Minggu, 24 Juni 2018

Kajian Syawal Muhammadiyah Semarang

Kajian Syawal Muhammadiyah Semarang

DARI OPEN HOUSE SAMPAI HABLUMINANAS UNTUK MENUJU SUKSES

Tanggal : 9 Syawal 1439 H/ 23 Juni 2018

Nara sumber :  Dr. H. Abdul Mu'ti MEd
‎Sekum PP. Muhammadiyah

Berbicara tentang Silaturahmi Halal-bihalal adalah berbicara tentang Keislaman,  KeIndonesiaan sekaligus Kemanusiaan. Halal-bihalal itu suatu tradisi khas Indonesia,  sehingga nuansa kebudayaannya lebih kuat daripada nuansa keislaman dalam arti syariahnya. Tidak ada ajaran atau perintah halal-bihalal,  apalagi sampai mudik jarak jauh. Tapi tradisi yang bagus ini menurut historisnya sebenarnya memang muncul dari ikhtiyar ijtihad kreatif dari pendakwah islam di masa awal, bagaimana agar islam bisa diterima masyarakat dan agar nilai-nilainya itu membumi di masyarakat. Sehingga yang selama ini terjadi,  proses halal bihalal itu sesungguhnya kalau meminjam istilah Kuntowijoyo adalah bentuk universalisasi,  konkretisasi dan obyektivisasi ajaran islam.

Bagaimana ajaran agama islam itu dibahasakan dengan bahasa masyarakat sehingga kemudian menjadi ajaran universal yang diterima oleh masyarakat,  apapun agamanya. Kemudian diberikan contoh bagaimana pelaksanaanya atau konkretisasi dan kemudian diberikan bentuk bagaimana aktualisasinya sehingga membawa sebuah nilai yang membawa keluhuran harkat dan martabat manusia, sehingga ajaran agama islam dapat diterima masyarakat tanpa ada keberatan.  Sehingga halal-bihalal menjadi fenomena ke Indonesiaan yang tidak dapat ditemukan di belahan dunia lain.

Menurut saya tradisi ini baik,  menjadi sebuah contoh bagaimana islam itu ketika dimaknai dengan pemahaman yang komprehensive dan kemudian diimplementasikan secara kreatif ternyata melahirkan sebuah peradaban, kebudayaan dalam masyarakat yang menuju persatuan. Dalam konteks inilah maka Open House yang sekarang menjadi ciri dari halal-bihalal itu menurut saya merupakan bentuk perwujudan dari hadits Nabi :

Rasulullah صلى الله عليه و سلمbersabda,
"Sesungguhnya seorang tamu yang datang mengunjungi seseorang,membawa rezeki untuk orang tersebut dari langit. Apabila ia memakan sesuatu, Allah سبحانه و تعالى akan mengampuni penghuni rumah yang dikunjungi tersebut."

Rumah yang diberkahi Allah adalah rumah yang banyak tamunya. Maka dengan open house, adalah sebuah ikhtiyar agar rumah mendapat keberkahan.

Tetapi tak semua orang bisa open house . Ada beberapa hal yang dapat menunjang untuk open house :
-  Merupakan individu yang Open Mind
-  ‎Merupakan individu yang Open Heart

*1. Menjadi Open Mind*

Orang yang open Mind atau pikirannya terbuka mempunyai 3 ciri.

1.1. Memiliki ilmu yang luas.
Dengan ilmu yang luas maka dia bisa melihat sesuatu dari banyak sudut pandang. Dia bisa melihat dari banyak perspektif. Bila seseorang hanya bisa melihat sesuatu dari satu sudut pandang maka banyak hal menjadi susah, banyak hal menjadi sempit.

1. 2. Mau belajar dan mendengar orang lain.
Dengan mau mendengar maka dia mau mencari informasi baru untuk meningkatkan wawasannya. Sebab jika orang sudah merasa cukup dengan apa yang dia miliki maka dia akan menjadi orang yang Narrow Minded. Pikirannya sempit bahkan akan tertutup dan dia akan menjadi orang yang reaktif. Reaksinya kepada orang lain akan sangat emosional. Karena dia mempunyai keterbatasan ilmu maka dia langsung menghakimi dengan ilmunya yang terbatas. Merasa paling benar dan paling pintar.

1. 3. Menerima hal yang baru.
Kalau dalam Al Qur'an disebutkan

الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ اَحْسَنَهٗ

"yaitu mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya.." (QS. Az-Zumar 18)

Sehingga dalam diri mereka ada proses perubahan , meningkatkan kualitas.
Itu adalah ciri orang yang berkemajuan.
Maka orang kafir adalah orang yang closed Mind, menutup pikiran,  menutup telinga mereka

خَتَمَ اللّٰهُ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ وَعَلٰى سَمْعِهِمْ  ۗ  وَعَلٰىۤ اَبْصَارِهِمْ

"Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup..." (QS. Al-Baqarah  7)

*2. Harus Open Heart*

Hatinya harus lapang. Ada beberapa kunci untuk berhati lapang :

2. 1.Melihat dari sisi Positif
Dia mengabaikan sisi negatif. Ketika melihat dari sisi positif maka dunia menjadi indah. Dengan berfikir positif maka akan menghadirkan energi positif dan tubuh jadi sehat.

Maka Allah melarang prasangka buruk.

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّ ۖ  اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًا  

"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain." (QS. Al-Hujurat 12)

2.2 Memahami Manusia.
Kita harus faham bahwa manusia itu memiliki berbagai macam kharakter. Manusia dengan berbagai perbedaan sifat. Manusia itu individu yang berbeda, maka untuk mendekatinya juga secara unik.

يٰۤاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوْا

"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.." (QS. Al-Hujurat 13)

Al Qur'an menegaskan perbedaan dan bagaimana menyikapi perbedaan itu. Menyikapinya dengan cara kita berta'aruf. Dan itu pasti diawali dengan Khusnudzon dan diikuti dengan Khusnul khuluq.

Kita sering menonjolkan perbedaan, bukan persamaan. Padahal dibalik perbedaan ada banyak persamaan.
Ketika perbedaan bersifat politis maka yang sering terjadi justru mengkapitalisasi perbedaan.

2.3. Menjadi Pemaaf
Ciri orang yang bertakwa adalah orang yang memaafkan.

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّآءِ وَالضَّرَّآءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِ

"yaitu orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain.." (QS. Ali 'Imran  134)

Memaafkan itu dampaknya luar biasa, karena bisa menghapuskan hukum. Tetapi yang terjadi sekarang ini,  maaf itu semakin jauh dari kehidupan kita.
Bila ada kesalahan sedikit dan kebetulan  dari golongan yang berbeda, maka kemudian akan dikapitalisasi secara luar biasa.

*Perlunya membentuk Kesadaran Baru*

Inilah yang perlu , dimana iedhul fitri ini menjadi momen refreshing untuk rekonsiliasi. Kalau kita membaca grup-grup WA kebanyakan isinya marah-marah dan memarahi orang lain. Kalau sesama kelompok akan memuji dengan berlebihan,  alias "nggombali".
Kita ingat ketika kasus seorang ibu salah omong tentang jilbab dan konde, banyak  yang marah luar biasa.  Bahkan ketika saya menyarankan untuk dimaafkan saja dan tak perlu diperpanjang karena ibu itu kurang dalam pemahaman,  sayapun ikut dimarahi.

Ketika ada Pernyataan dari Muhammadiyah bahwa Muhammadiyah  tidak ikut Aksi 212,  muncul kritik bahwa Muhammadiyah gak jelas, tak mendukung perjuangan umat. Seolah yang namanya perjuangan itu hanya ada satu pintu saja. Padahal jalan perjuangan itu banyak,  tidak satu pintu.
Kalau menganggap gerakan hanya satu,  maka jika ada yang berbeda,  menempuh jalan perjuangan lain akan disalahkan. Padahal di aksi 212, Pak Haedar itu hadir sebagai Pribadi.

Umat ini sering terkooptasi oleh Mainstream Opini,  sehingga ketika ada pendapat berbeda dianggap berada pada kelompok yang lain, yang tidak sejalan. Padahal ada contoh ketika ayah nabi Yusuf mencari anaknya,  beliau berpesan agar masuk ke Mesir dari pintu yang berbeda.

وَقَالَ يٰبَنِيَّ لَا تَدْخُلُوْا مِنْۢ بَابٍ وَّاحِدٍ وَّادْخُلُوْا مِنْ  اَبْوَابٍ مُّتَفَرِّقَةٍ

"Dan dia (Ya'qub) berkata, Wahai anak-anakku! Janganlah kamu masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berbeda..." (QS. Yusuf 67)

"Masuklah dari pintu gerbang yang berbeda", maknanya adalah membuat strategi gerakan yg berbeda,  terencana dan tidak "grusa-grusu".

Namun umat lebih senang konfrontatif.
Dakwah yang konfrontatif diminati, padahal Muhammadiyah dalam Muktamar Yogya, memutuskan untuk dakwah lil-muwaja'ah yaitu dakwah dengan pendekatan intelektual dan pendekatan moral . Hal ini kurang diminati. Kalau tidak konfrontatif dianggap tidak serius perjuangannya, maunya head to head.

Kita merasakan itu, ketika ada musibah saudara kita di Rohingya,  saat itu dana terkumpul luar biasa banyaknya , Muhammadiyah bisa mengumpulkan dana sampai 22 Milyar. Mungkin akan terlampaui jika tidak distop. Semangatnya luar biasa. Tetapi ketika ada edaran untuk membangun Madrasah Diniyah atau membantu gaji guru madrasah,  semangatnya tidak sebesar itu.

Semangat membantu Rohingya bagus karena merasa ada yang harus diperangi. Lawannya kelihatan. Ini tidak jelek karena Muhammadiyah sampai saat ini tetap menempatkan Tim dokternya di Rohingya sampai akhir tahun 2018. Namun hal ini jangan sampai melalaikan hal-hal lain yang tidak kalah pentingnya seperti memerangi kemiskinan. Dalam masalah Rohingya,  Muhammadiyah juga mengadakan pendekatan kepada Pemerintah Myanmar,  namun ini dianggap tidak penting.

Kasus Palestina, berapa banyak yang ingin diberangkatkan untuk berjihad disana. Padahal menurut Perwakilan Palestina mereka tidak memerlukan bantuan tentara.Yang diperlukan mereka adalah dukungan spiritual dan politik terhadap perjuangan mereka.
Palestina tak dapat diselesaikan dengan perang karena hanya akan memperpanjang penderitaan rakyat. Penderitaan rakyat tidak hanya karena tekanan Israel saja tetapi juga karena Hamas dan Fatah yang tak bisa kerja sama.

Tidak semua orang Yahudi mendukung Zionisme Israel. Bahkan dalam perpektif gerakan ketika umat Muslim ini minoritas,  maka partner yang membantu Muslim ini dari Yahudi.  Itu terjadi di Denmark ketika umat Muslim mendapat penolakan dari Pegiat HAM ketika melakukan ibadah Khitan dan penolakan Aktivis Pembela binatang terhadap ibadah Qurban. Akhirnya atas bantuan Yahudi disetujui aturan Penyembelihan untuk kepentingan Spiritual.

Point yang ingin disampaikan adalah jangan memandang Perjuangan dari perspektif yang sempit. Ketika aksi 212 , PP Muhammadiyah mengambil jalan perjuangan lain. Muhammadiyah bersama NU dan MUI menemui Presiden.
Intinya mengusulkan tidak boleh ada intervensi Pak Presiden. Umat islam terpaksa turun ke jalan karena aspirasinya tidak tersampaikan. Itu adalah perjuangan melalui lobby, pendekatan. Pendekatan tidak hanya kepada Presiden tetapi juga kepada Tokoh Politik lain.

Jalan perjuangan ini adalah jalan perjuangan yang senyap,  tidak gegap gempita.  Perjuangan melalui pendekatan juga dilakukan oleh KH. AR. Fakhrudin,  beliau menyurati Pak Harto pada saat itu dengan memakai Jawa Kromo untuk melobby kepada Pak Harto.

Ketika Universitas Muhammadiyah Surabaya,  diresmikan dan mengundang Pak Wapres itu termasuk perjuangan yang lain. Secara tak langsung iklan bagi Muhammadiyah. Apalagi membuat menara At-Tauhid dengan tinggi menara 13 lantai yang oleh sebagian masyarakat dianggap tabu, masyarakat khawatir menara itu akan runtuh. Itu adalah perjuangan di bidang Tauhid. Menara runtuh jika konstruksinya salah, menara tak akan runtuh hanya karena tingkatnya 13.

Pada kesempatan Kajian Ramadhan di PP Muhammadiyah kita juga melaporkan rencana Muktamar Muhammadiyah di Solo tahun 2020. Kita membangun Rusunawa yang nanti setelah muktamar akan dipakai Mahasiswa. Kami melaporkan bahwa Muhammadiyah itu memiliki Fakultas Kedokteran terbanyak di Indonesia karena jumlahnya ada 12.
Point yang ingin disampaikan adalah : *Dalam situasi sosial politik seperti saat ini Muhammadiyah perlu tampil sebagai komponen Pemersatu Bangsa,  bukan sebagai komponen yang ikut bertengkar dengan berbagai elemen bangsa*

Kita boleh tidak suka pada seseorang,  tapi terhadap pemimpin, Muhammadiyah selalu bersikap Loyal tapi Kritis.
Kalau benar kita dukung, kalau salah kita koreksi. Ketika saya ditanya,  katanya Muhammadiyah tidak ikut terlibat demo,  tetapi kenapa menampung warganya yang demo di Kantor PP?  Maka jawaban kami adalah,  apalagi warga Muhammadiyah,  yang bukan warga saja boleh kok. Kita ini jangan jadi bagian yang bermusuhan. Semangatnya adalah mempersatukan. Dan jangan pula karena ingin dianggap toleran lalu meninggalkan maruah. Jangan karena ingin dianggap moderat lalu tak punya prinsip dalam beragama.

Kita ingin menjadi kelompok yang washatiyah. Tanpa kita sadari,  harapan dunia luar kepada Indonesia itu luar biasa. Kita ini diharapkan jadi Pemimpin negara Muslim karena keadaannya.Indonesia itu punya bonus demografi yang bila diikuti dengan pendidikan dan kesehatan yang bagus akan menjadi penentu dunia. Banyak potensi yang bisa dikembangkan oleh Muslim Indonesia.

Problem kita belum berjama'ah dalam bidang ekonomi. Kita baru berjamaah di bidang spiritual atau gerakan sosial, belum ke arah ekonomi produktif. Ini yang perlu , berjamaah dibidang ekonomi tanpa harus membenci atau memusuhi pihak lain.

Problem yang lain adalah terlalu banyak slogan tapi kurang dalam gerakan. Terlalu banyak gerakan megaphone, gerakan retorika daripada perbuatan. Kita lebih memerlukan gerakan struktural daripada slogan. Tiga hal yang akan kita perkuat,  Pendidikan,  Kesehatan dan Ekonomi. Kita hanya perlu terus bergerak,  tak banyak slogan.

Kita perlu melakukan Rekonstruksi dan Transformasi. Rekonstruksi atas tafsir ayat-ayat Al Qur'an dan kemudian melakukan gerakan-gerakan dengan Rekonstruksi Tafsir itu.
Kita contohkan :

ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ اَيْنَ مَا ثُقِفُوْۤا اِلَّا بِحَبْلٍ مِّنَ اللّٰهِ وَحَبْلٍ مِّنَ النَّاسِ

"Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang pada tali agama Allah dan tali perjanjian dengan manusia.." (QS. Ali 'Imran 112)

Ini ayat tentang orang Yahudi.
Pada bagian Hablu minannas, selama ini dimaknai kita menghormati aturan masyarakat,  mematuhi Norma-norma sosial yang berlaku,  membangun hubungan baik. Itu tidak keliru,  tetapi tidak cukup karena yang namanya Hablu minannas itu JEJARING ANTAR MANUSIA.

Kekuatan yang menunjukkan kita berperan atau tidak itu kekuatan jejaring,  kekuatan sharing, itu yang menentukan.
Kalau kita perhatikan bisnis online, anak-anak muda go-jek itu melakukan hablu minannas dengan pendekatan ekonomi. Ibu-ibu perlu apa,  siapa menghasilkan apa maka itu yang dikirim. Sunyi gerakannya tetapi besar manfaatnya.

Sekarang ini enciclopedia yang terbesar apa? Ternyata bukan Britanica atau Americana tetapi Wikipedia. Disana tak ada profesor,  yang ada adalah orang-orang yang berjejaring yang kemudian memiliki informasi dan disharing.
Mengapa kita tidak memulai : "Muhammadiyah kota Semarang" misalnya lalu kalau dicari muncul datanya.

Maka orang yang sukses itu adalah bukan mereka yang bisa menyelesaikan semua pekerjaan seperti Bandung Bondowoso,  tetapi mereka yang sukses ditentukan bagaimana kita membangun relasi dengan yang lain. Membangun hablu minannas dalam arti positif.
Era saat ini adalah era sharing atau berbagi, bukan era kapitalisasi untuk dimiliki sendiri.
Hakekat silaturahmi adalah seperti itu. Menyambung yang putus agar kita tidak mengalami dis-engagements. Orang yang gampang dihubungi pasti lebih banyak sahabat dibandingkan dengan orang yang sulit dihubungi.

Mudah-mudahan dengan semangat halal-bihalal kita bisa tampil dengan semangat memajukan Bangsa dan berfastabiqul Khoirat. Kita berdakwah lil muwaja'ah maka kita bisa membangun solidaritas sosial dan soliditas sosial. In syaa Allah Indonesia akan bisa menjadi negeri yang Baldatun Thoyibatun warabun Ghofur.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar