Senin, 09 Juli 2018

Kajian Ahad Muhammadiyah Banyumanik

Kajian Ahad Muhammadiyah Banyumanik

ISTILAH YANG BERUBAH MAKNA

Tanggal : 24 Syawal 1439 H/ 8 Juli 2018

Nara sumber :  Drs. H. Fachrur Rozi MAg

Ketika dua orang muslim bertemu di bulan Syawal, maka ucapan yang terbaik adalah : "Taqobalallohu minna wa minkum" (Semoga Allah menerima ibadah kami dan ibadah kalian). Namun ucapan ini semakin hari semakin hilang dari peredaran. Seandainya ada , kadang sebagiannya yang mengucapkan menjadi keliru karena tidak terbiasa. Namun kemudian tambah keliru lagi karena dikatakan : "Minal aidin wal Faizin".

Ada beberapa penggunaan istilah yang sering dipakai selama Ramadhan sampai Syawal yang sudah beredar dikalangan umat Islam.  Tidak keliru tapi perlu diluruskan. Sebab di Grup WA ada tulisan yang diatas-namakan Kholid Basalamah,  entah ini benar atau tidak,  yang mengatakan bahwa ucapan "Minal aidin wal faizin" , adalah ucapan yang keliru dan harus diganti "Taqobalallohu minna wa minkum". Ini perlu diluruskan agar Keislaman kita terjaga kemurniannya,  tetapi dari sisi muamalah tidak tercabut dari akar budaya kita.

Maka ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan,  dan akan kita awali dengan istilah ketika bulan Ramadhan.

1.  Takjil

Kita sering mendengar istilah Takjil. Bahkan takmir masjid juga membuat Jadual Takjil. Secara bahasa,  takjil itu artinya : Segera.
Lengkapnya
اِستَعْجَلَ - يَسْتَعْجِلُ، اِئْتَزَّ

ista'jala - yasta'jilu, iktazza (orang yang selalu tergesa-gesa).
Ketika masuk waktu maghrib,  maka Takjillah...artinya segeralah berbuka. Tetapi di masyarakat, takjil artinya menjadi snack.
Apakah Takmir masjid tidak tahu arti takjil,  sehingga membuat jadual sedekah snack dengan kalimat Jadual Takjil?
Atau kalimat Takjil sudah larut?  Berubah maknanya?
Bahkan hotelpun sudah biasa membuat Pengumuman : Disediakan Takjil gratis,  dan yang dimaksud adalah Kolak (Makanan ringan).

Dari kata Takjil itu kemudian berkembang pertanyaan,  waktu berbuka puasa itu kapan?
Ketika tiba waktu maghrib atau menunggu adzan maghrib selesai?
Memang boleh saja menunggu adzan selesai,  tapi itu bukan syarat untuk berbuka.  Karena belum tentu ada adzan yang terdengar ketika kita di daerah terpencil belum ada listrik dan tak ada radio. Atau ketika kita sedang berada di negara yang jarang ada muslimnya. Alasan kedua karena tak ada standard kapan selesainya adzan,  bisa panjang atau pendek.

2. Tarawih.

Istilah ini ternyata berasal dari Imam Syafii ketika beliau berkunjung ke Medinah. Beliau melihat orang shalat bakda Isya' dengan jumlah raka'at  yang banyak. Beliau berkomentar :
"Hadzihi sholatu Tarawih" ( Ini adalah shalat yang Santai).
Jadi Tarawih artinya santai,  karena beliau melihat shalat yang sangat pelan sekali. Sekarang kata Tarawih digunakan untuk nama shalat malam di bulan Ramadhan.
Karena banyak yang tak tahu artinya,  ketika Bilal mengajak : "Shollu sunattan Tarawih..." ( Mari kita bersama shalat Sunah dengan pelan-pelan.. ) , yang terjadi shalatnya ngebut,  cepat sekali.

Kadang diantara kita ada yang ingin menirukan Rasul dalam beribadah. Untuk diketahui bahwa Rasul tak pernah shalat malam lebih dari 8+3 raka'at. Kita bangga telah mengikuti itu,  tetapi tidak mengikuti selanjutnya. Karena oleh Aisyah dikatakan : "Jangan tanya panjangnya."
Rasulullah sangat lama shalatnya,  ternyata kita tidak siap untuk mengikuti Rasulullah. Kita tidak suka jika imam terlalu lama shalatnya. Bahkan ada masjid yang pesan agar imam yang memimpin jangan membaca surat yang panjang, atau ceramahnya jangan menyinggung hal-hal tertentu. Memang sunahnya sebenarnya yang mengimami adalah Tuan rumah asal bacaannya bagus,  bukan Ustadz tamu.

3. Tadarus

Yang dipraktekkan di masjid-masjid sesudah shalat Witir itu sebenarnya adalah Murotal,  bukan Tadarus. Karena Tadarus itu adalah dari kata

درس - يدرس - ادرس

( darosa - yadrusu - udrus ) = kuliah atau Kajian.
Yang dilakukan adalah membunyikan huruf-hurufnya Al Qur'an , belum sampai level kajian. Meskipun membaca Al Qur'an juga baik disisi Allah, mengerti atau tidak mengerti maknanya.
Di jaman dahulu para ulama memberi nama kegiatan tersebut dengan nama Tadarus karena kegiatannya berupa Taklim,  kajian dan tidak hanya membaca saja,  tetapi setiap membaca satu ayat dilanjutkan dengan penjelasannya. Sehingga selama Ramadhan itu mungkin hanya satu juz saja atau mungkin malah hanya beberapa surat dari Al Qur'an. Namun hal demikian membuat orang semakin faham dengan Al Qur'an.

Contoh misal pemahaman ayat ini :

اَلْهٰٮكُمُ التَّكَاثُرُ حَتّٰى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ

"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,  sampai kamu masuk ke dalam kubur." (QS. At-Takasur Ayat 1-2)

Jelas kita dilarang menumpuk harta dengan tujuan dikoleksi tanpa dimanfaatkan. Tetapi banyak terjadi misalnya punya gelas bagus dan hanya disimpan saja. Bahkan anaknya sendiri tak boleh pakai gelas bagus karena merasa sayang,  dan diperintahkan pakai gelas lain untuk harian dengan alasan gelas bagus disimpan untuk menjamu tamu. Tetapi apa yang terjadi?  Ketika tamu datang cukup dijamu dengan aqua gelas. Itu contoh sederhana tentang menumpuk harta yang mungkin juga kita lakukan. Membeli sesuatu hanya karena tertarik tapi cuma disimpan tak pernah dimanfaatkan.

4. Iedhul Fitri

Secara bahasa sebenarnya iedhul Fitri  berarti Kembali Sarapan. Setelah lama Ramadhan,  maka ketika Iedhul Fitri , masuk 1 Syawal kita kembali makan. Maka Shalat Iedhul Fitri sunahnya sebelum shalat diawali dengan Sarapan.
Kemudian arti Iedhul Fitri  berkembang jadi Kembali kepada Kesucian,  hal ini ada kisahnya dan ada alasannya. Karena setelah berpuasa selama Ramadhan dikatakan oleh Rasulullah sebagai kembali seperti bayi.
“Hari ini suatu kaum telah kembali dalam keadaan sebagaimana ibu mereka melahirkan mereka.” (Ibnu Rajab).

Kemudian yang sering terucap adalah kata : "Minal aidin wal Faizin". Itupun kadang ditulis dengan tulisan yang salah,  pakai "dz".
Hal begini sering terjadi,  termasuk kata Ramadhan (dibaca Romadhon) artinya adalah "membakar", maksudnya membakar dosa. Ada yang perlu diwaspadai dalam penulisan kata “Ramadhan,” yaitu jangan sampai kita menghilangkan huruf “h” sehingga kemudian menjadi “Ramadan” karena dalam bahasa Arab pengertiannya akan berubah jadi mata bengkak.

Kekeliruan berikutnya adalah kalimat "Minal aidin wal faizin" diartikan sebagai Mohon maaf lahir batin. Kemudian dijawab : Sama-sama...
Ini perlu diluruskan bahwa Minal aidin wal faizin artinya adalah "Kembali dan Menang". Ini adalah sebuah doa yang panjang, kita kembali kepada fithrah dan menang.

Ada sejarah yang melatar belakangi hal ini yaitu Perang Khondag. Ketika Pasukan Mekkah akan menyerbu Rasulullah di Medinah,  kemudian Rasulullah mengajak para Sahabat untuk rapat. Dalam rapat diputuskan strategi menggali parit (khondag)  di pinggir kota untuk perlindungan agar tidak terjadi perang di kota. Ketika menggali parit,  terhalang sebuah Batu yang besar. Dan para sahabat melaporkan hal ini kepada Rasulullah.

Akhirnya Rasulullah mengambil alat pemukul Batu, dan sambil meneriakkan Takbir : " Allahu Akbar", beliau memukul batu.  Batu tadi retak. Kemudian Rasulullah mengulangi memukul kedua kali dan meneriakkan takbir : "Allahu Akbar".
Batu itu pecah dan para sahabat yang mengagumi kekuatan Rasulullah ikut bertakbir juga , memuji Rasulullah :  "Allahu Akbar".
Rasulullah menjawab : "walillah hilhamd" (segala pujian hanya milik Allah).
Itulah riwayat kenapa lafadz takbir Hari Raya,  ada yang dua kali takbir,  dan ada yang tiga kali takbir (dua kali takbir Rasulullah dan jadi tiga kali takbir jika ditambah dengan takbir para sahabat).
Ketika Pasukan Mekkah tiba di dekat Khondag,  mereka berhenti dan berkemah sebelum menyerang.

Di malam hari menjelang perang pada keesokan harinya Rasulullah shalat tahajud memohon pertolongan. Pada saat shalat Witir,  Rasulullah mendengar suara gemuruh. Dan ternyata ketika esok hari,  semua tenda Pasukan Mekkah porak poranda dan mereka lari pulang. Ternyata suara gemuruh malam tadi adalah angin topan yang dikirim Allah untuk menghancurkan musuh.
Itulah perang jaman dulu,  ada etika bahwa perang dimulai ketika dua pihak siap. Ketika musuh hancur akibat angin topan,  maka perang tidak jadi. Rasulullah menang tanpa perang tanpa bertempur.

Beliau kemudian berpidato :
Laa - ilaaha - illallaahu wahdah, shadaqa wa'dah, wanashara 'abdah, - wa - a'azza - jundah, wahazamal - ahzaaba wahdah.
(Tiada Tuhan selain Allah dengan ke Esaan-Nya. Dia menepati janji, menolong hamba dan memuliakan bala tentara-Nya serta melarikan musuh dengan ke Esaan-Nya.)

Kemudian mereka, Rasulullah dan pasukan pulang ke Medinah, membawa kemenangan. Dan disambut dengan gembira dengan musik yang dipukul (Duff).
Maka Takbiran diperbolehkan dengan alat musik yang dipukul.

Maka kita mengqiyaskan Ramadhan dengan perang,  mudah-mudahan kita yang menjalani ibadah Puasa,  Shalat dan ibadah lainnya telah berhasil mengalahkan hawa nafsu dan kembali menjadi Fitrah.
Kita bersyukur bahwa budaya islam mewarnai Nusantara.

Taqobalallahu minna wa minkum.
Minal aidin wal Faizin, kullu 'amin wa antum bi khair.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar