Minggu, 10 Juni 2018

Kajian Ahad Muhammadiyah Banyumanik

Kajian Ahad Muhammadiyah Banyumanik

IHTASABA WA SHOBARO

Tanggal : 25 Ramadhan 1439 H/ 10 Juni 2018

Nara sumber :  Dr. H. Saerozi, MA

Ada suatu periode di Jawa ketika agama dicampur dengan budaya. Bagi kita saat ini mungkin sangat menggelikan.
- Dulu sehabis maghrib, orang Jawa ada yang wiridan Jawa,  karena memang islam tersebar luas dalam bahasa Jawa.
- ‎Ada lagi mantera-mantera campuran,  Misal surat Al Falaq yang dibaca dan dicampur bahasa Jawa untuk menolak santet. Surat An Nas yang dipakai untuk mengobati sakit perut dengan cara dibaca dan ditiupkan ke perut.

Sampai saat ini masih tersisa budaya Jawa : "Mudunan". Ini kebalikan dengan "Punggahan" pada saat menjelang puasa.
Punggahan artinya adalah menaikkan, dimana Arwah-arwah nenek moyang menjelang Puasa dinaikkan ke atas dengan ritual "Punggahan" (menaikkan)  biar menghadap Allah. Anak cucunya akan puasa dan mendo'akan ketika arwah naik ke atas. Setelah sebulan puasa maka waktunya arwah pulang dengan cara diturunkan, maka ada ritual "Mudunan" (menurunkan).

Filosofinya adalah ketika arwah dinaikkan akan dicuci bersih dosanya. Kemudian setelah bersih diturunkan lagi.
Sayangnya yang memimpin ritual Jawa ini tidak Puasa.  Ritual berangkat ke kuburan , dengan sarung dan kopiah, tapi lengkap dengan merokok.. itu masih terjadi di sebagian desa.
Apakah dia berfikir bahwa Allah yang memberi ampunan itu beda dengan Allah yang memerintahkan Puasa. ? Karena dia ziarah makam untuk meminta Allah memberi ampunan, tapi dilain pihak dia tidak berpuasa, sesuai perintah Allah.

Ada islam campur Jawa. Maka ketika Kiyai Ahmad Dahlan berdakwah beliau mulai memberikan pencerahan :
"Aja kaya ngono...(jangan seperti itu).
Agama jangan dicampur dengan Budaya.Jika dicampur, lama-lama anak cucu kita tidak bisa membedakan mana Budaya dan mana Agama.
Ketika ada ritual pernikahan, ternyata masih ada yang tak tahu mana ritual agama dan mana budaya. Ritual ketika manten harus "diikat selendang" dan ditarik orang tua , dikira termasuk perintah agama. Padahal yang perintah agama hanyalah ijab qabul dan pemberian mas kawin. Terkadang justru budaya lebih diutamakan daripada agama.

Saat ini sudah akhir Ramadhan, alhamdulillah kita diberi sehat. Banyak yang pada bulan Ramadhan ini mereka terkapar di rumah sakit. Ada yang karena sakitnya berat malahan minta di doakan mati. Ini termasuk yang dilarang agama. Yang diperbolehkan adalah doa untuk tetap berharap hidup.

اللَّهُمَّ أَحْيِنِى مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِى، وَتَوَفَّنِى إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِى

‘Ya Allah, hidupkanlah aku (panjangkan usiaku), jika hidup itu lebih baik bagiku dan matikanlah aku jika kematian itu lebih baik bagiku’“.

Ada hadits dalam Musnad Ahmad yang intinya betapa kehidupan muslim itu menakjubkan Nabi SAW .
Ahmad ini adalah imam Ahmad bin Hambal yang kemudian dikenal sebagai imam madzab Hambali.
Nabi SAW bersabda :
“Sungguh mengagumkan keadaan seorang muslim. Jika dia mendapatkan kebaikan , maka ia memuji kepada Allah dan bersyukur...”

Hadits ini membedakan antara memuji dan bersyukur. Kita umat muslim jika bersyukur mengucap Alhamdulillah.
Orang-orang Kristen bersyukur mengucap ; " Puji Tuhan".

Kita perlu mengenal, ada 4 macam kafir :
Kufrun bi wujudillah : Kafir terhadap adanya Allah
Kufrun bi wahdatillah : Kafir terhadap keesaan Allah
Kufrun bi risalati Muhammad : Kafir terhadap diutusnya Nabi Muhammad.
Kufrun bi Nikmatillah : Kafir terhadap Nikmat Allah.

Saksi Jehova adalah bagian dari Kristen yang tidak mengakui tentang keTuhanan Yesus. Yesus adalah manusia biasa,  utusan Allah itu menurut mereka. Mereka tak punya Gereja,  punya mereka adalah Rumah Allah. Dosen saya orang Belanda mau bersyahadat : "Asyhadu an laa ilaaha ilallah", tapi dia tak mau meneruskan. Ketika ditanya kenapa tak mau meneruskan?  Katanya jika diteruskan, kan masuk islam?  Kita orang islam ini ternyata juga ada yang kafir,  yaitu kafir jenis keempat , kafir terhadap nikmat Allah.

Mereka yang tak mau bersyukur, tak mau mengucapkan Alhamdulillah termasuk kafir nikmat Allah. Dalam budaya Jawa, jika bersyukur harus dinyatakan dalam tiga hal : UCAP (Ucapan),  ULAT (ekspresi),  ULAH (perbuatan),  tiga hal ini harus menjadi satu untuk sempurna.
Contohnya,  bersalaman itu adalah Tanda Syukur, dengan Salaman (jabat tangan)  kita mengucap sesuatu,  tapi jika pandangan mata menatap ke arah lain itu tidak baik.  "Ucap" dan "Ulah" mungkin benar tapi "Ulat" salah.

Kembali ke hadits di atas,  masih ada lanjutannya :
" ... ketika mereka mendapatkan musibah, maka mereka "Ihtasaba wa shobaro "  (bermuhasabah dan bersabar)  ...."
Orang Jawa menyebut "nggagapi" ; ketika dirinya mendapat musibah maka mereka nggagapi :
" kok bisa koyo ngene iki mau piye jane.?"
Ini adalah Ihtasaba,  introspeksi - tidak mau menyalahkan orang lain tapi mencari kesalahan pada diri sendiri - ini adalah ciri orang yang besar jiwanya.
Mereka bermuhasabah.

Berikutnya " shobaro" mereka sabar. Sabar ini pendek tulisannya tapi panjang menjalaninya dan sangat sulit.
Ketika kita sakit , malam yang pendek rasanya panjang.  Bagi orang yang sehat,  malam yang panjang terasa pendek.
Ketika kita shalat , waktunya pendek tapi terasa panjang. Tetapi ketika nonton sinetron waktunya panjang terasa pendek.

Hadits tadi ditutup :
"..Orang muslim tadi akan mendapat pahala pada segala sesuatu yang dilakukan, bahkan sampai mengangkat makanan dari piring ke mulutnya,  itupun diberi pahala. "

Itulah kenapa kita selalu diingatkan untuk selalu bersyukur. Bersyukur terutama karena kita masih punya keimanan, masih diberi kesehatan.
Nabi SAW memberi contoh dengan beri'tikaf menjelang Lebaran. 10 hari lamanya ketika beliau berusia dibawah 63 dan ketika masuk usia 63 beliau I'tikaf 20 hari.

Alhamdulillah sekarang mulai ada gerakan untuk i'tikaf di masjid-masjid.
Ini gerakan perubahan yang baik, dari tidak sadar i'tikaf menjadi sadar untuk beri'tikaf. I'tikaf ini adalah dalam rangka untuk Ihtasaba tadi.
Pengajian yang kita lakukan seperti sekarang ini juga untuk Ihtasaba. Dengan pengajian maka hati akan lunak. Jika tidak pernah ikut pengajian, hati akan membatu , hati akan keras.
Bila kita ingin menjadi orang yang dikagumi Nabi SAW maka jadilah orang yang selalu Ihtasaba wa Shobaro,  bermuhasabahlah,  introspeksi-dirimulah dan bersabar.

*TANYA - JAWAB*

Pertanyaan 1 : (Bp. H. Asroh Handoko)

Di sekitar kita masih ada orang yang menyebarkan ajaran dengan mencampur antara agama dan budaya.
Bagaimana hukum terhadap orang yang menyebarkan hal ini.

Jawaban :

Ada istilah Sinkretisme,  yaitu mencampur-aduk antara budaya dan agama. Ada buku berjudul "Wali Songo" karangan Solihin Salam. Dalam buku tadi ada petikan dialog antara Sunan Bonang dan Sunan Kalijogo.

Sunan Bonang bertanya : " Kanjeng Sunan,  apakah Kanjeng Sunan tidak khawatir bila yang Kanjeng Sunan lakukan sekarang ini akan diteruskan oleh anak cucu nanti? "

Sunan Kalijogo menjawab : " Tidak usah khawatir,  generasi keturunan kita nanti akan lebih cerdas dari kita. Mereka akan bisa membedakan mana yang agama dan mana yang budaya".

Maka kita bisa menyimpulkan bahwa apa yang dilakukan oleh Wali songo adalah masa Transisi. Dakwah tidak bisa "sak-deg-sak-nyet" (seketika).  Dakwah butuh proses,  seperti turunnya Al Qur'an itu memerlukan waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari. Dimana ayat pertama turun di Gua Hira dan ayat terakhir di Padang Arafah.

Ada masa Transisi yang harus dan pasti akan berganti.  Seperti dulu ada pengobatan sakit perut dengan dibacakan Surat An Nas dan ditiupkan ke perut,  biarlah itu ada di masa lalu saja,  tak perlu diteruskan lagi.
Lalu bagaimana dengan hukum bagi yang sekarang masih mengajarkannya?
Kita pegang ayat ini :

اِلَى اللّٰهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيْعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيْهِ تَخْتَلِفُوْنَ

"... Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan," (QS. Al-Ma'idah  48)

Kita tidak pernah menghukumi orang,  kita serahkan pada Allah SWT.
Ketika kita ditanya tentang nasib orang yang lain agama, maka kitapun akan mengacu pada ayat, ketika Nabi Isa ditanya Allah tentang nasib kaumnya.

اِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَاِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۚ  وَاِنْ  تَغْفِرْ لَهُمْ فَاِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

in tu'azzib-hum fa innahum 'ibaaduk, wa in taghfir lahum fa innaka antal-'aziizul-hakiim

"Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana." (QS. Al-Ma'idah 118)

Maka memang mestinya ada perubahan dari masa Transisi seperti harapan Sunan Kalijogo,  jangan hanya berhenti pada tingkat pemahaman agama jaman itu. Jaman dulu ada Sinkretisasi untuk memudahkan dakwah, maka saat ini waktunya Purifikasi atau pemurnian agama dari pengaruh budaya yang jadi keliru.

Bagi yang masih menyebarkan kita bersikap :

 اَللّٰهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ ۗ  لَـنَاۤ اَعْمَالُـنَا وَلَـكُمْ اَعْمَالُكُمْ ۚ  لَا حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ ۗ  اَللّٰهُ يَجْمَعُ بَيْنَنَا ۚ  وَاِلَيْهِ الْمَصِيْرُ

allohu robbunaa wa robbukum, lanaaa a'maalunaa wa lakum a'maalukum, laa hujjata bainanaa wa bainakum, allohu yajma'u bainanaa, wa ilaihil-mashiir

".. Allah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami perbuatan kami dan bagi kamu perbuatan kamu. Tidak perlu ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kita kembali." (QS. Asy-Syura  15)

Pengalaman yang benar terjadi,  kemarin ada Kiyai pada waktu nyadran mengumumkan kepada jama'ahnya. Ternyata dia mengumumkan,  meralat ajaran, bahwa ajarannya yang dulu keliru. Dan dia mengajarkan cara ziarah kubur yang benar sesuai ajaran Rasulullah SAW. Ini bukti bahwa ada yang berubah dari masa Transisi.

Pertanyaan ke 2

Bagaimana membedakan agama dan budaya,  karena sekarang ada yang menganggap purifikasi adalah gerakan islam Radikal. ?

Jawaban :

Keadaan itu tak terlepas dari sejarah Jaman Penjajahan Belanda.
Belanda memilah orang Islam menjadi tiga : Islam Politik , Islam Ibadah dan ‎Islam Budaya
Belanda menetapkan ketiga kelompok ini ketika orang pulang dari ibadah haji,  mereka ditest. Mereka ditanya ketika di Arab ketemu siapa saja dan bagaimana dengan ideologinya.
Bila menyangkut politik dan ingin merdeka maka dikategorikan islam politik. Dia tak boleh memakai gelar haji dan tak boleh memakai sorban atau peci haji. Maka mereka yang pandai dinyatakan tidak lulus ujian.
Yang lulus hanya yang islam ibadah dan islam budaya.  Yang islam ibadah dibiarkan semua perbuatannya. Sedangkan yang cenderung mencampur budaya disponsori oleh Belanda, karena budaya akan dapat menghapus agama.
Pada saat itu masyarakat sangat patuh pada Haji.

Dengan pembagian kelompok islam tadi,  Belanda membenturkan antar kelompok.
Termasuk akibatnya di Sumatera barat ada Perang Paderi karena adu domba. Dan kaum Adat dibantu Belanda. Ada ulama kaum Paderi yang lari ke Mekkah,  salah satunya Syeh Ahmad Khatib. Banyak pemimpin Islam Indonesia belajar darinya, termasuk  Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah  dan Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama. Termasuk Syeh Nawawi dari Banten juga lari ke Mekkah dan jadi guru Kiyai Ahmad Dahlan dan Kiyai Hasyim Asyari.

Jadi tindakan Belanda dulu adalah menjauhkan politik dari agama,  dan menganjurkan budaya untuk berkembang.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar