Minggu, 03 September 2017

Kajian Ahad Pagi Muhammadiyah Banyumanik

Kajian Ahad Muhammadiyah Banyumanik

12 Dzulhijjah 1438 H / 3 September 2017

Drs. H. Muchtar Hadi

*Penetapan Hukum*

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ  الْمَوْتِ

"Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.."  (QS. Ali 'Imran  185)

Dari penafsiran,  kata "kullu" adalah setiap sesuatu. Artinya adalah semua,  tak ada yg tidak mati. Kata "kullu" berbeda dengan kata "min" , misal dalam ayat :

وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّ قِنَا عَذَابَ النَّارِ

"Dan di antara mereka ada yang berdoa, Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka." (QS. Al-Baqarah  201)

"Min" artinya sebagian, bukan semua.
Namun kadang anehnya penerapannya ada yg rancu.
Contoh tentang bid’ah, haditsnya :

كُلُّ بِدْعَةٍ سَيِئَةٍ ضَلاَ لَةٍ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِىالنَّاِر

Semua “bid’ah yang sayyiah (jelek) itu sesat (dholalah), dan semua yang sesat masuk neraka”

Kalimatnya memakai "kullu" juga,  jadi semestinya semua bid'ah (hal yg baru diada-adakan dalam agama)  adalah sesat.
Contoh lain :

وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌ  ۚ  فَاِذَا جَآءَ  اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَئۡخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ

"Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun." (QS. Al-A'raf  34)

Kalimatnya juga memakai "kulli" ,artinya adalah semua. Mengapa pemahaman tentang bid'ah tadi menjadi berbeda?
Karena memahami ilmunya tidak lengkap.

Menetapkan hukum atas sesuatu tidak cukup hanya dengan menguasai bahasa Arab. Harus faham methodology. Sebaliknya belajar methodology saja juga tidak cukup. Mestinya mempelajari semua,  bahasa Arabnya dan juga methodanya.

Mempelajari agama itu semampu kita,  tidak harus tahu semua.  Maka bila terjadi silang pendapat itu wajar dan harus bertanya kepada ahlinya.
Menetapkan suatu hukum itu bagian paling penting namun bukan wajib ain,  tapi wajib kifayah.

Allah SWT berfirman:

فَسْــئَلُوْۤا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ

"..... maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui," (QS. An-Nahl 43)

Diperintahkan untuk bertanya bila tidak tahu,  tidak berarti bertanya terus ataupun taklid,  yaitu mengikut saja tanpa tahu alasannya apa.
Kita diperbolehkan untuk berpendapat, tapi harus tahu dasarnya.
Dalam agama tak selalu semua harus sama,  ada yg boleh berbeda contoh dalam menetapkan hilal iedhul Fitri.

Contoh lain,  binatang laron (anai-anai)  itu Haram atau Halal ?.
Perhatikan dalil ini :

 وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبٰۤئِثَ

".... dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, ...." (QS. Al-A'raf 157)

Jadi tergantung pendapat ,  bila menganggap laron itu buruk menjijikkan maka menjadi Haram, bila tidak menjijikkan menjadi halal. Jadi hukum tidak selalu hitam-putih.

Menghukumi sesuatu harus mempertimbangkan berbagai hal,  misal bangkai itu Haram,  tapi ada dalil tentang air laut :

هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ، الْحِلُّ مَيْتَتُهُ

“Air laut itu suci, (dan) halal bangkainya.”

Jadi bangkai ikan boleh dimakan. Pengertian boleh tidak berarti harus.
Ada dalil lain yaitu : Halalan Thoyiban.
Bila tidak Thoyib, artinya tidak baik dari sisi kesehatan jangan dimakan.
Demikianlah dalam menentukan hukum, harus tahu dasarnya.

Kisah-kisah yg diceritakan dalam Al Quran dan Hadits itu untuk pembelajaran. Ketika Nabi Muhammad SAW wafat,  para sahabat bingung siapa yg mengganti. Padahal Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir.
Umar bin Khattab bahkan mengancam akan membunuh siapa saja yg mengatakan nabi Muhammad SAW wafat. Ini bukan karena Umar bodoh,  tapi karena kecintaannya kepada Nabi. Kemudian berhasil dinasehati oleh Abu Bakar. Pembelajarannya adalah dalam kehidupan itu selalu ada orang seperti Umar dan ada yg seperti Abu Bakar.

Seperti yg baru saja terjadi,  ibadah qurban adalah belajar dari kisah Nabi Ibrahim. Pembelajaran bisa dari berbagai sisi. Dialog antara Nabi Ibrahim dengan Ismail sebelum Penyembelihan menunjukkan pembelajaran bahwa orang tua harus akrab dengan anaknya. Keakraban dengan anak hikmahnya masuk surga. Ini sesuai dengan Sabda Rasulullah :
"Surga itu adalah sebuah kampung kesenangan, tidak masuk surga melainkan orang yang menyukai anak-anak."

Pembelajaran dalam kisah nabi Ibrahim adalah bahwa makin tinggi tingkat Ketakwaan kita akan makin tinggi pula tingkat godaan iblis : Dalam kisah Nabi Ibrahim bahkan istrinya yg berusaha mencegah nabi menyembelih Ismail,  dan siap menggantikannya.

Cara yg ditempuh oleh isteri Nabi Ibrahim dalam menyampaikan pendapatnya kepada Nabi Ibrahim  juga mengandung pembelajaran bahwa seorang isteri harus menata sebaik mungkin tutur katanya kepada suami.

Terkait dengan kisah-kisah pembelajaran tadi,  untuk menetapkan hukum ternyata tidak cukup hanya dengan melihat apa yg terjadi,  namun juga harus memahami hikmah apa dibalik peristiwanya dengan memakai perangkat keilmuan.

Terkait dengan ajal,  umat manusia itu usianya diramalkan antara 60-70 tahun.Hanya sedikit yg melampauinya,  meski usia harapan hidup mungkin lebih tinggi. Artinya apa?  Kita itu sudah dekat waktunya meninggalkan dunia,  sudah selayaknya kita mempersiapkan diri menghadapi kematian.
Antara lain adalah memilih amalan perbuatan.

Pada umumnya amal itu terdiri dari dua hal,  yaitu amal Konsumtif dan Investatif.
Amal yg konsumtif artinya setelah selesai maka terputus pahalanya,  misal : shalat,  dzikir.
Amal yg investatif adalah amal jariyah, artinya mengalir terus pahalanya meskipun kita mati.
Semua amal akan terputus pahalanya ketika mati,  kecuali 3 hal yg disebut amal jariyah yaitu antara lain Sadaqah jariyah , yaitu Sadaqah yg diberikan ketika hidup dan terus memberi manfaat.
Bagaimana bila diberikan setelah mati?  Tetap dinilai Sadaqah tapi bukan Jariyah.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum


🖍SAK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar