuanya mentaati peraturan adab dan sopan santun Islam, petunjuknya yang mulia dan peraturan-peraturannya yang bijaksana, untuk kebaikan bersama, baik untuk kehidupan perseorangan maupun kehidupan bermasyarakat.

Allah mewajibkan orang-orang muslimah untuk menutup auratnya agar kehormatannya terjaga dari pandangan yang menyakitkan, kata-kata yang menyengat, jiwa yang sakit dan niat jahat laki-laki yang tidak berakhlak, sebagaimana ditegaskan dalam surat an-Nur 31.

Kewajiban menutup aurat bukanlah merupakan adat kebiasaan atau tradisi Arab sebagaimana dikatakan oleh sebagian orang islam Liberal.
Islam mewajibkan menutup aurat adalah bertujuan untuk memotong niat jahat para syaitan, sehingga mereka tidak dapat menggoda hati para laki-laki dan para wanita. Itulah yang dimaksudkan dengan firman-Nya: “Zalika azka lahum” (yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka). (an-Nur 30).

 Batas-batas Aurat

Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan batas aurat, karena perbedaan penafsiran terhadap ayat tentang aurat. Para ulama telah sepakat bahwa antara suami dan isteri tidak ada aurat, berdasarkan firman-Nya:

إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

“…Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal itu tiada tercela”. ( al-Mu’minun 6).

Maka yang dibahas disini adalah aurat lak-laki dan perempuan terhadap orang lain.

1. Aurat Laki-laki Terhadap Laki-laki: Menurut jumhur ulama, aurat laki-laki terhadap laki ialah antara pusat perut hingga lutut, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Jurhud al-Aslamiy, ia berkata: Rasulullah saw duduk diantara kita dan paha saya terbuka, kemudian beliau bersabda:

أما علمت أن النخذ عورة

“ Ketahuilah bahwa paha adalah aurat”. (HR Abu Dawud dan at-Tirmiziy)

2. Aurat Perempuan Terhadap Perempuan: Jumhur ulama berpendapat bahwa aurat perempuan terhadap perempuan adalah sama dengan aurat laki-laki terhadap laki-laki.

3. Aurat Laki-laki Terhadap Perempuan: Jumhur ulama berpendapat bahwa aurat laki-laki terhadap perempuan adalah dari pusat perut hingga lutut, baik terhadap mahram maupun bukan mahram.

4. Aurat Perempuan Terhadap Laki-laki: Para ulama berbeda pendapat tentang aurat perempuan terhadap laki-laki, dan diantara pendapat-pendapat tersebut ada dua pendapat yang diikuti oleh banyak orang, yaitu:

a. Asy-Syafi’iyah dan al-Hanabilah berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat, dengan alasan:

1). Firman Allah: Wala Yubdina Zinatahunna (dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya). (an-Nur 31). Ayat tersebut dengan tegas melarang memaparkan perhiasannya. Mereka membagi zinah (perhiasan) menjadi dua macam:
Pertama zinah khalqiyyah (perhiasan yang berasal dari penciptaan Allah), seperti wajah, ia adalah asal keindahan dan menjadi sumber fitnah.
Kedua zinah muktasabah (perhiasan yang dibuat manusia), seperti baju, gelang dan pupur.

Ayat tersebut mengharamkan kepada wanita menampakkan perhiasan secara mutlak, baik perhiasan khalqiyyah maupun perhiasan muktasabah, maka haram bagi wanita menampakkan sebagian anggota badannya atau perhiasaannya dihadapan orang laki-laki. Mereka mena’wilkan firman Allah: “Illa ma zahara minha” (kecuali apa yang biasa tampak daripadanya), bahwa yang dimaksudkan dengan ayat tersebut ialah: “menampakan tanpa sengaja”, seperti tersingkap karena angin, baik wajah atau anggota badan lainnya, sehingga ma’na ayat tersebut menjadi : “Janganlah mereka menampakkan perhiasannya selama-lamanya”.

2). Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, ia menceritakan, bahwa Nabi saw memboncengkan al-Fadl ibnul-Abbas pada hari Nahr dibelakangnya, dia adalah orang yang bagus rambutnya, dan berkulit putih. Ketika itu datanglah seorang wanita minta fatwa kepada beliau, kemudian al-Fadl melihatnya dan wanita itupun melihat al-Fadl. Kemudian Rasulullah saw memalingkan wajah al-Fadl kearah lain… (HR al-Bukhari)

3). Apabila keharaman melihat rambut dan kaki telah disepakati oleh para ulama, maka keharaman melihat wajah adalah lebih pantas disepakati.

Imam Malik dan Abu Hanifah berpendapat, bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan dua tapak tangan, dengan alasan:

1). Bahwa firman Allah SWT: “Wa la yubdiha zinatahunna illa ma zahara minha” (dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa tampak daripadanya) (an-Nur 31), ayat tersebut mengecualikan apa yang biasa tampak, yang dimaksudkannya ialah wajah dan dua tapak tangan. Pendapat tersebut dinukil dari sebagian sahabat dan tabi’in. Sa’id bin Jabir juga berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan “apa yang biasa tampak” adalah wajah dan dua tapak tangan, demikian pula ‘Ata’.

2) Mereka mengaitkan pendapat tersebut dengan hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah yang bunyi teksnya sebagai berikut:
“Bahwa Asma’ binti Abi Bakr masuk ketempat Rasulullah saw dengan memakai baju yang tipis, kemudian Rasulullah saw berpaling daripadanya dan bersabda: “Hai Asma’ sesungguhnya apabila wanita itu sudah sampai masa haid, tidaklah boleh dilihat sebagian tubuhnya kecuali ini dan ini, dan beliau menunjuk kepada muka dan kedua tapak tangannya.” (HR Abu Dawud).

3). Mereka mengatakan, diantara dalil yang memperkuat pendapat bahwa wajah dan dua tapak tangan adalah bukan aurat, ialah bahwa dalam melakukan salat dan ihram, wanita harus membuka wajah dan dua tapak tangannya. Senadainya kedua anggota badan tersebut termasuk aurat, niscaya tidak diperbolehkan membuka keduanya pada waktu mengerjakan salat dan ihram, sebab menutup aurat adalah wajib, tidaklah sah salat atau ihram seseorang jika terbuka auratnya.

Kami berpendapat bahwa alasan bagi pendapat bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan tapak tangan adalah lebih kuat, dan pendapat tersebut menurut kami lebih pas bagi muslimah Indonesia. sekalipun demikian kami berpendapat bahwa menutup wajah dan tapak tangan tidaklah terlarang, bahkan merupakan perbuatan kehati-hatian yang terpuji, dan menutup aurat dengan libasut-taqwa (pakaian taqwa) adalah paling baik.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar