Minggu, 30 September 2018

Kajian Ahad Muhammadiyah Banyumanik

Kajian Ahad Muhammadiyah Banyumanik

PELAJARAN POLITIK DARI FATHU MEKKAH

Tanggal : 20 Muharram 1440 H/ 30 September 2018

Nara sumber :  Dr. H. Zuhad Masduqi MA

*Agresi Rezim Mekkah*

Kemenangan Nabi Muhammad SAW  terhadap rezim Mekkah yang dipimpin Abu Sufyan diabadikan dalam Surat An Nasr yang termasuk dalam juz Amma. Surat ini merupakan Surat Madaniyah karena turun di Medinah.

اِذَا جَآءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالْفَتْحُ
وَرَاَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اَفْوَاجًا
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ  ۗ  اِنَّهٗ كَانَ تَوَّابًا

"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima Tobat." (QS. An-Nasr Ayat 1-3)

Untuk memahami surat ini,  kita harus mengetahui peristiwa-peristiwa yang melatar-belakanginya. Peristiwa itu terjadi saat Fathu (penaklukan) Mekkah

Rezim Abu Sufyan terus menerus menekan Nabi Muhammad SAW di Madinah. Para Sahabat sampai pernah hijrah ke Habasyah dalam rangka menghindar dari tekanan Rezim Mekkah.
Pada akhirnya tahun ke 13 setelah kenabian,  Nabi hijrah ke Madinah.
Di Madinah nabi memperoleh kekuatan politik , sosial dan ekonomi. Sehingga kemudian beliau bisa melawan agresi yang dilakukan rezim Mekkah. Agresi ini dilakukan berkali-kali.

Agresi pertama terjadi pada tahun kedua Hijrah yaitu yang disebut dengan Perang Badar.
Agresi kedua yaitu Perang Khandag dimana Abu Sufyan mengerahkan seluruh kekuatan Mekkah. Nabi Muhammad SAW bertahan di dalam kota Madinah.
Ada sahabat bernama Salman al Farisi mengusulkan supaya pertahanannya dengan cara membuat parit lebar 3 meter dan dalam 3 meter sehingga pasukan Ahzab (gabungan musuh) tak dapat masuk ke dalam kota Madinah. Pasukan Ahzab diporak-porandakan oleh badai gurun.

Agresi berikutnya Perang Uhud dimana pasukan Mekkah dapat mengalahkan Nabi Muhammad SAW, karena ada pasukan islam yang tidak menaati perintah Rasul SAW.
Jadi meskipun Nabi Muhammad SAW sudah hijrah ke Madinah,  namun kaum kafir tetap ingin menghancurkan umat islam. Dari sejarah diketahui bahwa Nabi bersifat defensif.

*Perjanjian Hudaibiyah*

Pada tahun ke 6 H,  Rasul dan para Sahabat ingin melaksanakan umrah.
Waktu itu peserta Umrah jumlahnya sekitar 4000 orang. Namun di Hudaibiyah,  sebelum masuk Mekkah,  Nabi Muhammad SAW dihadang oleh Rezim Mekkah.
Terjadi perundingan yang alot. Akhirnya dikirim Usman bin Affan yang dekat dengan Rezim Mekkah oleh Nabi untuk berunding. Namun Usman tidak segera pulang-pulang sehingga timbul desas-desus Usman dibunuh.  Para Sahabat Nabi tetap bertahan di Hudaibiyah siap untuk perang. Mereka berbai'at untuk bertahan. Ketika itu Usman pulang dan ikut berbai'at. Bai'atnya dikenal sebagai Bai'atur Ridhwan.

Selanjutnya perundingan dilanjutkan di Hudaibiyah. Secara politik ini merupakan kemenangan politik umat islam , karena berarti islam sudah diakui kekuatannya oleh Rezim Mekkah, hingga mereka mau datang berunding.

Hasil perundingan sebagai berikut :

1. Kalimat Muhammad Rasulullah, tidak disetujui Rezim Mekkah
, diganti Muhammad bin Abdullah.
Kata Bismillahir rohmanir rohiem juga tidak disetujui.

2. Jika ada Orang Mekkah masuk islam ke Medinah , maka Muhammad harus mengembalikan ke Mekkah.
Tetapi jika ada orang Medinah yang murtad dan kembali ke Mekkah maka orang Medinah tidak berhak meminta orang ini.
Pada awalnya Umar bin Khattab tidak menerima ini,  karena berarti pengikut Rezim Mekkah akan tambah banyak dan Umat Islam berkurang. Namun hal ini diterima oleh Nabi Muhammad SAW.

3. Setelah perjanjian ini maka orang Arab bebas untuk berkoalisi. Mau pilih Rezim Mekkah atau Umat Islam. Ini merupakan kemenangan Politik umat islam,  karena pada awalnya orang Arab tidak bebas memilih.

Maka sesuatu yang kelihatannya buruk dampaknya belum tentu buruk.

كُتِبَ عَلَيْکُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّـكُمْ ۚ  وَعَسٰۤى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْــئًا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّـکُمْ ۚ  وَعَسٰۤى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْــئًا وَّهُوَ شَرٌّ لَّـكُمْ ۗ  وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْـتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ

"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah 216)

4. Pada tahun tersebut Nabi tak boleh melaksanakan Umrah. Umrah diijinkan tahun depan dengan catatan tidak boleh membawa senjata.

Akhirnya setelah perjanjian ditandatangani , Nabi Muhammad SAW bersama sahabat kembali ke Madinah. Tahun berikutnya baru melaksanakan Umrah. Maka umrah itu disebut Umratul Qadha'

*Pelaksanaan Perjanjian Hudaibiyah*

Setelah Nabi kembali ke Madinah,  banyak orang Mekkah yang menyatakan masuk Islam dan bergabung dengan Nabi Muhammad SAW. Namun karena Nabi terikat perjanjian Hudaibiyah,  mereka orang Mekkah itu diterima masuk islam tapi harus keluar dari Madinah. Mereka keluar dari Madinah tapi tak mau pulang ke Mekkah. Mereka bermukim didekat jalan antara Mekkah dan Madinah. Jika ada orang Mekkah lewat, mereka merampok orang Mekkah tersebut. Rezim Mekkah kerepotan dan tak dapat mengatasi hal ini.
Orang Islam jumlahnya bertambah,  Rezim Mekkah makin lama makin berkurang.  Maka perjanjian yang awalnya kelihatannya tidak bagus, pada akhirnya ternyata bagus.
Akhirnya point perjanjian tentang hal ini dihapus.

Diantara suku bangsa Arab ada yang terpecah akibat aturan bebas berkoalisi. Maka bergabunglah suku Khuza’ah di kubu Nabi SAW dan Bani Bakr bergabung di kubu rezim Mekkah. Padahal, dulu antara dua suku ini bermusuhan. Dengan adanya perjanjian Hudaibiyah, masing-masing suku melakukan gencatan senjata.

Namun, secara licik, Bani Bakr melakukan serangan mendadak di malam hari pada Bani Khuza’ah dengan dibantu Rezim Mekkah. Akhirnya orang Khuza’ah menghadap Nabi SAW di Madinah. Mereka mengabarkan tentang pengkhianatan yang dilakukan oleh Rezim Mekkah dan Bani Bakr.
Berarti Rezim Mekkah secara sepihak membatalkan Perjanjian Hudaibiyah.

Karena merasa bahwa dirinya telah melanggar perjanjian, Abu Sufyan pergi ke Madinah untuk memperbarui isi perjanjian. Sesampainya di Madinah, dia memberikan penjelasan panjang lebar kepada Nabi SAW, namun beliau tidak memperdulikannya.
Akhirnya Abu Sufyan menemui Abu Bakar dan Umar r.a agar mereka memberikan bantuan untuk membujuk Nabi SAW. Namun usaha ini gagal. Terakhir kali dia menemui Ali bin Abi Thalib r.a agar memberikan pertolongan kepadanya di hadapan Nabi SAW.
Namun juga gagal dan Abu Sufyan kemudian kembali ke Mekkah.

Dengan adanya pengkhianatan ini, Nabi SAW berunding dengan para sahabat untuk tindakan berikutnya.
Keputusan rapat mereka akan ke Mekkah diam-diam,  dengan jumlah besar tidak untuk perang, tetapi tetap menyiapkan senjata dan perlengkapan perang.

*Larangan Memilih Pemimpin Kafir*

Tahun ke 10 H , Nabi merencanakan  ke Mekkah dengan pasukan yang jumlahnya melebihi penduduk Mekkah. Beliau ingin menaklukkan Mekkah tanpa pertumpahan darah.
Salah satu peserta adalah seorang sahabat Muhajirin bernama Hatib bin Balta’ah.
Dia ini mempunyai bisnis dan keluarga di Mekkah. Karena khawatir bisnisnya hancur dan keluarganya terbunuh maka beliau menulis surat untuk dikirimkan ke orang Quraisy. Isi suratnya mengabarkan akan keberangkatan Nabi SAW menuju Mekkah dengan pasukan besar. Surat ini beliau titipkan kepada seorang kurir wanita.  Namun, Allah mewahyukan kepada NabiNya tentang apa yang dilakukan Hatib. Beliaupun mengutus Ali untuk mengejar wanita yang membawa surat tersebut.
Ali berhasil menyusul wanita tersebut. Ali memeriksa dan menemukan surat tersebut.

Ali  menyerahkan surat tersebut kepada Nabi SAW. Dengan bijak Nabi SAW menanyakan alasan Hatib. Hatib bin Balta’ah pun menjawab:

“.. Demi Allah, aku tidak murtad dan tidak mengubah agamaku. Di sana aku memiliki istri dan anak. Saya khawatir bisnisku hancur dan keluargaku jadi korban.”

Umar bin Khattab menawarkan diri,
untuk memenggal lehernya, karena dia telah mengkhianati RasulNya. Tapi Hatib punya jasa besar, dia pernah jadi komandan perang Badar.
Terjadi ketegangan diantara para Sahabat. Akhirnya Nabi bersabda :
" Lakukan saja apa yang ingin kalian lakukan. In syaa Allah,  Allah tahu hati masing-masing orang...".

Umar bin Khattab-pun hatinya luluh dan tak jadi membunuh Hatib.

Pelajaran penting yang bisa kita ambil dari kisah Hatib bin Balta’ah adalah bahwa inilah kelemahan manusia. Walau dia orang baik, ikut organisasi tetapi bila punya kepentingan pribadi,  biasanya kepentingan ini yang sering membelokkan arah perjuangan.

Orang Kafir Mekkah itu sejak dulu memusuhi Umat Islam sejak di Mekkah sampai Madinah. Maka ketika Hatib bersahabat dengan orang Mekkah dia mau membocorkan rahasia Umat Islam.
Itulah kelemahan manusia.

Maka kita tak perlu heran bila ada orang ikut organisasi keagamaan, organisasi sosial ataupun organisasi politik,  tiba-tiba berbalik arah.
Itu karena ada kepentingan tadi.
Tak peduli dia ulama besar yang dulu bicaranya lurus , memimpin Majelis Ulama , bisa saja tiba-tiba bicaranya berubah. Dulupun sudah terjadi yaitu Hatib bin Balta'ah.

Dari peristiwa itu turun ayat :

لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُوْنَ الْكٰفِرِيْنَ اَوْلِيَآءَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَ ۚ

"Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang kafir sebagai pemimpin, melainkan orang-orang beriman.." (QS. Ali 'Imran  28)

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوا الْكٰفِرِيْنَ اَوْلِيَآءَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَ   ۗ

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin selain dari orang-orang mukmin.." (QS. An-Nisa'  144)

Kata "auwliya" pernah jadi masalah di Indonesia. Ada yang menerjemahkan Pemimpin dan ada yang menerjemahkan Teman Dekat. Kalau membaca tafsir lama semua disebutkan Teman Dekat. Disebut Pemimpin ketika dalam Konteks Demokrasi.

Kalau kita menjadikan orang kafir jadi teman dekat akan melemahkan perjuangan. Menjadikan teman dekat saja tidak boleh apalagi menjadikan Pemimpin, lebih tidak boleh.
Kalau kita berteman dekat dengan Preman,  maka Temannya Preman jadi teman kita dan musuhnya Preman jadi musuh kita.

Kalau Indonesia menjalin hubungan diplomatik dengan Israel,  maka teman Israel jadi teman Indonesia dan musuh Israel jadi musuh Indonesia. Dan semua negara Arab jadi musuh Indonesia.

Agak beda dengan surat Al Maidah 51, karena konteksnya Madinah.

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُوْدَ وَالنَّصٰرٰۤى اَوْلِيَآءَ  ۘ  بَعْضُهُمْ اَوْلِيَآءُ بَعْضٍ  ۗ  وَمَنْ يَّتَوَلَّهُمْ مِّنْكُمْ فَاِنَّهٗ مِنْهُمْ  ۗ  اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpinmu ; mereka satu sama lain saling melindungi. Barang siapa di antara kamu yang menjadikan mereka pemimpin, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim."
(QS. Al-Ma'idah  51)

Dulu di Madinah dihuni banyak kaum : Bani Auz,  Bani Khazraj dan suku Yahudi yaitu Bani Qainuqa, Bani Nadhir, Bani Quraizhah dan masyarakat Islam.
Ketika Nabi Muhammad SAW datang ke Madinah lalu diadakan Perjanjian Madinah. Diantara isi perjanjian adalah :

1. Kebebasan Beragama.
2. ‎Orang yang terikat perjanjian tak boleh membantu musuh dari luar untuk menyerang salah satu anggota.
3. ‎Pertahanan bersama kota Madinah.

Namun perjanjian hanya berumur 16 bulan karena Orang Yahudi berkhianat. Kemudian ayat 51 Surat Al Maidah tadi turun.

*Pasukan Islam Menuju Mekkah*

Kemudian, pada tahun ke 8 H, awal Ramadhan Nabi Muhammad SAW keluar Madinah bersama 10.000 orang menuju Mekkah.
Padahal pada waktu Perjanjian Hudaibiyyah di tahun ke 6,  jumlah yang mau ke Mekkah 4000 orang. Jadi dalam waktu 2 tahun islam berkembang 250%. Pertambahan ini akibat perjanjian bebas berkoalisi,  atau dampak kemenangan Politik Perjanjian Hudaibiyah. Itu adalah pengakuan eksistensi umat islam.

Perjalanan dari Madinah ke Mekkah kira-kira dalam waktu 10 hari. Ketika kira-kira kurang 3 hari menjelang sampai Mekkah ,  di suatu tempat yang panas , nabi Muhammad SAW  membatalkan puasanya. Nabi melihat seseorang yang terkapar,  karena tetap menjalankan puasa.
Maka beliau bersabda:

 لَيْسَ مِنْ الْبِرِّ الصَّوْمُ فِي السَّفَرِ .

“Bukan merupakan suatu kebaikan berpuasa dalam safar.”

Hadits ini sering dipakai dasar oleh orang yang bepergian tidak boleh puasa. Memang benar bila dipahami secara tekstual adalah tidak boleh puasa ,  namun konteksnya tidak tepat karena pada saat itu panas sangat ekstrim sehingga jika tetap puasa akan membahayakan diri. Maka musafir di bulan Ramadhan membatalkan puasa atau tidak tergantung pada kondisi. Kalau ada hambatan boleh membatalkan, bila tidak ada masalah tetap puasa terus. Bukankah dalam Al Qur'an juga ada petunjuknya :

 وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّـکُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

"... dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
(QS. Al-Baqarah 184)

Sebelum memasuki kota Mekkah, pasukan nabi berhenti diluar kota.
Pasukan nabi membuat obor untuk penerangan. Jumlahnya demikian banyak sehingga Abu Sufyan pemimpin Mekkah memeriksanya.Tetapi Abu Sufyan tertangkap.
Padahal saat itu suasana perang,  karena perjanjian Hudaibiyyah dikhianati : Bani Bakr dibantu Rezim Mekkah menyerang Bani Khuza'ah, dimana korbannya banyak sekali. Hal itu artinya pembatalan perjanjian secara sepihak oleh Rezim Mekkah.

Abu Sufyan dihadapkan kepada Nabi Muhammad SAW dan diminta memilih :
- Dibunuh atau Masuk Islam-
karena tugas Nabi memang menyebarkan agama islam.
Abu Sufyan memilih masuk islam. Memang pada awalnya dia terpaksa, tetapi kemudian menjadi muslim baik.

Paman Nabi bernama Al Abbas ketika Perang Badar ada dipihak Mekkah ikut menyerang Nabi. Dia tertangkap, tetapi kemudian dibebaskan dengan membayar diyat. Kemudian Al Abbas menjadi muslim yang baik. Beliau satu-satunya sahabat yang diajari Nabi dengan shalat Tasbih.
Al Abbas ini yang menginterogasi Abu Sufyan. Al Abbas melaporkan kepada Nabi bahwa Abu Sufyan adalah seorang yang sangat menjunjung tinggi kehormatan. Maka Al Abbas menyarankan agar Nabi memberikan kehormatan.

Nabi setuju dan kemudian beliau bersabda kepada Abu Sufyan :
"Wahai Abu Sufyan,  setelah ini kamu saya lepas,  dan kamu pulang. Katakan kepada orang-orangmu, Siapa yang masuk rumahmu dijamin keamanannya,  siapa yang masuk ke Masjidil Haram dijamin keamanannya, siapa yang tetap tinggal di rumah masing-masing dijamin keamanannya. Tetapi siapa yang keluar menyerang maka dia akan ditahan".

Abu Sufyan pulang,  dan mengumumkan pesan Nabi Muhammad. Nabi Muhammad masuk kota Mekkah tanpa perlawanan. Pelajaran politik yang diambil adalah untuk mempengaruhi suatu kelompok akan efektif bila memakai tokoh kelompok tadi. Bila yang mempengaruhi bukan dari kelompoknya pasti timbul perlawanan.

Nabi Muhammad mengumpulkan orang Mekkah dan berpidato :
"Kamu semua orang bebas,  orang merdeka. Tidak ada seorangpun diantara kamu yang ditahan. Dan tidak ada harta bendamu yang dirampas oleh kami".

Nabi Muhammad SAW datang dalam posisi sebagai pemenang. Di depan orang Mekkah yang menganiaya beliau selama 13 tahun ketika di Mekkah dan ditambah 8 tahun diperangi ketika di Madinah namun beliau tidak ada mendendam sama sekali. Semua musuh dibebaskan dan mereka berbondong-bondong masuk islam. Pada kondisi inilah turun Surat An Nasr.

Sungguh luar biasa beliau Nabi Muhammad SAW, maka tak heran Michael H. Hart memposisikan beliau sebagai tokoh dunia nomer satu.

Semoga bermanfaat
Barokallohu fikum

🖍SAK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar