Rabu, 06 Juni 2018

Kajian Ramadhan PCM Banyumanik

Kajian Ramadhan PCM Banyumanik

MENGAPA UMAT MENJAUHI AL QUR'AN

Tanggal : 20 Ramadhan 1439 H / 5 Juni 2018

Nara Sumber : Ustadz Ir. Didik Udiyono

Allah SWT berfirman:

وَقَالَ الرَّسُوْلُ يٰرَبِّ اِنَّ قَوْمِى اتَّخَذُوْا هٰذَا الْقُرْاٰنَ مَهْجُوْرًا

"Dan rasul Muhammad berkata, Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur'an ini diabaikan."
(QS. Al-Furqan 30)

Jauh sebelum masa kini,  ternyata Rasulullah SAW telah mengetahui bahwa kelak umatnya akan mengabaikan Al Qur'an. Padahal jelas bahwa Al Qur'an adalah petunjuk bagi manusia.
Allah SWT berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْۤ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَ بَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِ

"Bulan Ramadan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil).." (QS. Al-Baqarah 185)

Kalau Al Qur'an adalah petunjuk ,maka mestinya manusia sangat berkepentingan dengan Al Qur'an. Tapi kenapa Rasul sampai mengadu kepada Allah bahwa Al Qur'an dijauhkan ?
Ujung ayat 185 tadi menyebutkan : "wa la'allakum tasykuruun" (agar kamu bersyukur.). Bersyukur bahwa untuk hidup kita Allah telah memberikan petunjuk.

Maka puasa kita itu adalah ungkapan rasa Syukur. Dulu sebelum Puasa Ramadhan ada Puasa Asyura yang merupakan tradisi Bangsa Quraisy. Ternyata ketika Rasul hijrah ke Medinah beliau menemui Orang Yahudi berpuasa pada Hari Asyura karena mensyukuri kemenangan Nabi Musa terhadap Fir'aun.
Maka Puasa Ramadhan adalah juga ungkapan syukur atas turunnya Al Qur'an sebagai petunjuk bagi kehidupan kita.
Begitu hebatnya petunjuk Al Qur'an ini terhadap permasalahan kehidupan.
Ada kisah Jad anak Yahudi sebagai ilustrasi betapa Al Qur'an itu adalah petunjuk bagi manusia, Al Qur'an bukan hanya petunjuk orang yang bertakwa.

Jad, bocah Yahudi tinggal bersama keluarganya di apartemen di Perancis. Di lantai dasar apartemen, ada toko milik seorang Turki, Ibrahim, 67 tahun.
Jad tiap hari belanja. Bila berbelanja, tanpa sepengetahuan Ibrahim, ia mengambil coklat. Sampai suatu hari ia lupa mengambil coklat. Ketika meninggalkan toko, Ibrahim memanggilnya, “Jad, kamu lupa sesuatu, Nak.” Jad memeriksa belanjaannya. Tetapi, tidak menemukan sesuatu yang terlupakan.

“Bukan itu,” kata Ibrahim. “Ini. ” Sambil memegang coklat. Jad kaget dan takut bila Ibrahim menyampaikan ‘hal memalukan’ tersebut ke orang tuanya.
“Tidak apa-apa, Nak. Mulai hari ini kau boleh mengambil sebuah coklat gratis sebagai hadiah. Tapi, berjanjilah untuk jujur mengatakannya,” kata Ibrahim.

Jad menjadi sahabat Ibrahim. Ia menumpahkan keluh kesahnya bila menghadapi masalah. Ibrahim tidak pernah langsung menjawabnya, namun selalu menyuruh Jad untuk membuka sebuah buku. Ibrahim akan membaca kemudian menjelaskan jawaban dari masalah yang dihadapi Jad.

Hal tersebut berlangsung lama. Sampai satu ketika anak Ibrahim mendatangi Jad dan memberikan buku kepadanya sembari membawa berita bahwa Ibrahim,  telah Wafat. Ternyata buku itu bertuliskan huruf arab. Ia pun memohon temannya untuk menjelaskan 2 halaman yang dipilihnya. Sang teman membacakan makna tulisan itu. Sungguh, yang disampaikan sahabatnya itu jawaban bagi masalah yang ia hadapi.
Jad lalu bertanya : “Ini kitab apa….?”
“Al-Qur’an, kitab suci Umat Islam.”
Kaget mendengar hal tersebut, ia langsung masuk Islam. Dalam perjalanan hidupnya sebagai Muslim ia banyak mengislamkan orang di Afrika.

Jadi Al Qur'an petunjuk bagi umat manusia,  maka ketika Rasul mengeluhkan umat Islam mengabaikan Al Qur'an seolah-olah tak masuk akal.
Namun ada contoh terjadi : Dalam Al Qur'an ditekankan,  surat Al Maidah ayat 51, tapi banyak orang yang mengingkari.

*Bagaimana "makjuro" (menjauh dari Al Qur'an) bisa terjadi?*

Ada hadits Thabrani , dimana Rasulullah SAW bersabda :
"Ketahuilah bahwa Poros titik orientasi dari umat islam itu beredar tidak pada satu tempat. Sungguh kitab (Al Quran)  dan Sulthan (Penguasa) , dalam waktu dekat saling menjauhi" .

Di Jaman Rasul sebagai Pemimpin, kedua Poros itu menyatu,  karena seperti kata Aisiyah bahwa akhlak Rasulullah itu adalah Al Qur'an. Maka tak ada masalah.
Setelah Rasul wafat,  kedua poros yaitu Al Qur'an dan Penguasa saling menjauh.
Khulafaur Rasyidin berusaha mendekatkan kedua poros dengan sekuat tenaga,  tetapi lama kelamaan menjauh.

Pesan Allah SWT dalam Al Qur'an :

اِتَّبِعُوْا مَاۤ اُنْزِلَ اِلَيْكُمْ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوْا مِنْ دُوْنِهٖۤ اَوْلِيَآءَ   ۗ  قَلِيْلًا مَّا تَذَكَّرُوْنَ

"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti selain Dia sebagai pemimpin. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran."
(QS. Al-A'raf  3)

Ketika kedua Poros itu menjauh, Allah mengingatkan agar kita mengikut Kitab dan jangan mengikut Pemimpin yang meninggalkan Kitab.
Sayangnya ketika kedua poros itu menjauh,  umat islam menjadikan Al Qur'an "mahjuro" , sesuatu yang dijauhi. Padahal perintahnya tegas ikuti Al Qur'an yang diturunkan sebagai petunjuk.
Tiap tahun umat islam memperingati Nuzulul Qur'an,  tapi omong kosong,  yang terjadi hanya seremonial.

Ada sebagian umat islam yang mengikut Penguasa yang menjauhi Al Qur'an dengan mengambil dalil.

Rasulullah SAW bersabda,

أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّوَجَلَّ , وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكَ عَبْدٌ

“Saya memberi wasiat kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah ‘azza wa jalla, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memerintah kalian seorang hamba sahaya (budak) ”. (HR. Bukhori Muslim)

Tetapi ada hadits lain yang menegaskan bahwa ketaatan terhadap Penguasa itu bersyarat :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَإِنْ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ مُجَدَّعٌ فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا مَا أَقَامَ لَكُمْ كِتَابَ اللَّهِ

“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah meskipun kaliau dipimpin oleh hamba sahaya dari habasyi, dengar dan taatilah dia selama memimpin kalian dengan kitabullah.” (HR. Tirmidzi)

Sekarang karena berbagai kepentingan, akhirnya hadits-hadits yang bersyarat disingkirkan. Maka kita ketahui bahwa hadits kadang ada unsur fitnahnya. Kalau Al Qur'an semua seragam. Tapi Al Qur'an pun ditinggalkan seperti disebut dalam surat Al Furqan 30 tadi, karena Umat lebih senang mengikuti Penguasa.

Cuma jangan sampai kita melupakan wasiat Nabi Muhammad SAW ,

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ

Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi).

Kita diperintahkan mengikuti Kitabullah,  bukan mengikuti Sulthan. Problem kita umat meninggalkan Kitabullah.
Yang sudah terjadi dan kemarin jadi nostalgia adalah Al Maidah 51.

Pada skala mikro kita semua adalah Pemimpin. Rumah Tangga pemimpinnya adalah Istri, tetapi untuk urusan di luar rumah maka itu tanggung jawab suami.  Yang harus dilakukan Muslim adalah "Mendengar dan Taat" kepada Pemimpin,  dalam hal rumah tangga maka semua anak harus mendengar dan taat kepada Orang Tua,  sepanjang Orang Tua nya menegakkan Al Qur'an.

Menegakkan Al Qur'an artinya adalah Membaca - Memahami dan Mempraktekkan Al Qur'an.
Rasulullah SAW bersabda:
"Celakalah orang yang membacanya (Al Qur'an) , tetapi ia tidak merenungkan kandungan maknanya (mentadabburinya).  [H.R. Ibnu Hibban]

Diantara kita banyak yang punya Al Qur'an tetapi dibaca saja tidak. Al Qur'an hanya disimpan. Diantara kita banyak yang khatam berkali-kali membaca Al Qur'an pada bulan Ramadhan,  tapi jika ditanya apa faham maknanya?  Jawabnya Tidak!  , karena mereka tak pernah membaca Terjemah dan Tafsirnya. Bahkan mungkin seumur hidup mereka belum pernah Khatam membaca Terjemah Al Qur'an.
Ini bukti umat Islam mulai meninggalkan Al Qur'an seperti yang dikhawatirkan Rasulullah SAW.

Puasa di bulan Ramadhan ini adalah ungkapan rasa syukur atas turunnya Al Qur'an,  maka pada sisa bulan Ramadhan ini mudah-mudahan dapat kita manfaatkan sebaik-baiknya, kita muhasabah,  re-thinking terhadap amalan kita karena penilaian amal itu pada bagian penutupnya. Kita gunakan Al Qur'an sebagai peningkat ketaatan kita.

Kita tahu definisi syukur itu , dari ucapan kita :
1. Menyatakan bahwa semua nikmat itu dari Allah SWT.
2. ‎Dengan jujur menyatakan bahwa pujian itu bagi Allah yg memberi nikmat tadi. Kadang kita keliru nikmat dari Allah tapi pujian kepada Makhluk. Kepada Makhluk kita berterima kasih,  jangan sampai menafikkan campur tangan Allah.

Kita bersyukur dengan perbuatan
Al Qur'an harus meningkatkan ketaatan, kita pakai sebagai petunjuk hidup karena kita semua adalah Pemimpin.
Sebagai Pemimpin agar ditaati maka kita tegakkan Al Qur'an.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar