Rabu, 12 Desember 2018

Kajian Ahad Muhammadiyah Banyumanik

KAJIAN AHAD MUHAMMADIYAH BANYUMANIK

AKAD DALAM EKONOMI ISLAM

Dr. H. Haerudin,  SE,  MT

2 Robiul Akhir 1440 H/ 9 Desember 2018

Ada hadits dimana Rasul menjelaskan bahwa setan itu telah bersumpah akan menyesatkan bani Adam,  sehingga hanya sedikit saja diantara mereka yang bersyukur.
Setan menjaga orang di jalan islam,  yang terbujuk akan murtad. Setan menjaga orang dijalan jihad agar orang meninggalkan jihad. Setan akan menjaga orang dijalan dakwah maka orang malas untuk datang ke Pengajian. Namun orang-orang yang lolos dari hadangan setan tadi ketika mati akan dimasukkan surga.

Maka kita faham kenapa ketika shalat malam kita merasa berat,  ketika dakwah kita merasa berat.
Terus jalani saja karena setan memang sedang menghadang kita.
Demikian juga ketika kita akan mencoba menjalani muamalah,  ekonomi syariah akan terasa berat. Namun terus jalani saja.

Akad adalah faktor utama yang sangat penting dalam muamalah. Akibat apapun akan tergantung akad. Kita tahu perbedaan Nikah dengan Zina ada pada Akad. Nikah mengakibatkan hubungan suami isteri jadi ibadah. Zina akibatnya dosa besar.
Jadi akad bukan hal sepele. Kita sering mengabaikan hal sepele yang sebenarnya bisa berdampak hutang.
Kita membeli kacang rebus setengah kilo. Ketika penjualnya membungkus kacang,  kita mencicipi kacang tanpa minta dihalalkan. Hati-hati,  kacang yang dimakan jadi hutang.

Maka kita perlu memahami akad,  karena tidak ada transaksi apapun yang tidak dilandasi akad.
Akad itu ikatan yang mengikat dua belah pihak dengan perjanjian yang disepakati.
Akad itu dibagi dua,  Tabarru ( Tolong menolong)  dan Tijari (Tujuan mendapat keuntungan)

*1. Akad Tabarru.*

*1.1 Hibah (Pemberian)*

Orang yang menghibahkan barang, harus memiliki penguasaan atas barang yang dihibahkan.
Seorang anak angkat meskipun dia diadopsi dan disahkan Pengadilan tetap bukan ahli waris. Ketika orang tua meninggal tak dapat warisan.
Maka bila orang tua ingin memberi harta kepada anak angkat, dia harus menghibahkan hartanya. Dan itu harus dilakukan sebelum dia meninggal.

Ketika sudah wafat maka harta yang ditinggal bukan milik mayat. Harta harus segera dibagi sesuai hukum waris, antara lain bagian laki-laki dua kali bagian wanita. Namun bila kemudian ahli waris lelaki menghibahkan sebagian bagiannya kepada saudara wanita sehingga warisannya sama tidak menjadi masalah.

Bentuk lain dari Hibah adalah Wakaf. Bedanya adalah hibah itu kepada orang,  sedangkan Wakaf kepada Allah,  jadi tak ada pemiliknya. Untuk kepentingan administrasi maka Nadzir menandatangani akta Wakaf , namun dia tidak memiliki .
Hibah ataupun Wakaf akan mendapatkan pahala yang permanen. Meskipun pemberi hibah atau Wakaf telah meninggal dia tetap mendapat kiriman pahala.

*1.2. Ibra' (Pengguguran hutang)*

Pada hakekatnya akad hutang harus dibayar. Bila sampai meninggal dia tidak membayar hutang maka hutang akan dibayar diakhirat dengan amal.

Orang yang sulit membayar hutang hendaknya diberi tenggang waktu.

وَاِنْ كَانَ ذُوْ عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ اِلٰى مَيْسَرَةٍ  ۗ  وَاَنْ تَصَدَّقُوْا خَيْرٌ لَّـكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

"Dan jika orang berutang itu dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah 280)

Tidak ada paksaan untuk ibra'. Namun bagi yang memberi Ibra' kepada orang yang kesulitan , dia akan mendapat batasan pahala 10 kali lipat.

Akad hutang selama tidak ada akad ibra' akan bersifat permanen. Maka sebenarnya orang yang menagih hutang itu Penolong bagi yang berhutang,  karena bila tidak dibayar akan ditagih di akhirat.

*1. 3. Wakalah (Pendelegasian)*

Bahasa lainnya Surat Kuasa,  yaitu menyuruh orang untuk mewakili. Biasanya akad Wakalah terkait dengan Akad Tijari.
Misal ada orang mau hutang untuk beli mobil. Maka akadnya jual beli. Padahal Bank tak punya barang. Ketika bank menjual,  dia menyediakan barang sesuai dengan spesifikasi Pembeli.

Harga-jualnya disepakati harga beli ditambah margin. Kemudian Bank memberikan Akad Wakalah kepada Pembeli agar membeli ke Show Room atas nama Bank. Nasabah memberikan bukti pembelian kepada Bank.

Wakalah ini kadang juga terjadi pada saat akad nikah. Mestinya yang berhak menikahkan mempelai adalah Wali,  yaitu orang tua mempelai wanita. Namun kadang dia tidak siap,  maka dia mewakalahkan kepada Penghulu untuk menikahkan.

*1. 4. Kafalah (Garansi).*

Dalam bahasa lain disebut adh-Dhamman, atau Jaminan dari suatu Bank kepada pihak lain. Bila Pihak yang dijamin tak dapat membayar kewajiban maka pemberi Kafalah akan menggantikan.
Pada Bank konventional hal ini memakai agunan.

*1. 5. Hawalah (Pengalihan Hutang).*

Dalam bahasa lain disebut Take Over.
Dikisahkan bahwa Rasulullah tak mau menshalati jenazah yang punya hutang. Kemudian ada seseorang yang menanggung hutang si jenazah.
Maka hutang orang tadi lunas. Hutangnya pindah kepada yang menjamin. Kemudian Rasulullah menshalatkan jenazah tadi.

*1.6. Rahn (Gadai).*

Tak boleh mengambil keuntungan karena akad Tabarru. Padahal Bank Syariah harus mendapat untung. Maka proses Rahn dipecah menjadi dua,  yaitu akad Hutang (Qardh) dan akad Penitipan emas . Pada akad Hutang tak boleh menambah keuntungan karena jadi riba. Maka keuntungan diambil dari Penyimpanan. Kita tahu bahwa nilai emas makin lama makin naik, maka itu yang diambil sebagai keuntungan.
Mengapa Bank mengambil keuntungan? Karena Bank harus mengelola emas. Bila emasnya hilang maka Bank harus mengganti.

*1.7. Akad Qardh (Hutang).*

Selama akadnya hutang tak boleh ada tambahan sama sekali. Pelarangan terhadap riba itu bertahap. Pada tahun ke 3 Hijriah turun ayat :

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰۤوا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةً  ۖ  وَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung." (QS. Ali 'Imran 130)

Dilarang makan riba yang besar. Tetapi kalau sedikit masih boleh. Namun kemudian pada tahun ke 9 hijriah turun ayat pelarangan riba secara total.

Allah SWT berfirman:
"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya terserah kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-Baqarah 275)

Maka janganlah kita menyimpan uang dalam Bank konvensional, karena uang akan diputar dalam transaksi riba. Sekecil apapun bunganya maka itu tetap riba.
Ada yang bilang,  saya menyimpan uang di Bank konvensional hanya untuk mengamankan pokoknya,  bunganya tidak diambil. Maka diibaratkan dia adalah Pejuang Riba Tanpa Pamrih.

Dalam akad Hutang , bila peminjam pada akhir waktu masa pinjam dia memberi tambah atas dasar keikhlasannya dan tak ada perjanjian atau akad apapun sebelumnya, hal ini diperbolehkan.

*1.8. Akad Wadi'ah (Penitipan).*

Karena titip maka Bank tak boleh menjanjikan tambahan apapun. Bahkan karena titip,  yang titip uang dapat dikenai biaya penitipan. Ini terjadi jika Bank tak diijinkan memanfaatkan uang titipan untuk usaha. Namun bila Bank diijinkan meminjam pakai uang titipan untuk usaha , maka diakhir masa penitipan,  Bank diperbolehkan memberi bonus atau hadiah seikhlasnya.

*2. Akad Tijari*

Adalah akad dimana diperbolehkan mengambil profit. Kalau kita mengenal BMT adalah Bank yang mengusahakan dua akad : Tabarru dan Tijari. Di Muhammadiyah yang ada BTM dan Lazismu. Dimana BTM mengusahakan Profit,  sedangkan Lazismu non profit.

*2. 1. Akad Murobahah (Jual Beli).*

Nasabah datang mau hutang untuk membeli sesuatu.  Bank  memproses seolah Bank yang menjual. Bank harus menjelaskan bahwa harga barang misal 100 juta dan Bank mengambil margin 10 juta.
Maka jumlah hutang yang diakadkan adalah 110 juta dan hutang akan diangsur dalam setahun.
Pada Bank Syariah,  jumlah hutang ini tetap. Bila nasabah mengalami gagal bayar sampai kapanpun hutangnya tidak bertambah.
Bank tetap mengirim petugas penagih untuk mengingatkan nasabah yang hutang.

Beda dengan Bank Konvensional,  bila nasabah terlambat bayar akan kena denda. Dan Hutangnya bertambah dengan bunga.
Ada kejadian kartu credit hutang 3 juta,  lupa bertahun-tahun tidak bayar dan akibatnya hutangnya menjadi dua kali lipat.

Bank syariah boleh mendenda nasabah yang sengaja tidak mau bayar. Tapi tak boleh mendenda nasabah yang tak mampu bayar.
Denda ini tujuannya untuk mendidik nasabah. Uang denda tidak boleh dimasukkan ke dalam pendapatan. Denda disimpan dalam Pendapatan tidak halal dan kemudian harus dikeluarkan untuk keperluan masyarakat.

Jadi kita mau hutang tapi diproses membeli. Memang dalam kondisi tertentu bisa hutang diproses hutang tanpa riba. Tetapi Bank akan kerjasama dengan Lazismu yang memang sifatnya non profit.

Allah menghalalkan jual beli tapi dengan syarat antara lain tak boleh ghoror (menipu). Ghoror itu bisa kuantitas bisa kualitas.
Ghoror kuantitas,  misal jual buah salak 1 kg tapi sebenarnya hanya 9 ons.  Ghoror kualitas misal jual mobil bekas sudah keropos dikatakan masih mulus. Ada lagi ghoror waktu,  misal pesanan yang mestinya jadi seminggu dia katakan 3 hari agar dinilai cepat,  padahal nanti tetap akan terlambat.

*2. 2 Akad Mudhorobah (Bagi Hasil).*

Ketika seorang ingin berdagang namun tak punya modal, maka Bank menyediakan dana dengan akad Mudhorobah atau bagi hasil.  Jadi yang dibagi adalah hasilnya,  bukan pokoknya. Ini perbedaan antara Bank syariah dengan Bank konvensional. Bagi hasil bisa 70% untuk nasabah dan 30% untuk Bank.
Maka nasabah wajib membuat pembukuan untuk mengetahui keuntungan.

Namun cara ini dilakukan sangat selektif, hanya kepada nasabah yang bisa dipercaya. Karena nasabah yang tidak jujur senang membukukan dengan hasil rugi. Bila terjadi kerugian maka diteliti apa penyebabnya. Jika kesalahan nasabah maka nasabah tetap harus membayar.

Persyaratan mudhorobah ini adalah : Nasabah harus jujur dan Profesional. Serta bisnisnya harus halal,  sesuai syariah.
Bank punya kewajiban membina nasabah. Bisa juga Bank yang membuat pelaporan,  tetapi ada biaya tambahan. Pembagian keuntungan bisa negosiasi.

Allah SWT berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil , kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu....."
(QS. An-Nisa' 29)

*2. 3. Akad Ijaroh (Pemindahan Manfaat).*

Bila hutang untuk menyewa sesuatu berarti bukan membeli,  karena yang digunakan adalah kemanfaatan dalam waktu tertentu. Untuk itu diproses dengan Ijaroh. Jadi semua yang bersifat jual beli jasa seperti : Pembayaran sekolah,  pembayaran rumah sakit,  persewaan rumah semua memakai Akad Ijaroh.

Seseorang mau menikahkan puterinya,  maka diperinci untuk katering memakai akad Murobahah,  kemudian untuk sewa gedung memakai akad Ijaroh.

*2. 4. Akad IMBT-Ijaroh al Muntahi Bit Tamlik (sewa beli).*

Ketika mau beli mobil tapi belum punya uang,  diperkirakan nanti 5 tahun lagi pensiun dapat Pesangon.  Maka dapat transaksi sewa beli. Pada awalnya mobil disewakan kemudian setelah berapa lama dibeli. Kelebihannya angsuran pada awal rendah,  karena pada awal ijaroh dan akhirnya murobahah.
Kelemahannya pada awal pemiliknya tetap Bank,  baru pada akhir pemiliknya ganti nasabah. Jadi membayar Pajaknya dua kali.

*2. 5. Akad Salam (Pesan Komoditi).*

Perjanjian jual beli, dengan cara pemesanan barang dengan dibayar di muka. Transaksi Salam ini dilakukan di muka untuk keperluan membeli hasil pertanian seperti sayur mayur, buah-buahan dan beras.

Dulu ada pembelian sistem Ijon. Hampir sama,  tapi mengandung judi karena ketika padi kena banjir maka pembeli tak mendapat apa-apa. Dilain pihak penjual juga mendapat harga buruk.

Pembayaran di muka , model Salam adalah memesan sesuai kualitas yang ditetapkan. Uang yang dibayar dimuka dapat dimanfaatkan penjual dan ketika panen ada kelebihan kuantitas maka harus nambah. Bila jumlah kurang harus mengembalikan kelebihan uang.

*2. 6. Akad Istisna' (Pesan Barang).*

Istisna’, yaitu akad jual beli dengan cara memesan barang yang dibuat keahlian khusus, seperti mebel atau konstruksi bangunan, dimana barang tersebut dipesan dan dibuat sesuai dengan ketentuan yang diminta oleh pembeli dengan sepsifikasi yang khusus, di bayar sebagian di muka.

*2. 7.  Transaksi Lain*

Transaksi valuta asing seperti menukar Rupiah dengan Riyal atau Dollar diperbolehkan karena beda jenis mata uang. Namun transaksi membeli Rupiah pecahan kecil cetakan baru dengan rupiah tidak diperbolehkan. Beda jika mau menukar uang pecahan di Bank,  kemudian karena tak mau antri lalu membayar orang untuk mengantrikan,  itu boleh.

Ada lagi akad Muzaro'ah yaitu bila ada Pemilik lahan yang kerjasama bagi hasil dengan pekerja. Dana disiapkan pemilik lahan. Ini diperbolehkan.

Demikian itu akad-akad dalam ekonomi islam. Harus diketahui bahwa yang diharamkan adalah Riba. Bank tidak diharamkan karena diperlukan,  maka agar tidak kena riba kita transaksi dengan Bank Syariah.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar