Kamis, 07 Juni 2018

Kajian Ramadhan PCM Banyumanik

Kajian Ramadhan PCM Banyumanik

MEMOTIVASI IBADAH

Tanggal : 22 Ramadhan 1439 H / 7 Juni 2018

Nara Sumber : Ustadz Drs. H. Hamzah Rifqi MAg

Nabi memberi motivasi ibadah dan contoh yang sangat kongkrit yang amat sangat berbeda dengan manusia di jaman ini bila memasuki 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Dulu beliau menguatkan ibadahnya sampai i'tikaf (berdiam diri)  di masjid. Maklum bahwa beliau adalah seorang pedagang yang tak terikat dengan siapapun,  maka 10 hari terakhir beliau melepaskan diri dari urusan keduniaannya. Hanya untuk keperluan yang mendesak saja beliau keluar masjid kemudian masuk lagi. Jadi I'tikaf ini untuk intensifikasi ibadah dalam rangka taqorub kepada Allah dengan Dzikir,  Shalat dan Membaca Al Qur'an.
Berbeda dengan kita sekarang,  shof shalat semakin habis. Yang bertambah ramai orang belanja di Mall. Padahal sudah gencar ada promosi untuk belanja ke warung tetangga.

Diantara motivasi ibadah adalah Promo Lailatul Qodar yang disebutkan dalam Surat Al Qadr sebagai " lebih baik dari 1000 bulan ". Sampai kemudian ada yang pakai matematik Lailatul Qodar, seandainya kita sedekah 1000 rupiah tiap hari selama 10 hari saja,  maka kita hanya kehilangan 10 rb rupiah,  tetapi akan mendapat dari Lailatul Qodar sebanyak 1000 x 30 x 1000 = 30 juta rupiah.
Ini bahayanya ahli matematika,  semua dihitung. Ini kenyataan ada haji disuruh shalat oleh isteri malah menolak dan menyuruh isterinya saja yang shalat. Alasannya dia sudah haji,  maka sudah shalat di Masjidil Haram yang sama dengan 100. 000 kali shalat dan Masjid Nabawi yang nilainya sama dengan 1000 kali shalat. Ini kekeliruan memahami kaidah agama.

Pemahaman 1000 bulan adalah pemahaman bahasa bahwa itu bilangan yang amat banyak, bukan bilangan matematika. Seperti Chairil Anwar yang bersyair ingin hidup 1000 tahun lagi.
Itu semua adalah ayat motivasi agar kita tidak bosan ibadah di bulan Ramadhan.
Bagi mereka yang tidak biasa shalat jama'ah di masjid,  kemudian shalat tarawih itu makin lama akan makin bosan. Membosankan bila di masjid imamnya hanya itu dan tidak ada apa-apanya,  kultum tidak ada , itu makin membosankan dibandingkan dengan masjid yang imamnya ganti-ganti dan ada acara ceramah yang pembicaranya ganti-ganti.

Memang islam maunya variatif maka diberi bonus Lailatul Qodar.
Nabi SAW bersabda :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan atas landasan iman dan mengharap pahala dari sisi Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kenapa dengan motivasi sehebat itu tetap tidak menarik?
Karena orang-orang tak merasa perlu diampuni dosanya. Dia tidak merasa berdosa,  maka tak perlu ampunan. Karena Allah tidak menampakkan dosa kita. Kalau pakaian kita kotor,  kita melihat dengan jelas dan segera menginginkan pakaian kita bersih,  kecuali terpaksa. Demikian juga ketika badan kita bau,  kita ingin bau segera hilang. Dosa itu beda,  karena tak kelihatan. Jika kita punya salah kepada seseorang maka kita ingin agar kesalahan segera diselesaikan dengan minta maaf. Ternyata kita tahu kesalahan karena diberitahu seseorang : " Kamu itu tadi bilang gini-gitu.. sekarang dia marah..."

Karena kita diberitahu maka kita tahu kesalahan kita. Beda dengan Allah,  karena Allah membiarkan kita,  maka kita berdosa atau tidak,  sama saja- tak merasa. Seperti juga saat ini siapa puasa dan siapa tidak kan sama saja,  tak kelihatan. Di jalanan juga tak terlihat perbedaan antara Pencopet dan Orang biasa,  baunya sama. Bahkan mungkin Pencopet lebih Harum baunya ...
Itu semua yang menyebabkan manusia tak merasa berdosa. Maka tak merasa butuh diampuni dosanya.

Perhatikan saja saat halal bihalal,  semua bilang "maaf lahir batin..."
" ya... sama-sama", sambil penuh senyum. Karena semua tak merasa bersalah atau disalahi..

Coba kalau ada yang disalahi-
"Maaf ya..." ...
"MAAF, NDASMU ...YO" - kok enak ..
Itu yang terjadi diluar sana.
Namun kita juga tak pernah tanya :
"Lho kenapa kok kamu minta maaf? "
" Iya,  aku gak tau salah apa ya? "
Keduanya sama-sama tak merasa salah dan disalahi, jadi proses saling memaafkan tak ada beban sama sekali

Berbeda dengan jaman Nabi,  bahwa Para sahabat sangat ingin masuk sorga dan takut masuk neraka.
Pernah ada kisah Nabi menjenguk orang sakit, Nabi bertanya :"Bagaimana keadaanmu? "
"Ya Rasulullah, saya sangat takut,  tapi juga sangat berharap Allah memberikan rahmat kepadaku".
Nabi berpaling dan berkata kepada Sahabat: "Dia akan diamankan oleh Allah dari ketakutannya dan Allah akan memberinya apa yang diharapkan."

Jadi ada sikap Khouf (takut) terhadap siksaan Allah  dan Roja' (berharap) terhadap rahmat Allah.
Maka ketika shalat jenazah kita doakan "warhamhu" , semoga dia dirahmati Allah. Dan orang beriman yang sudah meninggal kita sebut Almarhum, itu do'a  semoga Allah merahmatinya.

Masyarakat kita itu tidak takut siksa neraka dan tak terlalu kepengin masuk surga. Maka yang kita lakukan biasa-biasa saja,  sak-madyo.
Kita sudah super-optimis masuk surga dan tak ada dorongan lagi berbuat baik.
Seperti anak sekolah jaman sekarang,  tidak belajar dan yakin : paling saya lulus.
Temannya yang belajar malah diganggu.
Rasulullah SAW bersabda :

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

Sebaik-baik manusia adalah generasiku (generasi sahabat), kemudian orang-orang yang mengiringinya (generasi tabi’in), kemudian orang-orang yang mengiringinya (generasi tabi’ut tabi’in). [Hadits riwayat Bukhari].

Generasi Nabi sangat sensitif terhadap ancaman siksa dan hadiah pahala. Maka ketika dimotivasi dengan Lailatul Qodar mereka langsung berlomba mencarinya.
Sampai kemudian dijaman Umar dijadikan Shalat Tarawih. Karena Umar melihat di masjid mereka shalat sendiri-sendiri,  maka Umar menyatukan mereka dalam satu jama'ah.

Tetapi yang terjadi sekarang berbeda,  pada awalnya semua gesit. Sampai panitia Tarawih pasang "tratag" atau bahkan menutup jalan. Tapi pada akhir Ramadhan sepi.

Lalu apa yang harus kita lakukan?
Kita harus faham dengan benar,  seperti para Sahabat memahami dirinya,  bahwa kita jangan terlampau memuji diri.
Boleh saja optimis,  tapi jangan terlampau optimis bahwa semua amal kita sudah diterima oleh Allah. Jangan optimis bahwa kita tak punya dosa.

فَلَا تُزَكُّوْۤا  اَنْفُسَكُمْ  ۗ  هُوَ اَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقٰى

fa laa tuzakkuuu anfusakum, huwa a'lamu bimanittaqoo

"... Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia mengetahui tentang orang yang bertakwa." (QS. An-Najm 32)

Penting bagi kita untuk muhasabah, berapa banyak perintah Allah yang belum kita kerjakan dan berapa banyak larangan Allah yang kita langgar. Itu hanya kita sendiri yang tahu.
Dan kita bersyukur Allah selama ini menutupi dosa-dosa kita. Dosa ini tidak tampak karena memang ditutupi Allah.
Maka kita mengharapkan ampunan Allah justru di malam-malam akhir Ramadhan.
Ini kesempatan kita jangan sampai Ramadhan habis kita tak dapat apa-apa.
Sungguh celaka ...! Karena itu yang diaminkan Rasulullah.

Rasulullah saw. bersabda, “Ketika aku menaiki tangga pertama, Jibril muncul di hadapanku dan berkata,
“Celakalah orang yang mendapati bulan Ramadhan yang penuh berkah, tetapi tidak memperoleh keampunan.” Maka aku berkata, “Amin”

Kenapa?  Karena dia tidak melakukan qiyam Ramadhan, tidak melakukan I'tikaf dan ibadah lain,  ini orang yang celaka.
Seperti orang yang bertemu dengan orang tuanya tapi tidak berbakti kepadanya. Padahal Ridha Allah itu Kuncinya adalah Ridha Orang Tua.

Dari ummul mukminin, Aisyah ra., menceritakan tentang kondisi Nabi saw. ketika memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan: “Beliau jika memasuki sepuluh hari terkahir Ramadhan, mengencangkan ikat pinggang, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.”

Mengencangkan ikat pinggang artinya beliau tidak berhubungan dengan isteri, tetapi fokus ibadah.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar