Senin, 25 Juni 2018

Kajian Ahad Muhammadiyah Banyumanik

Kajian Ahad Muhammadiyah Banyumanik

RAMADHAN TELAH LEWAT LALU MAU APA.?

Tanggal : 10 Syawal 1439 H/ 24 Juni 2018

Nara sumber :  Dr. H. Haerudin, SE, MT

Bulan Ramadhan telah lewat,  lalu kita mau berbuat apa?  Puasanya sudah selesai atau belum? Kita mungkin telah merasa selesai lalu kembali seperti biasa.
Kejadian yang sama ketika naik Haji. Setelah selesai merasa puas,  sudah haji.
Padahal ada perintah :

فَاِذَا قَضَيْتُمْ مَّنَاسِكَـکُمْ فَاذْکُرُوا اللّٰهَ كَذِكْرِكُمْ اٰبَآءَکُمْ اَوْ اَشَدَّ ذِکْرًا

"Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka berzikirlah kepada Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyang kamu, bahkan berzikirlah lebih dari itu.." (QS. Al-Baqarah 200)

Setelah selesai ibadah kita diperintah untuk mengingat Allah seperti ketika kita ingat orang tua dan bahkan harus lebih dari itu. Bukankah jika kita bersusah payah untuk mudik, meskipun jalan macet kita tetap nekad,  itu semua adalah karena kita ingat orang tua, hanya ingin sungkem kepada orang tua.

Ketika Ramadhan pun sama,  tidak ada ibadah yang istirahat. Bahkan ibadah diperkuat,  ibarat obat nyamuk yang melingkar dan lingkarannya makin lama makin besar,  maka ibadah kitapun harus berkelanjutan dan makin kuat.

Khusus selama bulan Ramadhan kita dibiasakan dan membiasakan diri untuk teratur. Makan kita teratur. Ketika maghrib dan sahur. Ini adalah pendidikan. Bukan pada banyaknya atau kualitasnya,  tetapi waktunya. Kita teratur makan. Jam dan Waktu juga teratur. Siklusnya terasa cepat sekali selama Ramadhan.

Ramadhan ini adalah masalah hati, puasa atau tidak tak kelihatan. Orang bisa pura-pura lemas atau ikut buka puasa bersama meskipun tidak puasa. Orang lain tak tahu kondisi kita.
Apa yang harus kita lakukan dengan hati?  Selama Ramadhan kita merasa dekat dengan Allah. Buktinya meskipun lapar dan di rumah sepi kita tak mau mengambil makanan dari kulkas. Karena kita merasa ada Allah yang mengawasi..
Lalu sekarang bagaimana,  apakah masih merasa dekat dengan Allah?

Ada yang bilang Ramadhan musim ibadah,  musim shalat jama'ah, musim membaca Al Qur'an. Berarti setelah Ramadhan sudah tidak musim lagi.
Padahal Allah menyukai amalan yang kontinyu, meskipun jumlahnya tidak banyak.

اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ  الْمَلٰٓئِكَةُ اَ لَّا تَخَافُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَبْشِرُوْا بِالْجَـنَّةِ الَّتِيْ كُنْتُمْ  تُوْعَدُوْنَ

"Sesungguhnya orang-orang yang berkata, Tuhan kami adalah Allah kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka dengan berkata, Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang telah dijanjikan kepadamu." (QS. Fussilat 30)

Ada seorang sahabat mendatangi Rasulullah SAW dan kemudian bertanya :

يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِى فِى الإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ – وَفِى حَدِيثِ أَبِى أُسَامَةَ غَيْرَكَ – قَالَ « قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ ».

“Wahai Rasulullah SAW , ajarkanlah kepadaku dalam agama islam ini ucapan yang mencakup semua perkara islam sehingga aku tidak perlu lagi bertanya tentang hal itu kepada orang lain setelahmu [dalam hadits Abu Usamah dikatakan, “selain engkau”]. Rasulullah SAW bersabda, “Katakanlah: “Aku beriman kepada Allah“, kemudian beristiqamahlah dalam ucapan itu.” (HR Muslim)

Beriman kepada Allah,  kemudian istiqomah itu yang berat. Selama Ramadhan tidak terjadi Pembiasaan,  karenanya tidak menjadi Kebiasaan :
Shalat malam? - sudah banyak yang libur-
Membaca Al Qur'an?  -sudah banyak yang libur-
Jadi kembali seperti sebelum Ramadhan.
Berpuasa mestinya seperti puasanya ulat. Ulat itu menjijikkan, ulat itu merusak karena memakan daun-daunan. Ketika berpuasa menjadi kepompong. Dan ketika selesai dia menjadi kupu-kupu yang indah,  makanannya madu dan kupu-kupu membantu penyerbukkan bunga jadi buah. Jadi puasa menyebabkan ulat berubah jadi kupu-kupu yang bermanfaat. Tak ada yang setelah puasa kembali jadi ulat.

Ada perubahan sikap setelah puasa.Kitapun harus memilih untuk berhati-hati. Yang pertama Lisan, ini yang kadang sulit diatur. Kita harus memilih ucapan mana yang akan kita keluarkan. Ketika Ramadhan ada yang mau mengajak ghibah kita dengan tegas menolak : " Saya sedang Puasa".

Ada perubahan sikap, perubahan pola pikir. Ini yang harus terjadi.
Ketika di siang hari bulan Puasa,  kita alami rasa lapar dan haus dan seandainya boleh minum es alangkah nikmatnya. Semua makanan diingini, tetapi ketika waktu berbuka cukup dengan minum, ternyata semua keinginan pada siang hari tadi hilang. Maka ini mestinya jadi pembelajaran bahwa keinginan itu memang dimunculkan sebagai penggoda. Tetapi harus difahami bahwa keinginan bukanlah kebutuhan. Maka kita harus belajar dan membiasakan diri untuk menyaring mana keinginan dan mana kebutuhan.

Keinginan itu menimbulkan hawa nafsu, cinta dunia dan keserakahan. Kita banyak mengumpulkan koleksi barang hanya karena ingin. Tetapi lalu untuk apa? Uang banyak tersimpan di Bank. Yang memakai yang pinjam, bukan kita. Mobil punya banyak,  paling yang dipakai cuma satu. Ternyata kita terbatas,  kebutuhan kita sedikit tetapi keinginan tak terbatas. Kita tertipu oleh angan-angan yang kita buat sendiri seolah-olah kita harus punya ini punya itu. Maka puasa adalah pembelajaran menahan keinginan.

Kita sering mendengar bahwa dunia ini permainan (la'ibun)  dan dunia ini tipuan (ghurur). Bagi kita orang beriman, kehidupan sejati itu bukan di dunia tetapi nanti di akhirat.  Tidak ada keadilan sejati di dunia. Bekas koruptor mencalonkan diri dalam pemilu bisa menang. Hal itu kan aneh,  yang salah atau yang benar jadi tidak jelas. Demikianlah dunia,  penuh tipuan. Di akhirat jelas beda antara yang salah atau benar.

Di dunia ada yang kaya dan ada yang miskin itu sunatullah. Maka kita di bulan Ramadhan dididik,  jika kita memberi ifthar (makan buka puasa) kepada orang berpuasa mendapat pahalanya sama dengan pahala orang puasa tadi tanpa mengurangi pahalanya. Kenapa haditsnya tidak untuk Sahur?
Karena orang sahur bukan orang lapar. Orang makan sahur itu agar tidak lapar. Orang berbuka adalah gambaran orang lapar.

Ramadhan mendidik kita agar tidak berfikir untuk diri sendiri,  kita harus peduli pada orang lain. Ketika kita puasa tak diperbolehkan hanya makan dan tidur saja. Harus berfikir, mencari apa yang dapat dikerjakan dan memberi manfaat bagi yang lain.
Akhir Ramadhan diwajibkan membayar zakat fithrah berupa makanan pokok. Dan aturannya harus diberikan sebelum Hari Raya,  agar tak ada orang yang kekurangan makan pada saat Hari Raya.

Muslim yang bangun tidur ketika adzan subuh berarti dia tidak belajar. Sudah berkali-kali kajian betapa pentingnya untuk bangun tidur sebelum adzan subuh. Sudah tidak ada lagi istilah tidak tahajud,  shalat tahajud sudah melekat dalam kehidupan. Tak ada lagi istilah shalat Lima waktu,  karena bagi muslim yang baik shalatnya tidak Lima kali tetapi banyak sekali.

Maka bagi muslim yang baik,  Ramadhan tidak berhenti. Puasa tidak berhenti,  karena masih terus berlanjut. Banyak puasa sunah yang dapat dijalani.
Ada Puasa Syawal 6 hari yang bila dilaksanakan akan menjadikan kita dapat pahala puasa setahun.
Ada yang tanya Puasa Qadla dahulu atau Puasa Syawal dulu?  Jawabannya jelas bahwa Puasa Qadla diberi waktu selama 11 bulan,  sedangkan Puasa Syawal harus di bulan Syawal.

Maka untuk istiqomah itu perlu daya juang tinggi,  yaitu untuk meneruskan apa-apa saja yang kita lakukan di bulan Ramadhan. Ada hadits yang menyebutkan tentang manusia yang paling baik adalah yang memberi manfaat. Tetapi yang sering terjadi adalah pikiran yang terbalik :
"Nanti saya mendapat apa? " bukan "Apa yang bisa saya sumbangkan".
Bila kita istiqomah dalam ibadah mahdoh maka kita akan selalu ingin memberi manfaat kepada orang lain,  melapangkan dada orang lain,  membantu mengurai masalah orang lain.

Ketika kita memberi orang lain itu harus lepas,  tak perlu dipikir lagi. Itu namanya ikhlas. Namun apa yang terjadi?
Yang dipikir adalah uang yang disumbangkan. Ketika kita menyumbang 500 ribu dan kemudian tahu yang lain ternyata rata-rata 200 ribu,  merasa menyumbang terlalu banyak.
Ini termasuk tidak ikhlas,  apa yang sudah disumbangkan tak perlu dipikir lagi, karena artinya tugas - tanggung jawab kita terhadap uang itu sudah selesai.

Justru kita perlu khawatir dengan uang yang masih kita pegang karena akan diminta pertanggung-jawaban.
Akan ditanya asalnya dari mana dan dipergunakan untuk apa?  Maka kita perlu waspada terhadap uang kita, jangan sampai membawa ke arah maksiat.

ثُمَّ لَـتُسْئَـلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيْمِ

"kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan di dunia itu." (QS. At-Takasur -8)

Sungguh,  semua kenikmatan kita akan ditanya kelak. Maka ketika kita memberi sumbangan berarti tanggung-jawab kita lewat.

Menurut tradisi lama membantu orang lain itu dengan memberi makan. Namun hal ini tidak tepat saat ini karena tak memberi solusi.  Pola pikir harus diubah, memberi manfaat pada orang perlu dipikirkan bagaimana mengentaskan kemiskinan. Dari orang tak punya penghasilan jadi orang yang punya penghasilan. Maka ketika kita memberi jangan asal saja memberi. Kita perlu mencontoh Rasulullah.

Seorang pengemis datang meminta-minta kepada Rasulullah SAW. Lalu beliau bertanya :
“Apakah kamu punya sesuatu ?”
Pengemis itu menjawab, “Saya punya pakaian.”
Rasul langsung berkata, “Ambil dan serahkan ke saya!”
Lalu pengemis itu menyerahkan kepada Rasulullah, dan Rasulullah menjual kepada sahabat dua dirham. Rasulullah menyuruh pengemis itu untuk membeli makan, dan selebihnya untuk modal kerja.

Pemberian untuk konsumsi harus diubah menjadi pemberian barang modal. Itu namanya memberdayakan. Pemberian semacam ini berat bila dilakukan perorangan, maka harus dilakukan secara berjama'ah misal lewat Muhammadiyah. Harus melewati kajian ekonomi & wira usaha ,  wira usaha apa yang mungkin dikembangkan untuk dapat berjalan.
Maka in syaa Allah pasti bisa tiap bulan menargetkan memberdayakan satu orang. Memberdayakan itu selain memberi modal juga harus memberi pendidikan.

Dalam rangka pendidikan juga pemberian modal harus dengan model pinjaman yang harus kembali dengan dicicil. Ini untuk membentuk tanggung-jawab. Bila hal ini tak dilakukan maka bantuan akan habis tak ada manfaat. Habis untuk konsumtif.
Tentu saja hal ini tidak mudah. Kalau hanya membantu uang gampang, yang sulit adalah membantu memberdayakan orang. Maka sungguh berat perjuangan Persyarikatan. Kalau cuma anggota atau simpatisan pasti banyak, tapi belum tentu ada yang mau jadi Pengurus.

Rasulullah dimanapun berada selalu memberi manfaat. Maka pemahaman hadits di atas harus dimaknai lain :
"Orang yang terbaik adalah yang memberikan manfaat maksimum kepada orang lain".
Bagaimana mengukurnya?  Dikembalikan ke seberapa besar manfaat ekonomi bisa diberdayakan. Kita banyak mengkaji bahwa kemiskinan banyak, tapi jika cuma disebutkan saja percuma. Energi kita jangan dipakai untuk debat hal yang tak manfaat, hanya membikin capai. Harus ada gerakan atau tindakan.

Di Kendal ada gerakan berupa Pondok Wiraswata, yang mengadakan Muhammadiyah dan pesertanya tidak dibatasi,  bahkan Nasranipun boleh ikut. Karena ini gerakan kemanusiaan untuk memberdayakan orang. Tujuan utamanya memberi manfaat.

Kisah-kisah di atas adalah kisah tentang menolong orang. Lalu bagaimana dengan yang ditolong ?.

Nabi SAW bersabda,

لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ

“Tidak dikatakan bersyukur pada Allah bagi siapa yang tidak tahu berterima kasih pada manusia.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Bagaimana wujud berterima-kasih? Ketika dia dibantu dengan amanat untuk modal usaha maka dia harus melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab. Itu salah satu wujud berterimakasih.
Allah memberikan rezeki kepada kita itu berupa peluang,  tidak langsung datang begitu saja. Ada sunatullahnya yang mungkin melalui seseorang. Maka kedatangan orang tersebut sudah dalam ketetapan Allah. Kepada Allah pemberi rezeki kita bersyukur dan kepada orang yang menjadi perantara, kita berterima-kasih.

Ada kisah seorang ahli ibadah yang tinggal disuatu daerah. Terjadi banjir di daerah tersebut. Penduduk langsung mengungsi tetapi ahli ibadah tadi menolak ketika diajak mengungsi karena ia yakin pertolongan ALLAH akan datang.

Banjir semakin tinggi, kali ini sudah setinggi dada. Semua penduduk berusaha mengungsi tetapi Ahli ibadah itu tetap menolak untuk mengungsi, karena ia yakin pertolongan ALLAH akan datang.

Banjir tetap meninggi, kali ini sudah mencapai atap. Semua penduduk tersisa mulai terangkut dengan bantuan perahu. Tapi ahli ibadah  itu tetap menolak , karena ia yakin pertolongan ALLAH akan datang. Ahli ibadah itu kini jadi satu-satunya yang tersisa.

Banjir tetap meninggi, akhirnya sang ahli ibadah mati tenggelam. Di alam kematian, ia bertemu malaikat.
Ia protes, "Wahai Malaikat, aku mau bertemu ALLAH. Aku selalu beribadah dan percaya bahwa Sang Pencipta akan menolongku, tetapi kenapa tidak kunjung datang juga pertolongan itu?"

Malaikat menjawab, "Siapa bilang ALLAH tidak menolong. Ia telah mengirim pertolongan untuk menyelamatkanmu tiga kali tapi kamu acuhkan.Kesimpulannya, kamu memang ingin mati!"

Apa pelajaran yang bisa diambil? Pertolongan Allah atau rezeki itu melewati Sunatullah, bisa lewat manusia.
Allah menggerakkan hati seseorang untuk menolong. Ini yang juga kadang dilupakan,  berterima-kasih.
Berterima kasih itu adalah akhlak, bukan pekerjaan yang mudah. Kadang ada juga orang miskin tapi sombong. Tak mau berterima kasih. Ada yang dibantu dengan membayar uang sekolah,  tetapi dipakai untuk yang lain,  ini termasuk tidak berterima-kasih.

*Tugas-tugas setelah Ramadhan*

Maka setelah Ramadhan tugasnya adalah istiqomah :

-Tak ada cerita bagi lelaki shalat sendiri di rumah. Bagi lelaki shalat wajib harus berjama'ah di masjid. Shalat sendiri di rumah itu kondisi darurat. Untuk ibu-ibupun banyak hadits yang mengatakan keutamaan shalat di masjid.

-Tak ada lagi cerita ada masjid tak punya imam, karena semua umat berjama'ah, sehingga masjid benar-benar makmur.

-Tak ada cerita bagi muslim tak pernah shalat tahajud tiap malam, karena itu pasti dia bangun jauh sebelum subuh,  Bukankah ada alarm dalam HP ?

- Akibat puasanya makbul , tahajudnya kuat akan menjadi energi yang kuat untuk berinfak memberi manfaat kepada orang lain.

- Dengan memberi manfaat secara berjama'ah akan menambah semangat.

- Yang mendapat manfaat berterima kasih. Sehingga ada keseimbangan antara yang menolong dan yang ditolong.

Yang menolong bersemangat dan yang ditolong bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada manusia.
Dengan demikian Ramadhan yang dijalani in syaa Allah akan membekas 11 bulan ke depan. Jadi Ramadhan tidak tamat, tetapi berlanjut.

*TANYA-JAWAB*

Pertanyaan :

1. Apa ada hadits yang membolehkan wanita shalat jama'ah di Masjid. ?
2. ‎Ada kelompok yang protes kenapa ada ceramah di antara tarawih dan witir. Apa ini tidak bid'ah.?
3. ‎Kelompok tadi akhirnya memisahkan diri dan membuat jama'ah tarawih dan witir sendiri di rumah lengkap dengan adzan dan mengundang orang.

Jawaban :

1. Ada hadits yang menyebut bahwa ketika Rasulullah I'tikaf maka isteri-isterinya juga ikut I'tikaf dan tidak ditegur Rasulullah. Selain itu ada hadits yang menyatakan ada wanita bermakmum kepada Rasulullah dan tidak ditegur oleh Rasulullah. Kalau ibu-ibu lebih utama shalat di rumah,  kenapa ada hadits dimana seorang ibu bertanya kepada Rasulullah :

“Dari Musa bin Abdullah bin Yazid dari seorang perempuan dari Bani Abdul Asyhal, ia berkata. Aku berkata, wahai Rasulullah sesungguhnya kami memiliki jalan menuju masjid yang licin, apa yang kami lakukan jika turun hujan. Rasulullah Saw. menjawab: bukankah ada jalan selainnya yang lebih bagus. Perempuan dari Bani Asyhal tersebut berkata. Aku menjawab, ya wahai Rasulullah”. (Musnad Ahmad, Sunan Abî Dawûd, )

Hadits di atas menunjukkan keutamaan wanita berjama'ah di masjid,  walaupun ada persyaratan tidak memakai wewangian supaya tidak muncul fitnah.
Kenapa sering debat tentang ibu yang berjama'ah di masjid tetapi tak pernah diskusi hukum ibu-ibu yang belanja ke Mall,  padahal letaknya lebih jauh dari Masjid?

2. Tarawih itu banyak variasinya,  jumlah rakaat dan teknisnya bermacam-macam. Ada yang 11 rakaat,  23 rakaat bahkan di Mekkah total 33 rakaat. Ada yang 2-2 ada yang 4-4.
Saran saya dikaji semua agar ketika kita memutuskan hukumnya kita tahu dasar hukum yang lain. Semua ada haditsnya dan shahih semua.
Kalau Qunut dalam Witir ada yang beda pendapat tentang shahihnya hadits. Dalam hal ini kita ikut imam saja.
Tentang ceramah,  bila tak mau setelah Tarawih boleh saja diganti ke setelah Shalat Isya. Bila semua tak suka ya boleh dihapus,  tetapi kan sayang waktunya karena sulit memanfaatkan waktu untuk kumpul.

3. Dengan membentuk jama'ah sendiri dan memakai adzan ini tidak boleh karena menjadi Firqoh,  seperti masjid Dhiror yang dilarang.
Bila ini untuk memecah belah maka bahaya karena dianggap sebagai musyrikin.

وَلَا تَكُوْنُوْا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ مِنَ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَانُوْا شِيَعًا   ۗ  كُلُّ حِزْبٍۢ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ

"... dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka." (QS. Ar-Rum Ayat31-32)

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar