Jumat, 01 Juni 2018

Kajian Ramadhan PCM Banyumanik

Kajian Ramadhan PCM Banyumanik

KAFARAT TIDAK PUASA

Tanggal : 15 Ramadhan 1439 H / 31 Mei 2018

Nara Sumber : Ustadz Drs. H. Hamzah Rifqi,  MAg

Ada satu hal di Masyarakat yg menjadi keprihatinan kita yaitu kenyataan bahwa kemauan tafaquh fi dien (memahami agama) memang sangat kecil, sehingga perbaikan-perbaikannya itu menjadi susah. Penyakit akut umat islam salah satunya adalah al Jahl (Kebodohan) , ketidak tahuan terhadap agama. Lebih parahnya lagi ketidak-tahuan ini didasari oleh ketidak-mau-tahuan terhadap ketidak-tahuan.

Kita banyak mendapati di bulan Ramadhan ini,  jelas-jelas bulan Ramadhan dengan banyak spanduk Marhaban Yaa Ramadhan. Gegap gempita Ramadhan juga terasa di masyarakat, tetapi masih banyak umat islam terutama justru kalangan bawah yg tidak menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Saya amati ketika ada pembagian takjil di jalan itu,  mereka yg tak berpuasa juga minta dan langsung dimakan tanpa menunggu maghrib.

Dalam hadits yg banyak diriwayatkan, dengan berbagai macam tulisan namun pada prinsipnya isinya sama,  ada petunjuk tentang orang yg berpuasa kemudian batal karena pelanggaran puasa.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ قَالَ مَا لَكَ قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِي وَأَنَا صَائِمٌ وَ فِيْ رِوَايَةٍ أَصَبْتُ أَهْلِيْ فِيْ رَمَضَانَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا قَالَ لَا قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لَا فَقَالَ فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا قَالَ لَا قَالَ فَمَكَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ- وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ- قَالَ أَيْنَ السَّائِلُ فَقَالَ أَنَا قَالَ خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ فَقَالَ الرَّجُلُ عَلَى أَفْقَرَ مِنِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا -يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ -أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي فَضَحِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ

Dari Abu Hurairah ra, beliau berkata, ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba datanglah seseorang sambil berkata: “Wahai, Rasulullah, celaka !” Beliau menjawab,”Ada apa denganmu?” Dia berkata,”Aku berhubungan dengan istriku, padahal aku sedang berpuasa.” (Dalam riwayat lain berbunyi : aku berhubungan dengan istriku di bulan Ramadhan). Maka Rasulullah SAW berkata,”Apakah kamu mempunyai budak untuk dimerdekakan?” Dia menjawab,”Tidak!” Lalu Beliau SAW berkata lagi,”Mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Dia menjawab,”Ttidak.” Lalu Beliau SAW bertanya lagi : “Mampukah kamu memberi makan enam puluh orang miskin?” Dia menjawab,”Tidak.” Lalu Rasulullah diam sebentar. Dalam keadaan seperti ini, oleh Nabi SAW diberi satu ‘irq berisi kurma –Al irq adalah alat takaran- (maka) Beliau berkata: “Mana orang yang bertanya tadi?” Dia menjawab,”Saya orangnya.” Beliau berkata lagi: “Ambillah ini dan bersedekahlah dengannya!” Kemudian orang tersebut berkata: “Apakah kepada orang yang lebih fakir dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada di dua ujung kota Madinah satu keluarga yang lebih fakir dari keluargaku”. Maka Rasulullah SAW tertawa sampai tampak gigi taringnya, kemudian (Beliau SAW) berkata: “Berilah makan keluargamu!”
(HR. Bukhory)

Nabi biasanya tak pernah tertawa sampai terbahak-bahak, namun kali ini dikatakan sampai terlihat gigi taring beliau, nabi sangat geli. Orang tadi jelas sudah niat puasa dan sudah puasa,  namun batal puasanya karena tak kuat menahan larangan puasa. Dia tahu bahwa dia harus mengganti puasanya tetapi tidak tahu caranya,  maka dia bertanya kepada Nabi.

Nabi menjelaskan kafarat atau denda terhadap dirinya karena tidak puasa (Batal tanpa alasan yg diijinkan).
Ternyata jawaban Nabi berupa alternatif tingkatan,  jika alternatif 1 tak dapat, maka ditawarkan alternatif 2.  Jadi bukan alternatif pilihan.
Kafarat alternatif bertingkat itu mirip dengan denda haji tamattuk,  yaitu menyembelih hadyu. Bila tak dapat baru diganti puasa 10 hari.

 فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ بِهٖۤ اَذًى مِّنْ رَّأْسِهٖ فَفِدْيَةٌ مِّنْ صِيَامٍ اَوْ صَدَقَةٍ اَوْ نُسُكٍ ۚ  فَاِذَاۤ اَمِنْتُمْ ۗ  فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ اِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ  فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ فِى الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ اِذَا رَجَعْتُمْ ۗ  تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ...
"... Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya lalu dia bercukur, maka dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah, atau berkurban. Apabila kamu dalam keadaan aman, maka barang siapa mengerjakan umrah sebelum haji, dia wajib menyembelih hadyu yang mudah didapat. Tetapi jika dia tidak mendapatkannya, maka dia wajib berpuasa tiga hari dalam musim haji dan tujuh hari setelah kamu kembali. Itu seluruhnya sepuluh (hari)..." (QS. Al-Baqarah 196)

Namun dalam kasus pelanggaran haji yg lain ,(bukan tamattuk) maka kafaratnya berupa alternatif pilihan : berpuasa,  sedekah atau kurban.
Kasus pilihan alternatif bertingkat juga ada pada shalat , bahwa shalat harus berdiri,  jika tak bisa boleh shalat duduk, jika tak bisa boleh shalat berbaring.

Kafarat tidak puasa karena batal , urutannya adalah :
1. Membebaskan budak.
Disini tak ada budak,  karena pembantu bukan budak. Jadi alternatif 1 ini tak bisa dikerjakan.
2. Berpuasa 2 bulan berturut-turut.
3. ‎Memberi makan kepada 60 orang miskin.

Karena orang tadi sudah tua maka dia mendapat kafarat alternatif 3.
Keadaan yg ada dimasyarakat kita tidak sama dengan kisah pada hadits tadi,  karena disini orangnya memang tidak ada niatan berpuasa. Kisah dalam hadits adalah orang sudah niat puasa,  namun ditengah jalan batal tanpa alasan yg bisa diterima. Hanya ada dua alasan yg diijinkan untuk tidak berpuasa tanpa Kafarat, tetapi wajib mengganti dilain waktu, yaitu alasan : Sakit dan Bepergian jauh.

Keadaan di masyarakat kita ,  mereka tidak puasa tanpa alasan. Warung makan tetap operasi namun ditutup tirai itu keuntungan untuk orang yg tidak puasa, karena tak perlu merasa malu.  Bagi yg sudah niat puasa tidak masalah ada warung buka atau tutup.

Pemilik warung yg buka disiang hari bulan Ramadhan termasuk melanggar perintah Allah karena menolong orang untuk berbuat kemungkaran,  yaitu tidak puasa di bulan Ramadhan.

 وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰى ۖ  وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

"... Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan...." (QS. Al-Ma'idah 2)

Pemilik warung tak bisa beralasan  karena mencari uang. Sebagai muslim dia ridha dengan agamanya maka mestinya mau diatur oleh agamanya.

رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا، وَ بِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَ رَسُوْلاً، وَبِالْقُرْآنِ إِمَامًا وَ حَكَمًا

(Aku rela bertuhan Allah, aku rela beragama Islam, aku rela bernabi dan berasul Muhammad, dan aku rela Al-Quran menjadi panduan dan hukum.)

Tentunya beda dengan warung yg ada di terminal, karena disana tempatnya musafir,  orang yg memang diijinkan untuk tidak puasa. Kalau di kampung mestinya warung tak diperbolehkan buka siang hari.

Yg menjadi trend sekarang adalah Buka Puasa Bersama. Masalahnya adalah apa mereka menyediakan mushola? Karena bagi yg puasa wajib untuk segera menunaikan shalat maghrib.
Namun sekarang banyak terjadi buka bersama, dalam pelaksanaan menjadi makan bersama. Pernah terjadi, sebelum maghrib makanan sudah habis,  karena yg diundang buka bersama para tukang becak yg tidak puasa. Mereka makan tanpa sungkan, justru yg memberi makan yg sungkan....

Bagaimana kafarat bagi yg tidak puasa dengan sengaja dan tanpa udzur?
Dalam suatu hadits disebutkan :

مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ ، مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ وَلاَ مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ ، وَإِنْ صَامَهُ

“Barangsiapa berbuka di siang hari bulan Ramadhan tanpa ada udzur (alasan) dan bukan pula karena sakit, maka perbuatan semacam ini tidak bisa digantikan dengan puasa setahun penuh jika dia memang mampu melakukannya” (Hadits Baihaqi)

Di masyarakat awam ada yg berpendapat bahwa tidak puasa di bulan Ramadhan bisa diganti pada bulan lain. Ini benar-benar kebodohan,  karena yg sudah niat puasa kemudian batal tanpa alasan yg diijinkan itu kafaratnya Puasa 2 bulan berturut. Yg benar adalah puasa yg ditinggal tanpa alasan tadi tak bisa diganti,  karena puasa Ramadhan adalah puasa yg diwajibkan pada waktu tertentu, yaitu bulan Ramadhan, tak dapat dikerjakan di bulan lain kecuali ada udzur.

Seperti shalat ashar misalnya, ada ketentuan waktu yg harus ditepati dan hanya bisa digeser ke dhuhur jadi shalat jamak bila ada alasan.
Demikian juga dengan qurban,  adalah ibadah yg ditentukan waktunya, yaitu antara tanggal 10 setelah shalat Ied sampai 13 Dzulhijjah. Diluar waktu itu ibadahnya tidak sah.

Diriwayatkan dari Abdulah bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu bahwa dia berkata:

مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ رُخْصَةٍ لَقِيَ اللَّهَ بِهِ، وَإِنْ صَامَ الدَّهْرَ كُلَّهُ، إِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ، وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ

Barangsiapa berbuka sehari dari puasa bulan Ramadhân dengan tanpa keringanan, dia bertemu Allâh dengannya, walaupun dia berpuasa setahun semuanya, namun jika Allâh menghendaki, Dia akan mengampuninya, dan jika Allâh menghendaki, Dia akan menyiksanya”. [Riwayat Thabarani]

Kesimpulannya,  Puasa yg ditinggalkan tak bisa diganti dengan Puasa di bulan lain dan hanya bisa diganti dengan Taubatan nashuha. Kemudian terserah Allah akan mengampuni atau menyiksanya.

يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا تُوْبُوْۤا اِلَى اللّٰهِ تَوْبَةً نَّصُوْحًا   ۗ  عَسٰى رَبُّكُمْ اَنْ يُّكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَيُدْخِلَـكُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,..." (QS. At-Tahrim 8)

Sayangnya kita sulit menyampaikan hal semacam ini karena tak ada medianya. Majelis kajian agama hanya dihadiri oleh orang yg sudah mengerti agama. Mereka yg tak tahu ada di luar sana.  Dan kita dilarang mengarahkan pengeras suara ke luar ketika berdakwah. Lalu orang yg jahl tadi kapan akan bisa?

*TANYA - JAWAB*

Pertanyaan 1 :

Bagaimana hukumnya orang yg tidak puasa tanpa ada alasan yg jelas,  karena merasa dapat diganti di lain waktu. Dan bagaimana pula dengan orang yg memang tak mau puasa?

Jawaban :

Ketika dia awalnya berniat Puasa, tetapi batal ditengah jalan tanpa alasan,  maka kafaratnya Puasa dua bulan berturutan.
Namun jika dia tak mau puasa dengan sengaja maka dia hanya bisa mengganti dengan Taubat Nasuha.

Apabila dia tidak mau Taubat Nasuha maka dia sudah keluar dari Islam dan menjadi Kafir, karena Puasa Ramadhan adalah Rukun Islam.
Rukun adalah sesuatu yg tergantung sesuatu yg lain atasnya. Maka bila dia tak ada, sesuatu yg lain tadi juga tidak ada.
Puasa adalah Rukun Islam jadi bila tidak Puasa maka dia islamnya sudah tidak sah lagi.

Pertanyaan 2 :

Untuk orang yg membayar fidiyah misal bagi wanita hamil bagaimana,  apa harus mengqadla puasa juga.

Jawaban :

Sebenarnya rukshah puasa itu ada dua,  mengqadla dan membayar fidiyah.
Ada dua kharakter untuk penerapan rukshah:
1.  Rukshah bagi yg masih berkemampuan melakukan puasa
2. ‎Rukshah bagi yg tidak berkemampuan puasa.

Contohnya bagi wanita hamil.
1. Wanita hamil,  kemudian dia harus menyusui anaknya dua tahun maka dia tidak mampu mengqadla dan harus membayar fidiyah.
2. ‎Wanita hamil,  kemudian dia melahirkan. Namun anaknya mati.  Maka dia harus mengqadla dan tidak membayar fidiyah.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar