Minggu, 16 Desember 2018

Kajian Ahad Muhammadiyah Banyumanik

KAJIAN AHAD MUHAMMADIYAH BANYUMANIK

MEMAHAMI UJIAN ALLAH DAN KUNCI JAWABANNYA

Ir. H. Didik Udiono

9 Robiul Akhir 1440 H/ 16 Desember 2018

Rasulullah SAW bersabda,

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, Allah akan faqihkan ia dalam masalah agama ini.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Belajar itu tujuannya adalah untuk paham,  bukan untuk pintar. Karena banyak orang pintar namun tidak paham. Kefaqihan adalah pemahaman yang Allah berikan kepada seorang hamba. Pemahaman yang lurus tentang Al-Qur’an dan hadits didasari dengan kebeningan hati dan aqidah yang shahih. Karena hati yang dipenuhi oleh hawa nafsu tidak akan dapat memahami Al-Qur’an dan hadits dengan benar.

Konon tahun ini adalah tahun politik. Islam dan Politik itu tak dapat dipisahkan karena islam itu satu-satunya ajaran disisi Allah.
Ketika kita punya KTP, maka KTP itu hanya berlaku di dunia. Malaikat tak akan pernah menanyakan KTP kita. Yang ditanyakan malaikat tentang agama kita. Maka ketika di pemakaman kita melihat Pak Modin sedang menasehati mayat tentang pertanyaan malaikat, pada hakekatnya Pak Modin itu menasehati kita. Dan mereka yang mengkaitkan sesuatu yang duniawi sebagai harga mati sesungguhnya itu hal yang berlebihan.

الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ  عَمَلًا   ۗ

"yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya," (QS. Al-Mulk 2)

Hidup dan mati itu diciptakan untuk menguji. Kita dihidupkan Allah sebagai WNI itu ujian. Tujuan Allah agar kita beramal sebaik-baiknya.
Bekal untuk mati itu memang tiga hal yang diwejangkan oleh Pak Modin tadi :  Ma'rifatullah , Ma'rifatul Rasul dan Ma'rifatul Dienul Islam.
Dulu orang-orang tua Jawa mengajarkan agar hidup prihatin, tujuannya "mati klawan mukti" (mati husnul khotimah).

Mati itu pasti. Al Qur'an mengajarkan mati yang mukti itu adalah mati dalam keislaman. Jadi islam adalah harga mati,  bukan yang lain.

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْـتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim." (QS. Ali 'Imran 102)

Dalam hidup yang sesungguhnya kita diuji tadi, Allah berpesan :

اِتَّبِعُوْا مَاۤ اُنْزِلَ اِلَيْكُمْ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوْا مِنْ دُوْنِهٖۤ اَوْلِيَآءَ   ۗ  قَلِيْلًا مَّا تَذَكَّرُوْنَ

"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti selain Dia sebagai pemimpin. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran." (QS. Al-A'raf 3)

Yang diturunkan kepada kita adalah Al Qur'an. Perintah Allah itu tegas,  beda dengan perintah manusia yang bisa ditawar.

Kita dipesan untuk berpegang pada Al Qur'an dan dilarang mengikuti Pemimpin. Tentu maksudnya adalah Pemimpin yang tidak taat pada Al Qur'an.  Ini penting untuk kita renungkan, karena banyak orang yang pintar tapi gagal paham terhadap ayat ini. Mereka tidak dijadikan "khoiru" , yaitu pengikut Al Qur'an dan Sunah.

Dengan mengikuti Pemimpin , mereka akan kehilangan sifat kritis yang diperintahkan Allah.

وَالْعَصْرِ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ
اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ    ۙ  وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

"Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran."
(QS. Al-'Asr Ayat 1 - 3)

Pemimpin itu manusia,  bukan Nabi. Kalau Nabi itu makshum,  bila salah dia langsung dikoreksi Allah.
Karena pemimpin adalah manusia biasa, maka tetap perlu tawaashou bil haq (diingatkan akan kebenaran). Namun cara mengingatkan yang haq adalah dengan sabar, bukan dengan memojokkan.

Pada ayat lain dikatakan dengan kasih sayang.

ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ

"Kemudian dia termasuk orang-orang yang beriman, dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang."
(QS. Al-Balad 17)

Ketakutan untuk mengoreksi pemimpin ini akibat lemahnya Tauhid. Dr. Amin Rais pernah menyampaikan dalam ceramah bahwa Tauhid tidak akan berfungsi bila manusia masih belum dapat memerdekakan diri dari penghambaan kepada sesama hamba Allah. Maka Muhammadiyah ciri khasnya adalah amar makruf nahi munkar, untuk menjaga Tauhid tadi.

Di dunia ini ada dua hal yang menuntut untuk diikuti. Yang pertama adalah Al Qur'an dan yang kedua 'Selain Al Qur'an'. Kalau ikut Al Qur'an itu jelas perintah Allah. Selain Al Qur'an ini bisa apa saja.
Ada daerah di Semarang yang selalu mengadakan bersih desa. Dan Kepala-desanya memaksa rakyat untuk menyumbang, bila tidak mau maka dia akan dipersulit dalam urusan administrasi. Maka hal ini adalah ujian. Banyak yang tak tahu mana ujian dan mana yang harus dijadikan kunci untuk menjawab ujian.

Miftahul Jannah,  atlet Judo dari Indonesia dilarang bertanding pada lomba Internasional karena tak mau melepas jilbab. Padahal dia tentu sudah berlatih berbulan-bulan dan banyak menghabiskan pikiran,  tenaga dan dana. Ada yang komentar ini jadi sia-sia karena tak bisa ikut lomba , ada yang komentar ini pemborosan. Padahal pemborosan itu temannya setan.

Banyak hal yang diplintir akibat tak tahu mana ujian dan mana kunci jawaban ujian. Kita umat islam paham, kuncinya Al Qur'an,  dalam Al Qur'an tak diatur tentang Judo,  maka berarti Judo itu ujian. Dalam Al Qur'an diatur tentang Jilbab. Berarti ini kunci untuk menjawab ujian. Miftahul Jannah tak mau melepas jilbab dan akibatnya dilarang bertanding Judo. Hal ini sudah benar,  dia memilih kunci yang benar untuk menjawab ujian.

Al Qur'an memerintahkan kita untuk mengikuti Rasul.

 وَمَاۤ اٰتٰٮكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰٮكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا  ۚ
 ‎
"... Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah..." (QS. Al-Hasyr 7)

Maka apa yang diperintahkan Rasul harus kita taati. Rasul memerintahkan kita untuk memuliakan tamu.

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلأخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

“Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari)

Bagaimana memuliakan tamu ?  Inipun sudah ditetapkan dalam Al Qur'an :

اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَ تْقٰٮكُمْ

"Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa ...".(QS. Al-Hujurat 13)

Ukuran mulia itu diukur dengan takwa. Jadi ketika kita mengundang orang dan menghormati tamu, maka kita harus menjaga ketakwaan tamu. Namun sekarang orang tidak menghormati tamu. Mengundang orang karena anaknya menikah,  tetapi tamu tidak disiapkan tempat duduk,  dengan alasan ini standing party. Maka makan minum harus berdiri.

Padahal Rasul melarang makan dan minum sambil berdiri.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا فَمَنْ نَسِىَ فَلْيَسْتَقِئْ

“Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian minum sambil berdiri. Apabila dia lupa maka hendaknya dia muntahkan.” (HR. Muslim)

Berarti tamu yang kita undang resepsi nikah tadi kita suruh untuk melanggar aturan Rasullah,  berarti kita tidak memuliakan tamu. Dan kita tidak meminta maaf kepada tamu karena kita menganggap itu biasa. Padahal kenyataan yang ada itu semua adalah ujian Allah.

Mungkin ada yang menyepelekan, ini kan cuma masalah makan-minum,  sebaiknya kita ikuti trend.
Ingatlah bahwa urusan makan -minum itu diatur dalam Al Qur'an.

 وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْا  ۚ  اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ

"...makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.".(QS. Al-A'raf 31).

Kemudian Rasulullah merinci tentang cara makan minum, yaitu dilarang makan minum sambil berdiri. Ini disebut sebagai Sunah dalam keharusan karena berasal dari Kitabullah. Melaksanakannya merupakan petunjuk dan meninggalkan merupakan kesesatan.

Ciri khas dari pengajian kita adalah amar makruf nahi mungkar,  maka mungkin dapat menyentil terhadap kebiasaan kita.  Apa boleh buat,  ini kewajiban. Kebanyakan orang hanya suka mengaji untuk rekreasi rohani saja. Ingat , mengacu dari Surat Al Ashr bahwa iman dan amal sholeh saja tidak cukup. Harus disertai nahi mungkar atau mencerahkan yang jelek. Namun tentu tidak dengan bermaksud memojokkan. Mengingatkan yang haq harus dengan sabar dan rasa kasih sayang.

Ketika kita paham,  maka kita akan itiba' Rasul dan tingkah laku mencerminkan Al Qur'an.
Maka ketika kita mengundang tamu agar dimuliakan. Ketika kita mengundang makan, sediakanlah tempat duduk.
_Dulu orang tua mengajarkan bahwa hanya kuda yang berdiri ketika diberi makan._

Dan kita akan makin berhati-hati, makin sabar dan lebih memahami orang lain. Kita introspeksi diri, kalau dulu kita pernah melakukan maka kita memohon ampunan.
Karena sekecil apapun tindakan kita kelak akan diminta pertanggung jawaban.

 وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ

"Dan Tuhanmu tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan."
(QS. An-Naml 93)

Sekarang ini memprihatinkan karena ada orang-orang yang menggiring orang lain agar sama dengan pendapatnya : Bahwa Pemimpin itu tak boleh dipersalahkan, sesuai dengan hadits
“Dengar dan taatlah kalian kepada pemimpin kalian.....”

Hadits tersebut memang shahih,  namun Pemimpin yang bagaimana?  Kalau hadits tadi ditelan begitu saja akan timbul kontroversi dengan ayat Al Qur'an.

Allah SWT berfirman :

وَلَا تَرْكَنُوْۤا اِلَى  الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ ۙ  وَمَا لَـكُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ مِنْ  اَوْلِيَآءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُوْنَ

"Dan janganlah kamu cenderung kepada orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka...." (QS. Hud 113)

Ini ayat Al Qur'an yang tak mungkin diragukan. Apa mungkin Hadits shahih bertentangan dengan Al Qur'an ?. Tidak mungkin bertentangan, cuma cara mengaplikasikannya yang tidak tepat. Karena sebenarnya hadits tadi tidak lengkap, lengkapnya :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَإِنْ أُمِّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ مُجَدَّعٌ فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا مَا أَقَامَ لَكُمْ كِتَابَ اللَّهِ

“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah , meskipun kalian dipimpin oleh hamba sahaya dari habasyi, dengar dan taatilah dia selama memimpin kalian dengan kitabullah.” (HR. Tirmidzi, Nasa’i)

Budak yang "plonga-plongo"-pun boleh dijadikan pemimpin , tapi ada syaratnya. Jadi ketaatan kepada Pemimpin ada syaratnya.
Jangan sampai kita salah paham. Ketika kita jadi Pemimpin rumah tangga, karena setiap lelaki adalah pemimpin. Maka kewajiban untuk taat kepada kitapun ada syaratnya yaitu bahwa kita juga harus taat kepada Kitabullah.

Maka dalam tahun politik ini pedoman kita adalah Pesan Rasulullah SAW bersabda :

"Ketahuilah bahwa Poros titik orientasi dari umat islam itu beredar tidak pada satu tempat. Sungguh kitab (Al Quran)  dan Sulthan (Penguasa) , dalam waktu dekat saling menjauhi" .

Ketika kedua Poros itu menjauh, Rasul mengingatkan agar kita mengikut Kitab dan jangan mengikut Pemimpin yang meninggalkan Kitab.

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ

Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi).

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar